Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Tuesday, July 21, 2009

Berdoalah Sambil Bekerja
Istilah doa yang artinya permintaan atau permohonan sudah mengisyaratkan adanya dua pihak yang dibawah dan yang di atas. Istilah permintaan atau permohonan dari satu pihak ke pihak lain bisa digunakan untuk menyebut hubungan antara dua pihak manusia, tetapi penggunaan kata doa hanya mempunyai satu arti, yaitu permohonan manusia kepada Allah SWT. Di balik kata doa sudah terkandung pengertian bahwa manusia merasa dirinya kecil, dan Allah SWT memiliki sifat Maha Kuasa dan Maha Besar. Salat, secara bahasa artinya juga doa. Salat adalah jenis doa yang paling lengkap, terdiri dari perkataan dan gerak. Oleh karena itu ada salat mohon turun hujan (istisqa), salat mohon dipenuhi hajatnya (salat hajat), salat mohon dipilihkan yang terbaik (istikharah) dan sebaginya.


Semua aliran mazhab dalam Islam mengakui 'kekuatan' doa, tetapi lingkup apa saja yang memerlukan doa, ada perbedaan faham yang mendasar. Dalam mazhab Teologi Islam dikenal ada dua faham yang memiliki perbedaan pandangan cukup mendasar, yaitu mazhab Qadariyah (free will) dan mazhab Jabbariah (predestination). Faham Qadariyah lebih menekankan keadilan Allah SWT, oleh karena itu bagi faham ini, sunnatullah (hukum alam/hukum kehidupan) yang sudah ditetapkan Allah SWT sudah merupakan hukum besi yang tak mungkin berubah, karena perubahan itu justru bertentangan dengan keadilan Tuhan. Oleh karena itu doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT pastilah bukan hal-hal yang bertentangan dengan sunnatullah, misalnya mohon agar api tidak membakar, atau mohon agar benda tidak jatuh ke bawah (gravitasi bumi), atau mohon agar perilaku kezaliman yang dilakukan seseorang dilindungi. Bagi faham Qadariyah, manusia memiliki kewenangan usaha yang bisa mengubah keadaan sepanjang berada dalam koridor hukum sunnatullah. Oleh karena itu teologi Qadariyah menekankan semangat ‘bekerjalah sambil berdoa”.

Sementara itu faham Jabbariah lebih menekankan aspek kekuasaan Allah SWT. Menurut faham ini, Allah Maha Kuasa secara mutlak. Allah berkuasa untuk melakukan apa saja, termasuk mengubah hukum-hukumnya, sebab jika Allah SWT tidak berkuasa mengubah keputusannya, berarti kekuasaan Allah SWT terbatas, bukan Maha Kuasa. Allah SWT bisa mengubah api menjadi tidak panas, bisa menghilangkan kekuatan grafitasi bumi, bisa memperpanjang umur manusia hingga ribuan tahun, bisa memenangkan yang lemah dan mengalahkan yang kuat, jika Allah SWT menghendakinya. Bagi faham Jabbariyah, usaha manusia tidak signifikan. Yang dominan adalah kehendak dan keputusan Allah. Amal kebaikan tidak menjamin mengantar manusia ke sorga. Jika Allah mau, bisa saja orang kafir masuk sorga. Oleh karena itu, kebalikan dari faham Qadariyah, faham Jabbariah lebih menekankan semangat berdoalah sambil bekerja. Wallahu a`lam.

Read More
posted by : Mubarok institute

Monday, July 13, 2009

Makna Amanah Dalam Konteks Bangsa
Dari segi bahasa, amanah ada hubungannya dengan iman dan aman. Artinya sifat amanah itu dasarnya haruslah pada keimanan kepada Allah SWT, dan dampak dari sifat amanah , atau pelaksanaan dari hidup amanah itu akan melahirkan rasa aman, rasa aman bagi yang bersangkutan dan rasa aman bagi orang lain. Seperti yang tersebut di muka ,dari al Qur’an amanah dapat difahami sebagai sikap kepatuhan kepada hukum, tanggung jawab dan sadar atas implikasi dari suatu keputusan. Dalam hadis amanah dapat difahami sebagai titipan dan juga sebagai komitmen. Dalam konteks kehidupan berbangsa amanah artinya semangat kepatuhan kepada hukum, baik hukum Allah SWT yang universal maupun hukum positip (nilai maupun bunyinya), bertanggung jawab kepada Allah SWT, negara dan diri sendiri, serta sadar atas implikasi dari suatu keputusan yang mungkin akan menimpa banyak pihak.

Amanah Dalam arti Kepatuhan Kepada Hukum.
Hukum, baik hukum agama maupun hukum negara dimaksud untuk mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk yang beradab, yang membedakannya dari hewan. Pelaksanaan hukum dimaksud untuk membela manusia agar mereka tetap terhormat sebagai manusia, menjamin agar setiap orang dilindungi hak-haknya dan dijamin keberadaanya di jalan kebenaran dan keadilan. Dengan hukum manusia bisa bergaul, berjuang dan bersaing secara fair sehingga setiap orang berpeluang sama untuk meraih hak-haknya. Penegakan hukum oleh aparat negara akan memberikan rasa aman dan rasa keadilan kepada masyarakat, dan pada gilirannya akan menumbuhkan apresiasi hukum oleh masyarakat. Pada masyarakat yang telah memiliki apresiasi hukum, pelanggaran hukum oleh warga akan menimbulkan gangguan psikologis pada masyarakat. Pengabaian penegakan hukum oleh aparat hukum akan mengusik rasa keadilan masyarakat, yang pada gilirannya akan melahirkan protes atau malah frustrasi sosial yang dapat mengkristal menjadi ledakan sosial.

