Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Sunday, May 10, 2015

Psikologi Kepemimpinan Politik(2)
at 9:45 PM 

Sunnatulloh sejarah adalah berputar. Pada zaman kejayaan Islam Daulah Abbasiah yang berpusat di Bagdad, perbedaan Timur dan Barat sangat menyolok. Di Bagdad sudah ada universitas, ada kolam renang umum, di Eropah masih hidup di abad gelap (blue age).Di Istana raja Perancis yang ratusan kamar ternyata hanya ada satu kamar mandi, maknanya di Barat belum mengenal budaya mandi. Ketika duta besar Bagdad memberikan hadiah jam air kepada raja, Raja bertanya, sihir apa yang menggerakkan jam ini. Tetapi tiga empat abad kemudian keadaan berbalik, dunia Islam mengalami kemunduran, Eropah bangkit, dan Napoleon malah bisa menjaklukkkan Mesir. Ketika Napoleon berkunjung ke Universitas Al Azhar, ia menjumpai seorang profesor sedang mengajar di kelas dengan jumlah mahasiswa yang banyak tetapi hanya ada satu buku, yakni yang dipegang sang guru besar. Napoleon bertanya, kenapa buku hanya satu padahal mahasiswa banyak. Dijawab, kan sulit menulisnya (dengan tulisan tangan). Napoleon berkata, bolehkah saya membantu saya tuliskan buku itu menjadi duaratus supaya semua mahasiswa punya. Sang Guru Besar bertanya, berapa puluh tahun anda akan menyelesaikan tulisan itu ? antara 3 sampai 4 bulan, kata Napoleon. Sang Guru besar Mesir sama sekali tidak percaya dan menganggap Napoleon takabbur. Maka dengan datar dan sinis gurubesar Mesir itu berkata, ya silahkan , mudah2an selesai.


Ternyata hanya dalam waktu tiga bulan benar-benar diantar 200 exp buku teks itu, maka sambil terperangah, guru besar Mdesir itu bertanya, tuan Napoleon, sihir apa yang bisa menulis secepat itu ? Napoleon senyum-senyum saja, dan dia tahu betul bahwa bangsa Mesir belum mengenal mesin percetakan. Begitulah sejarah berputar termasuk dalam perputaran kepemimpinan politik.


Kepemimpinan Islam Kontemporer


Ada tiga Istilah pemimpin pada awal sejarah Islam yaitu: imam, khalifah dan amir al mu’minin. Imam adalah istilah pemimpin secara umum, termasuk al Qur’an juga disebut sebagai imam (waj`alhu lana imaman wa nuron wa rohmah). Nama Khalifah muncul ketika Abu Bakar Shiddiq dibai’at sebagai pemimpin menggantikan Rasulullah yang baru saja wafat, maka jabatan itu disebut khalifatu rasulillah. Amir al mu’minin (panglima kaum mu’min) diberikan kepada pengganti Abu bakar, yakni Umar bin Khatthab sebagai pengganti istilah khalifatu Rasulillah karena secara bahasa tidak elok menyebut khalifatu khalifati rasulillah, tetapi istilah khilafah tetap melekat sepanjang sejarah politik Islam. Siapa yang layak menjadi imam, filosofinya dapat diambil dari kriteria rekruitmen imam shalat, yakni (1) yang fasikh bacaannya, (2) faham syarat rukun dan (3) telah berusia/senior. Jika diterapkan dalam kepemimpinan politik maka kriteria rekruitmenyya adalah orang yang (1) pandai mengkomunikasikan gagasannya, (2) faham konstitusi, dan (3) punya jam terbang pengalaman memimpin. Siapapun yang terpilih menjadi imam maka makmum harus taat. Jika imam melakukan kekeliruan maka makmum boleh menegur imam tetapi dengan lembut. Jika imam batal maka ia langsung harus mengundurkan diri.


Dalam praktek, karena politik adalah ekpressi kerjasama dan bersaing, sementara banyak yang bersaing bukan untuk mengejar nilai-nilai luhur, maka sejarah Islam sejak awal (pasca khulafa rasyidin) menampilkan konflik politik yang bukan saja tidak fair, tetapi penuh dengan intrik-intrik jahat, sehingga pemimpin yang ideal jarang sekali muncul. Fenomena itu dijadikan pijakan teori sosiologi oleh Ibnu Khaldun bahwa jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai dengan lahirnya tiga generasi, yaitu (1) generasi pendobrak, (2) generasi pembangun, dan (3) generasi penikmat, yaitu mereka yang sibuk menikmati tanpa berfikir membangun. Jika generasi penikmat sudah dominan maka akan muncul generasi ke (4) yaitu generasi yg tak peduli masa lalu dan tak peduli masa depan, mereka tidak menghargai pahlawan yang telah lalu dan tidak memikirkan nasib generasi anak cucu, dan itu pertanda bangsa itu akan runtuh. Menurut Ibnu Khaldun, zaman emas dari kepemimpinan suatu bangsa selalu minoritas antara 5-10 tahun dalam satu abad.