Pada masyarakat yang paternalis seperti masyarakat Indonesia, contoh kepatuhan kepada hukum oleh elit sosial akan sangat efektip dalam menanamkan kesadaran hukum. Demikian juga penegakan hukum tanpa pandang bulu – terutama kepada kelompok kuat- akan memberikan rasa keadilan dan kedamaian yang luar biasa kepada masyarakat luas. Hadis Nabi mengingatkan bahwa kehancuran suatu bangsa antara lain diakibatkan oleh pelaksanaan hukum yang pilih kasih, jika yang melanggar hukum orang lemah, hukum ditegakkan, tetapi jika pelanggarnya orang kuat, hukum tidak ditegakkan. Nabi mengatakan : Seandainya Fatimah putri Rasul mencuri pasti hukum potong tangan akan dilaksanakan juga.

Masyarakat amanah secara hukum adalah masyarakat yang menjunjung tinggi hukum-hukum yang telah disepakati mengatur kehidupan bersama, mematuhi rambu-rambunya dan menegakkan sanksi hukum atas pelanggarnya. Bangsa yang memegang teguh amanah dalam perspektip hukum adalah bangsa yang mampu mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara dengan sistem hukum yang memenuhi rasa keadilan rakyatnya.

Read More
posted by : Mubarok institute
Doa Seorang Nasionalis Religius
Ya Allah ya Tuhan kami, Engkau pasti mengetahui bahwa kami memiliki keprihatinan yang mendalam atas krisis yang menimpa bangsa kami. Sebagai khalifah Mu di muka bumi, kami terpanggil untuk memperbaiki keadan bangsa kami, untuk menebus kesalahan-kesalahan kami, dalam mengelola karunia Mu yang amat besar atas bangsa kami, yaitu kekayaan alam yang luar biasa dari bangsa Indonesia.

Tetapi ya Allah, sebagai hamba Mu, kami memiliki banyak keterbatasan, kami menghadapi banyak kesulitan.
Oleh karena itu, ya Allah
Wahai Tuhan yang berkuasa memudahkan
semua kesulitan. Wahai Tuhan, yang berkuasa mengumpulkan kembali semua yang bercerai berai.

Wahai Tuhan, yang berkuasa memberi kekuatan kepada setiap yang lemah. Wahai Tuhan, yang berkuasa memberi kecukupan kepada setiap yang kekurangan. Wahai Tuhan, yang menjadi sahabat dari
setiap yang dikucilkan.

Wahai Tuhan, yang berkuasa memberi
rasa aman kepada setiap yang terancam
Mudahkanlah semua kesulitan bangsa ini
ya Allah, karena bagi Mu, memudahkan
yang sulit, adalah mudah.

Wahai Tuhan yang tidak membutuhkan
keterangan dan rincian, bangsa ini sangat membutuhkan pertolongan Mu, dan Engkau
Pasti Mengetahuinya.
Ya Allah ya Tuhan Kami, hanya rahmat Mu
yang kami harap,
Hanya Atas berkat rahmat Mu lah bangsa ini
mencapai kemerdekaan.

Oleh karena Ya Allah, Jangan Engkau biarkan sekejap matapun kami bangsa Indonesia, menyusuri lorong-lorong gelap yang menyesatkan.
Berilah kekuatan kepada bangsa ini ya Allah,
untuk menemukan jalan keluar dari kesulitan ini,
dan berikan pula kepada bangsa ini,
kekuatan untuk memasuki era baru yang
Engkau ridlai
Perlihatkan kepada bangsa ini ya Allah,

yang benar nampak sebagai kebenaran,
dan berilah kekuatan kepada kami untuk
berpegang teguh kepadanya.
Perlihatkan pula kepada bangsa ini ya Allah,
yang salah nampak sebagai kesalahan, dan
berilah kekuatan kepada kami untuk senantiasa menjauhinya.

Ya Allah ya Tuhan kami, berikanlah
kesempatan kepada orang-orang baik dari kami untuk memimpin bangsa ini, keluar dari kesulitan,
dan jangan Engkau beri kesempatan orang jahat memimpin bangsa ini.
Wahai Tuhan, Pemilik segala kekuasaan,
Engkaulah yang mengangkat seseorang yang Engkau kehendaki ke atas tampuk kekuasaan
Engkau pula yang menurunkan seseorang yang Engkau Kehendaki, turun dari tampuk kekuasaan.

Di tangan Mu lah segala kebaikan, dan
Engkau Maha Kuasa menentukan segalanya.
Jika Engkau berkehendak memusnahkan kami
bangsa Indonesia, ya Allah, kami adalah
hamba-hamba Mu yang tak berarti apa-apa.
Tetapi jika Engkau berkehendak menolong bangsa ini, ya Allah, memang Engkau Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.

Sejujurnyalah ya Allah, kami bangsa Indonesia,
rakyatnya dan pemimpinnya, memang telah
banyak melakukan kesalahan, kami telah
berbuat zalim atas diri kami sendiri,
menyia-nyiakan anugerah Mu
Jika Engkau tidak mengampuni bangsa ini,
jika Engkau tidak menyayangi bangsa ini,
sungguh bangsa ini tidak sanggup untuk
bangkit kembali.

Oleh karena itu ampuni dan sayangilah kami
Wahai Tuhan Yang Maha Pengasih
Ya Allah Ya Tuhan kami, meski bangsa ini bersalah,
jangan kiranya Engkau timpakan kepada kami
beban berat seperti yang pernah Engkau
timpakan kepada bangsa-bangsa terdahulu,
dan jangan pula Kau bebankan kepada bangsa ini
beban berat yang kami tidak sanggup untuk
menanggungnya,

Sepenuhnya kami percaya bahwa tiada satupun yang terjadi di muka bumi ini tanpa seizin Mu
La haula wala quwwata illa billahi
al ‘aliyy al ‘adzim
Kami yakin se yakin-yakin Nya ya Allah,

Engkau pasti akan mengampuni kami,
Engkau pasti akan menolong bangsa ini,
Karena kasih sayang Mu luas tak terbatas
Engkau sendiri telah berfirman,
bahwa kasih sayang Mu mengalahkan murka Mu,

inna rahmati ghalabat ghadlaby
Innama asyku batssy wa huzny ilallah
Robbi hkum bil haqqi wa robbuna al musta‘an
‘ala ma tashifun.
Rabbana atina fid dunya hasanah wa fil akhirayti hasanah waqina ‘azab annar
wa al hamdu lillahi rabb al ‘alamin.

Read More
posted by : Mubarok institute
Prinsip-Prinsip dan Pandangan Hidup dalam Jatidiri Nasionalis Religius
Jati diri nasionalis religius dapat ditandai dari visi yang dianut dalam; (1) visi kemanusiaan dan ke¬bangsaan, (2) visi keberagamaan (3) visi kebudayaan (4) visi kemasyarakatan (5) visi etika sosial politik dan (6) visi etika sosial ekonomi.


Visi Kemanusiaan dan Kebangsaan
1.Meyakini bahwa Tuhan menciptakan manusia berpasangan laki perempuan, bersuku-suku, berbangsa-bangsa, beraneka budaya, beraneka potensi, perbedaan mana dimaksud agar mereka hidup saling berkenalan, saling menghormati dan saling memberi manfaat satu sama lain (lita‘arafu) guna mencapai tujuan bersama, yakni kesejahteraan hidup lahir batin. Visi ini sebenarnya merupakan visi agama, visi wahyu Tuhan (Q/49:13). Kata lita‘arafu dari ‘arafa-‘urf-ma‘ruf-ma‘rifah mengandung arti kebaikan yang dikenal secara common sence, maknanya, manusia pada fitrahnya secara sosial mengenali visi kebaikan. Dalam keragaman sosial, perbedaan tidak dipandang sebagai ancaman, tetapi sebagai potensi yang harus dikelola hingga menjadi sinergi. Fitrah manusia selalu menyukai kesamaan dan juga perbedaan, senang berkumpul dengan kelompok yang memiliki persamaan, sekaligus di kesempatan lain senang mencari yang berbeda dengan yang lain, senang tampil berbeda.

2. Secara sosial manusia berbeda-beda, tetapi ukuran keutamaan substansial bersifat universal. Tuhan tidak melihat rupa, pakaian, warna kulit dan status sosial, tetapi hati dan jiwanya yang dilihat. Manusia yang bertuhan tidak akan merendahkan orang lain hanya karena status sosial atau etnik, sebaliknya mengapresiasi kemuliaan budi pekerti dan akhlak atau moralitas (bahasa agamanya taqwa; inna akramakum ‘indallahi atqakum).

3. Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang di¬muliakan oleh Tuhan, oleh karena itu keharusan menghargai dan menghormati orang lain sejalan dengan keharusan menghargai dan menghormati diri sendiri. Orang yang dirinya terhormat pasti di¬hormati orang lain, dan merendahkan orang lain bermakna sekaligus merendahkan diri sendiri.

4. Sejarah telah mentakdirkan masyarakat Indonesia yang berbeda-beda suku, bahasa , budaya dan tradisi nya dalam kesatuan kebangsaan, yaitu bangsa Indonesia. Sesama elemen bangsa harus saling mengenali dan mengapresiasi untuk selanjutnya saling membantu dan bekerjasama membangun kejayaan bangsa.

5. Perjuangan Kemerdekan bangsa Indonesia telah menorehkan kepahlawanan yang luar biasa, tetapi sebagai bangsa yang religius mengakui bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia tercapai adalah atas berkat rahmat Allah S.W.T. Visi ini berasal dari konsep tahmid, ucapan al hamdu lillah, segala puji hanya milik Allah, maknanya bahwa betapapun manusia telah berkarya besar, tetapi hakikatnya adalah karena adanya perkenan dari Allah, oleh karena itu segala pujian yang kita terima harus kita pulangkan kepada Tuhan yang paling berhak atas segala pujian.

Visi Keberagamaan
1. Bahwa keyakinan kepada suatu agama adalah merupakan hak azazi dan tidak boleh dipaksakan. Visi ini juga merupakan visi wahyu (la ikraha fiddin, Q/2:256)

2. Agama dalam arti keyakinan dan peribadatan tidak mengenal toleransi, oleh karena itu setiap orang beragama tidak mencampuri urusan agama lain, sebaliknya memberi kemerdekaan sepenuhnya kepada setiap pemeluk agama untuk menjalankan ibadah dan keyakinannya. Visi ini juga merupakan visi wahyu, yaitu; Lakum dinukum waliyadin; agamamu ya agamamu, agamaku ya agamaku, tidak perlu toleran kepada agama yang lain, tetapi orang beragama harus memberi kebebasan kepada orang lain menjalankan agamanya. Agama tidak dituntut untuk toleran, tetapi penganut agama secara sosial wajib toleran kepada penganut agama yang lain.

3. Kesalehan individual dalam beragama harus sejalan dengan kesalehan sosial, saleh secara vertikal dan saleh secara horizontal. Kata saleh— berasal dari kata sholaha —shulh-mashlahat— mengandung arti baik, damai dan patut. Orang saleh pasti baik (konstruktip), damai dengan lingkungan dan patut secara sosial.

4. Visi Keberagaman (religiusitas) itu menyentuh kepada aspek-aspek kehidupan;

(a) Pluralitas etnic, ras, budaya, bahasa dan agama (ta‘addudiyyah)

(b) Nasionalitas; yakni kesadaran berbangsa

(c) Hak Azazi Manusia. Visi HAM menurut agama menyebut adanya lima aspek kemanusiaan yang harus dilindungi hak-haknya (al kulliyat al khams), yakni perlindungan kepada jiwa/diri (hifdz an nafs), keyakinan agama (hifdz addin), harta (hifdz almal), akal, intelektual (hifdz al‘aql), dan kesucian keturunan (hifdz an nasl).

(d) Demokrasi, yakni mengembangkan musya¬warah, menghormati hak mayoritas dan melindungi hak-hak minoritas.Musyawarah bukan untuk mencari kemenangan, tetapi mencari kebenaran dan kebaikan.

(e) Kemaslahatan; tujuan semua agama adalah kemaslahatan (kebaikan), baik untuk indifidu, keluarga maupun masyarakat.

(f) Kesetaraan Jender secara proporsional. Setiap orang dihormati dan diapresiasi bukan karena faktor jender, tetapi karena kehormatan diri dan kapasitas.

Visi Kebudayaan
1. Pada dasarnya manusia adalah makhluk budaya, yakni makhluk yang memiliki konsep-konsep yang memandu perilakunya. Kualitas karya manusia (bentuk kebudayaan) sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam kepalanya (konsepnya)

2. Setiap budaya memiliki nilai plus dan minus. Pergaulan lintas budaya akan melahirkan proses saling mengenal, saling belajar dan saling meng¬hargai, interaksi sosial. Dengan semangat apresiasi, nilai luhur budaya harus dipelihara dan dijadikan perekat persatuan dan ketahanan budaya (ketahan¬an nasional). Mengadopsi nilai-nilai budaya asing hanya pada hal yang jelas-jelas lebih baik dan sudah teruji. Prinsip ini berasal dari kaidah sunni – al muhafadzatu ‘ala al qadim as salih wa al akhdzu bi al jadid al ashlah; artinya tradisi lama yang baik harus dipelihara dan mengambil yang baru hanya yang sudah jelas teruji lebih baik nilainya)

3. Dalam hal kebudayaan, pada dasarnya semua kebudayaan boleh diadopsi (aculturasi budaya) sepanjang tidak ada elemen-elemen yang terlarang. Pakaian, nyanyian, arsitektur, gaya hidup, sistem poleksosbud sepanjang mengandung nilai positif dan tidak mengandung elemen yang haram boleh ditiru.

4. Dalam urusan keduniawiaan (ekonomi sosial politik budaya) bekerjasama dalam kebaikan dan saling membantu tidak harus memandang agama yang dianut, tetapi dengan tetap mengedepan¬kan nilai keadilan, kejujuran dan kepatutan (Q/60:8).

Visi Kemasyarakatan
1. Dalam pergaulan sosial masyarakat religius, yang muda (yunior) menghormati yang tua (senior), yang tua menyayangi (memaklumi, mendorong, memberi kesempatan) kepada yang muda. Nilai ini berasal dari hadis Nabi : laisa minna man lam yuwaqir kabirona wa lam yarham shaghirona) artinya; tidak termasuk golonganku orang yang tidak bisa menghormati yang lebih tua dan tidak bisa menyayangi yang lebih muda.

2. Keluarga merupakan barometer kesuksesan sosial. Seorang pemimpin masyarakat adalah yang juga bisa menjadi pemimpin dan teladan dalam rumah tangganya.

3. Solidaritas sosial berlangsung tanpa memandang perbedaan identitas sosial, tetapi berdasar kepada nilai kemanusiaan universal. Siapapun yang memerlukan bantuan kemanusiaan berhak untuk menerima bantuan sosial dari orang lain yang memiliki kemampuan.

Visi Etika Sosial Politik
1. Pada dasarnya manusia adalah makhluk politik. Setiap ada kelompok masyarakat pasti akan terbangun sistem kepemimpinan dan kekuasaan.

2. Pemimpin adalah orang yang memegang suatu kekuasaan, tetapi fungsinya adalah pelayan masyarakat. Pemimpin bukan hanya berkuasa, tetapi lebih wajib melayani kepentingan yang dipimpin. Visi ini berasal dari etika agama, sayyidul qaumi khadimuhum, artinya pemimpin masyarakat pada hakikatnya adalah pelayan mereka.

3. Yang berhak menjadi pemimpin adalah orang yang memiliki kemampuan untuk memberi kepada yang dipimpin (rasa aman, kemakmuran, perlindungan, contoh teladan dll). Rekruitmen pemimpin selalu memperhatikan faktor kemampuan berkomunikasi, ilmu pengetahuan yang dibutuhkan dan senioritas.

4. Masyarakat harus menghormati lembaga kepe¬mimpinan. Mempermalukan pemimpin yang telah dipilih bermakna mempermalukan diri sendiri. Bangsa yang menjatuhkan pemimpinnya dengan cara tidak terhormat dijamin penggantinya tidak akan lebih baik dari yang dijatuhkan.

5. Pemimpin yang tidak mampu mengakomodasi apalagi bertentangan dengan aspirasi yang dipimpin, seyogyanya secara terhormat mengundurkan diri sebelum diturunkan.

6. Dalam hubungan kerjasama sosial politik, baik dengan kawan maupun dengan lawan politik hendaknya selalu saling mengingatkan, mengkritisi tapi dengan tujuan baik, konsisten berorientasi kepada kebaikan dan kepatutan dan mencegah terjadinya kemunkaran. Visi ini berasal dari konsep amar ma‘ruf nahi munkar, artinya selalu mengajak orang kepada kebaikan dan mencegah terjadinya kemungkaran. Amar ma‘ruf nahi munkar adalah sistem pengawasan dengan motivasi agama, bukan mencari-cari kesalahan, bukan sabotase; Ada beberapa istilah al Qur’an tentang norma, yaitu alkhair, al ma‘ruf, al munkar dan fakhisyah. (a) Al Khoir adalah kebaikan universal seperti kejujuran, keadilan, menolong yang lemah dsb. (b)Al Ma‘ruf adalah sesuatu yang secara sosial dipandang baik dan patut; seperti ukuran sopan dan tidak sopan, ukuran besar kecil, ukuran banyak sedikit, ukuran penting tidak penting. Sedangkan (c) munkar adalah perbuatan jahat yang dibalut dengan argu¬men sehingga tidak terkesan sebagai kejahatan padahal sangat berbahaya, seperti komisi, mark up, sumbangan sukarela tanpa tekanan (susu tante), uang semir, pelicin, dan sebagainya dan (d) Fahisyah adalah sesuatu yang secara universal dipandang sebagai kekejian, misalnya zina. Karena universal maka pezinapun marah jika isterinya dizinahi orang. Mengingatkan lawan politik, meski tujuannya baik tetap harus dengan cara yang beretika, jadi nahi munkar pun harus dilakukan dengan cara ma‘ruf, amar ma‘ruf dengan cara munkar akan menghasilkan kemunkaran, apalagi nahi munkar dengan cara munkar.

7. Dalam menejemen kerja,harus mendahulukan penghargaan, reward (basyiran) dan menomor¬duakan hukuman, punishment (nadziran). Visi ini berasal dari akhlak Nabi basyiran wa nadziran. Mendahulukan memberikan kegembiraan, baru mengingatkan bahaya.

8. Mengembangkan kearifan yang dapat disimpulkan dalam kalimat: Keliru memberi maaf itu lebih baik daripada keliru menghukum, menyesal karena diam itu lebih baiki daripada menyesal karena terlanjur bicara. Visi ini juga berasal dari hadis Nabi.

9. Mengembangkan kebajikan, yakni kebaikan yang menakjubkan; seperti memaafkan kesalahan musuh (menghapus dendam politik), menyantuni orang yang pernah menzalimi dan lain sebagainya. Visi ini berasal dari Byble, dan dari hadis Nabi.

10. Pihak yang kalah secara demokratis hendaknya mengakui kekalahannya dan mendukung secara positif kepada lawannya yang menang, sedangkan pihak yang menang hendaknya merendahkan diri dengan ungkapan bahwa kami bukanlah yang terbaik, tetapi yang beruntung memperoleh ke¬menangan berkat rahmat Allah.

11. Tidak terjebak pada cinta berlebihan dan benci berlebihan. Visi ini berasal dari tasauf Al Gazali; ahbib habibaka haunan ma `asa an yakuna baghidhaka yauman ma, wa abghid baghidoka haunan ma `asa an yakuna habibaka yauman ma. artinya cintailah kekasihmu sederhana saja, siapa tahu dibelakang hari ia menjadi orang yang paling kau benci. Bencilah musuhmu sederhana saja, siapa tahu dibelakang hari ia akan menjadi kekasihmu.

12. Berfikir ulang sebelum merespon final. Visi ini berasal dari wahyu (Q/2:216). Apa yang kau sukai mungkin berakibat buruk bagimu, dan apa yang kau tidak sukai mungkin justeru baik untukmu.
Visi Etika Sosial Ekonomi.

1. Bahwa dalam setiap produk (misalnya mobil, rumah, dlsb) hingga berujud sempurna, prosesnya telah melibatkan ratusan dan mungkin ribuan tangan manusia (menurut teori Ibn Khaldun produk seribu orang). Oleh karena itu setiap kekayaan yang kita miliki tidak sepenuhnya milik kita, tetapi didalamnya ada fungsi sosial.

2. Harta kekayaan adalah anugerah Tuhan kepada manusia, dan merupakan alat untuk mencapai keutamaan dalam kehidupan, bukan tujuan hidup. Karena harta merupakan alat hidup, maka seberapa banyak orang boleh memiliki kekayaan tergantung sejauh mana ia ingin mencapai keutamaan. Jika seseorang bercita-cita melakukan karya besar dan keutamaan yang tinggi dan banyak maka ia memerlukan banyak kekayaan.

3. Bahwa di dalam harta si kaya terdapat bagian yang menjadi milik orang lain (fakir miskin) yang harus dibayarkan. Semakin meningkat kekayaan seseorang maka semakin besar pula porsi milik orang lain yang membutuhkan. Oleh karena itu perlu diatur sistem yang menjamin dibayarkanya hak orang lain, dalam agama Islam disebut zakat, infaq dan sedekah, dalam Byble disebut per¬sepuluhan. Pada tatanan masyarakat yang konsisten menjalankan sistem ini, orang kaya dicintai orang miskin, mereka berterima kasih dan selalu mendoakan agar si kaya bertambah kaya. Pada ta¬tanan masyarakat yang tidak mempedulikan sistem ini, kesenjangan sosial akan melebar, orang miskin dendam kepada si kaya, dan siap melakukan anarki setiap peluang terbuka.

4. Harta kekayaan itu ibarat air, jika mengalir maka airnya bersih dan indah dilihat. Harta juga ibarat pohon, jika sering digunting secara berkala (beramal) maka pohon itu akan menjadi segar karena tumbuhnya ranting dan daun baru. Pohon yang tak pernah digunting tumbuhnya tinggi tetapi tidak indah.

5. Kejujuran dalam kegiatan ekonomi (bekerja atau berbisnis) akan mendatangkan keberkahan hidup, Berbisnis secara curang meski mendatangkan ke¬un¬tungan yang besar, dijamin akan mendatang¬kan kegersangan dalam hidup, dirinya dan ke¬luarganya. Berkah artinya terdayagunanya nikmat Tuhan secara optimal, orang yang hidupnya berkah, tidak ada serupiahpun hartanya yang ter¬cecer tidak ber¬manfaat, lawannya adalah mubazir, banyak biaya keluar tetapi tidak mendatangkan manfaat.

Read More
posted by : Mubarok institute
Dari Orde Lama Hingga Orde Reformasi
Pelajaran dari kegagalan Majlis Konstituante, kegagalan G.30 S PKI, kejatuhan orde Baru dan kegamangan reformasi adalah bahwa sebenarnya bangsa ini menginginkan konsistensi pada semangat proklamasi 45. Bung Karno membungkam demokrasi liberal dengan Dekrit 5 Juli 1959 untuk kembali kepada semangat 45. Sayang, karena terlalu lama duduk dalam kursi kepresidenan, Bung Karno terlena sehingga menerima jabatan Presiden Seumur Hidup (feodal), dan mengubah semangat 45 menjadi Demokrasi Terpimpin dan Nasakom. Puncak dari penyimpangan itu adalah tragedi Gerakan 30 September PKI yang sekaligus memaksa Presiden Pertama RI turun dari kursi kepresidenan. Perilaku yang menyimpang dari fitrah proklamasi 45 biasa disebut sebagai orde lama.

Suharto tampil dalam panggung sejarah me¬nyelamatkan negara dan bangsa, dengan semangat kembali ke Panca Sila dan UUD 45 secara murni dan konsekuen. Karena orde Suharto mengkoreksi Orde lama, maka periode Presiden Suharto disebut Orde Baru. Kehadiran Pak Harto sungguh dielu-elukan rakyat, tetapi sayang, beliau juga terlena hingga duduk di kursi kepresiden selama tujuh periode, dan kesa¬lahan orde lama terulang, yaitu semangat Panca Sila dan UUD 45 dikalahkan oleh kekuasaan (feodal). Demokrasi yang diberi label Pancasila (Demokrasi Pancasila) mengubah demokrasi menjadi rekayasa demokrasi. Masa jabatan yang terlalu lama akhirnya diakhiri secara paksa oleh gerakan reformasi, Presiden Suharto meletakan jabatan ketika usia kabinet terakhir yang dibentuknya belum berusia seratus hari.

Krisis Jati Diri
Era reformasi ditandai dengan semangat perubahan, mengubah paradigma orde baru dengan paradigma lebih baru yaitu reformasi, bukan revolusi. Dalam praktek semangat reformasi overload, sehing¬ga peru¬bahan yang mestinya dilakukan secara hati-hati dan sistematis berubah menjadi semangat menggusur semua hal yang berbau Suharto. Dalam era reformasi hampir tidak ditemui seorangpun politikus besar yang berkapasitas negarawan, karena pada masa kepemimpinan Presiden Suharto yang berlangsung selama 30 tahun, setiap kali muncul tokoh yang berbakat negarawan, pasti tidak diberi kesempatan muncul ke panggung politik karena dipandang sebagai ancaman kemapanan. Tanpa panduan seorang ne¬garawan yang berpandangan jauh, kebebasan selama era reformasi berubah menjadi anarki, anarki sosial, anarki politik dan anarki konstitusi.

Amandemen demi amandemen tidak berhasil memperbaiki tatanan kenegaraan, UU dan Tap MPR yang dikeluarkan oleh legislatif tidak memadai untuk menjadi panduan nasional, arah bangsa menjadi tidak jelas, kepemimpinan nasional cepat sekali berganti-ganti , hutang negara meningkat luar biasa, separatisme dan konflik horizontal terjadi dimana-mana, dan ketika negara lain sudah berhasil keluar dari krisis, Indonesia semakin terpuruk dalam berbagai krisis. Perilaku anarkis yang meluas di hampir semua lapisan masyarakat mengindikasikan bahwa bangsa ini sedang mengidap krisis jati diri.

Kembali ke Fitrah Jatidiri Proklamasi 45
Sebagaimana terjadi pada tahun 1959 dimana Bung Karno mengembalikan bangsa ini dalam panduan Panca Sila UUD 45 melalui Dekrit 5 Juli, dan pada tahun 1967 Pak Harto mengumandangkan semangat kembali kepada Panca Sila dan UUD 45 secara murni dan konsekwen, semangat ingin kembali ke fitrah prok¬lamasi 45 kembali muncul di tengah hiruk-pikuk reformasi sekarang ini. Otokritik yang harus kita lakukan ialah bahwa setiap kali pihak yang sedang berkuasa digugat melakukan suatu penyimpangan, tak lama setelah yang menggugat menduduki kursi ke¬kuasaan, ia sudah melakukan hal yang sama dengan pendahulunya. Semua Presiden kita diturunkan sebagai pecundang oleh MPR. Lembaga tertinggi negara ini dalam kurun waktu tiga dasawarsa secara berturut-turut telah mengeluarkan TAP yang secara emosionil men¬jatuhkan Presiden Pertama, menjatuhkan Presiden Kedua, secara emosional menolak LPJ Presiden ke tiga, secara emosional mengangkat Presiden ke empat dan hanya berselang tahun secara emosional memecat Presiden yang baru diangkatnya. Akibatnya kini bangsa ini gamang menghadapi masa depan. Legislatif yang terlalu berkuasa (feodal) tak kalah mengerikannya dibanding dengan kefeodalan eksekutif.

Lahirnya Mahkamah Konstitusi yang diberi tugas mengkoreksi produk-produk legislatif dapat dipandang sebagai kesadaran untuk kembali kepada fitrah proklamasi 45, yakni memikirkan secara jernih masa depan bangsa tanpa dibebani kepentingan golongan dan individu, seperti yang dilakukan oleh oleh faunding fathers negara kita pada tahun 1945.

Read More
posted by : Mubarok institute
Pergumulan Nasionalisme Vs. Islamisme
Perdebatan dalam Panitia Penyelidik Kemerdekaan Indonesia (PPKI) berlangsung sangat seru dan dinamis tetapi sehat, karena dilakukan oleh tokoh-tokoh negarawan yang mengedepankan kepentingan bangsa melebihi kepentingan kelompok dan pribadi.

Secara garis besar mereka terdiri dari kelompok nasionalis muslim dan tokoh Islam nasionalis. Kebesaran jiwa mereka nampak sekali, tercermin pada persetujuan AA. Maramis yang beragama Kristen terhadap rancangan Piagam Jakarta, dan kesediaan tokoh-tokoh Islam untuk mencoret tujuh kata-kata dalam Piagam Jakarta demi tercapainya kemerdekaan Republik Indonesia.

Pergumulan pemikiran nasionalisme dengan Islamisme dalam perumusan konstitusi Indonesia sesungguhnya justeru mencerminkan jati diri nasionalis religius dari bangsa Indonesia. Tokoh Islam yang mem¬bawa aspirasi Islamisme seperti Moh. Natsir adalah seratus persen tokoh nasionalis, sementara banyak pembawa aspirasi nasionalis seperti Bung Hatta adalah tokoh yang juga taat beribadah.

Adu argumen dari para pemimpin bangsa ini sangat sehat, jauh dari trik-trik konyol. Kekentalan corak nasionalis religius juga tercermin dalam hasil Pemilu pertama 1955 sehingga tarik ulur nasionalis vs. Islamisme dalam Majlis Kon¬stituante tak pernah melahirkan pemenang. Ujung dari pergumulan itu akhirnya diselesaikan melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dimana konstitusi dikembalikan kepada UUD 45 dan dinyatakan bahwa Piagam Jakarta menjiwai seluruh batang tubuh UUD 45.

Read More
posted by : Mubarok institute
Tumbuhnya Kesadaran Nasionalisme Modern
Pada masa pra kolonialisme, wilayah nusantara lebih luas dibanding Indonesia sekarang, tetapi harus diakui bahwa konsep wilayah Indonesia dari Sabang hingga Merauke berasal dari administrasi Pemerintah Hindia Belanda, Meski demikian Lahirnya negara nasional Indonesia tidak berasal dari konsep Belanda. Dalam upaya melanggengkan penjajahannya di Indonesia, Pemerintah Hindia Belanda membuat kebijakan yang menghambat perkembangan kecerdasan pribumi. Dari segi hukum, stratifikasi penduduk tanah jajahan dibagi menjadi empat; tertingi penduduk Eropa, kemudian Timur Asing (Cina dan Arab), kemudian aristokrat pribumi (priyayi) dan baru rakyat biasa.

Stratifikasi ini juga diwujudkan dalam sistem pendi¬dikan; khusus untuk orang Eropa (ELS), kemudian sekolah khusus untuk golongan Timur Asing (HAS dan HCS), kemudian sekolah untuk golongan priyayi (HIS), baru sekolah untuk rakyat umum, yaitu Volkse School (Sekolah Ongko Siji) dan Tweede Volkse School (Sekolah Ongko Loro). Dari sistem pendidikan yang dibuat oleh Belanda itu tidak memungkinkan orang Indonsia dapat menjadi terpelajar.

kecuali priyayi yang sekolahanya justeru didesain untuk kepentingan penjajahan. Satu hal yang tak diduga Belanda, dari STOVIA dan NIAS yakni dua sekolah kedokteran Jawa yang di Jakarta dan Surabaya muncul bibit-bibit nasionalisme modern, seperti Dr. Wahidin dan DR. Sutomo. Demikian juga priyayi yang sekolah di negeri Belanda mengalami pencerahan nasionalisme. Walhasil, pada paruh pertama abad XX, tumbuhlah kesadaran nasio¬nalisme modern, baik yang bersifat nasionalis seperti Yong Java, maupun yang bernuansa Islam, seperti Yong Islamitten Bond, Serikat Dagang Islam , Sumpah Pemuda dan lain-lain. Kesadaran nasionalis modern itulah yang nantinya mengantar pada Proklamasi Kemerdekaan 1945.

Penjajahan Jepang, meski singkat dan sangat keras, tetapi berhasil mangakumulasi kesadaran nasional untuk merdeka. Islam merupakan agama mayoritas penduduk Indonesia, tetapi para pendiri negara Republik Indonesia pada tahun 1945 tidak merujuk sejarah Islam atau contoh di Dunia Islam dalam membangun negara bangsa. Tokoh Nasionalis Muslim sekaliber HOS Cokroaminoto dan Agus Salim rupanya memiliki kemampuan untuk memahami komunitas Indonesia yang terbuka dan egaliter partisipatif. Pendidikan modern telah mem¬bantu mereka memahami konsep-konsep nasionalisme modern yang berlawanan dengan konsep-konsep kekuasaan para raja feodal. Tetapi religiusitas para faunding father negeri kita nampak jelas seperti yang dapat dibaca pada pembukaan UUD 45, bahwa kemerdekaan RI adalah atas berkat rahmat Allah, dan hubungan vertikal negara dengan agama dituangkan dalam fasal 29 UUD 45, negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa.

Read More
posted by : Mubarok institute
Kehadiran Budaya Kosmopolit Islam
Pada saat memuncaknya peradaban Islam, maka budaya Islam merupakan pola budaya umum seluruh belahan bumi Timur, tetapi sekaligus merupakan budaya global, karena ketika itu benua Amerika sebagai belahan bumi barat belum ditemukan. Karakteristik peradaban Islam yang mengglobal itu memudahkan peneguhan agama Islam di Asia Tengara, peranan saudagar anak benua India berlanjut terus tetapi mereka tidak lagi beragama Hindu dan Budha melainkan Islam. Pola budaya Perso Arab sebagai buah masuk Islamnya imperium Persia, kemudian menggeser pola budaya Sanskerta. Perkembangan selanjutnya, pola budaya Perso-Arab digantikan oleh pola budaya yang bercorak Arab dengan dominasi bahasa Arab, tergambar pada banyaknya kata-kata Arab dalam bahasa Melayu dan Indonesia. Kerajaan Hindu-Budha (Majapahit-Sriwijaya) yang memasuki masa senja digantikan oleh munculnya kerajaan-kerajaan Islam (Aceh, Demak, Mataram, Ternate dll.).

Akulturasi budaya Islam dengan budaya se¬belumnya nampak pada berkembangnya pesantren (pondok pesantren) yang semula hanya tempat menginap (funduq=Arab atau pandokheyon=Yunani) bertemu dengan konsep penginapan penuntut ilmu atau hikmah yang di dunia Islam dikenal dengan nama zawiyah, ribath dan khaniqah, bertemu dengan konsep pade¬pokan Hindu-Budha dimana didalamnya dikenal ada shastri-dan cantrik. Nah pedepokan Islam diberi nama pesantren, dilengkapi dengan nama funduq, jadilah nama Pondok Pesantren dengan unsur kiyahi (dari konsep shastri) dan santri (dari konsep cantrik). Pada masa kerajaan Islam di Jawa, Pondok Pesantren meru¬pakan lembaga pendidikan bagi calon-calon pemimpin (keluarga raja) dan cendekiawan (ulama).


Setelah tujuh abad peradaban Islam menjadi peradaban dunia, giliran bangsa Eropa bangkit. Bersamaan dengan melemahnya peradaban Islam, bangsa-bangsa Eropa, terutama dari Semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugis) mengembara, mencari jalan sendiri ke India dan Timur Jauh, yang sebelumnya dikuasai saudagar Islam. Mereka bahkan menemukan benua Amerika. Satu persatu pusat-pusat kekuasaan Islam ditaklukkan, termasuk Malaka yang menjadi pusat perdagangan dan peradaban Islam Asia Tenggara. Sejak itulah era kolonialisme dan imperialisme Eropa menguasai wilayah-wilayah negeri-negeri Islam. Spanyol, Portugis, Inggris dan Belanda mengkapling-kapling wilayah Nusantara, tetapi penjajahan terlama terhadap Indonesia dilakukan oleh Belanda. Sungguh Ironis bahwa bangsa-bangsa Barat mampu mengungguli bangsa-bangsa Muslim setelah mereka mengadopsi ilmu pengetahuan Islam, dan pandangan hidup muslim yang egalitarian, partisipasi dan keterbukaan atas dasar kebebasan memilih, sementara pada saat yang sama dunia Islam kembali tersekat oleh kejumudan, feodalisme dan politik despotik-otokratik-totaliter.

Perlawanan paling sengit terhadap kolonialis Eropa dilakukan oleh Sultan dan Ulama, terutama di wilayah bandar-bandar perdagangan, oleh karena itu pahlawan nasional kita pada masa itu kebanyakan para sultan dan ulama. Penjajahan yang berlangsung lebih dari tiga abad mengobarkan semangat perang budaya dari kaum santri, yaitu boikot total terhadap semua yang berbau Belanda. Di