Sejak runtuhnya khilafah Usmaniyah, tidak lagi muncul kepemimpinan Islam kontemporer dalam pentas sejarah kecuali sedikit indikator. Pada era global sekarang, kepemimpinan suatu bangsa bukan saja harus mermiliki kedaulatan nasional yang kuat, tetapi juga harus pandai bermain di pentas global, karena teknologi informasi telah menghapus perbatasan (fisik) suatu negara. Pemimpin muslim Nasional bagaimanapun harus memiliki


1. integritas yang melekat pada dirinya,


2. memiliki kompetensi dalam bidang kepemimpinannya, yang diwujudkan dalam menejemen organisasi pemerintahnya dan 


3. memiliki komitmen yang kuat dalam meningkatkan kualitas hidup rakyatnya, antara lain bisa memilih secara tepat skala prioritas dalam membangun bangsanya sehingga pemerintahannya menjadi efektip (effective government).


Se kharismatis apapun pemimpin Islam jika gagal dalam membangun pemerintahan yang efektip maka ia tidak akan diakui kepemimpinannya. Sangat menarik jargon politik dalam fiqh politik yang substansinya mengatakan, bahwa kekuasaan politik tak akan runtuh hanya karena pemimpinya kafir (tetapi adil), sebaliknya kekuatan politik akan runtuh manakala pemimpinnya zalim (meskipun ia muslim), yabqa almulku ma`al kufri wala yabqa ma`a al dhulmi. Dewasa ini dari dunia Islam hanya Turki dan Iran yang potensil eksis di era global.,sedangkan di Timur Tengah fenomena politiknya sudah seperti tanahnya yang berupa pasir, mudah tercerai berai. Indonesia sebagai mayoritas muslim terbesar di dunia juga masih belum bisa dibayangkan masa depan kedaulatannya, termasuk belum terbayang pemimpin dari Partai Islam yang potensil menjadi pemimpin politik kharismatis yang sekaligus menjadi pemimpin yang efektip secara nasional, apalagi global..


Problem Politik Era Global


Isim fa`il dari siyasah (politik) adalah sais. Orang Betawi menggunakan kata sais untuk menyebut kusir sado atau pengendali kereta kuda. Mengapa ? karena politik dan kuda itu sama-sama power, maka ukuran kekuatan mesin mobil juga disebut dengan istilah tenaga kuda atau horse power. Politik adalah kendaraan untuk menggapai tujuan kekuasaan, kuda dan keretanya adalah juga power untuk mengantar ke tempat tujuan. Pengendali politik harus memiliki kepandaian seperti pengendali kuda, kapan harus berlari cepat, kapan harus lambat, kapan belok dan kapan berhenti. Watak politik dan kuda juga sama, yaitu liar, maka seorang sais secara sengaja memasang kacamata kuda agar kuda tidak melihat kiri kanan atau belakang, tetapi fokus tujuan ke depan. Jika tidak mengenakan kacamata kuda, maka kuda menjadi liar tidak mudah dikemndalikan, dan bahkan bisa mencelakakan sais berikut kereta dan penumpangnya.


Problemnya, era global adalah era keterbukaan. Pada era global nyaris tidak ada sesuatu yang bisa disembunyikan, oleh karena itu barbarika politik mudah sekali terjadi. Barbarika politik juga akhirnya menyeret pengendali politik dari partai apapun berperilaku barbar dalam berpolitik. Menurut penelitian psikologi, 83% perilaku manusia dipengaruhi oleh apa yang dilihat, 11% oleh apa yang didengar dan 6% sisanya oleh berbagai stimuluis campuran. Ceramah da`i yang mengutip al Qur’an hanya memiliki kekuatan efektip sebesar 11%, sementara uang dan rekayasa melalui media (TV dan jejaring sosial) justeru memiliki tingkat efektifitas sebesar 83%.


Kesimpulan


Pada era dimana globalisasi dengan teknologi informasi merupakan kenyataan yang tidak bisa dibendung, maka Kepemimpinan Islam kontemporer hanya mungkin efektip jika para pemimpin Islam disamping memiliki integritas tinggi yang melekat dan menguasai mmenejemen organisasi juga menguasai teknologi informasi, sehingga IT menjadi media dakwah yang bisa mengalahkan informasi lainnya yang negatip. Wallohu a`lamu bissawab.

posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger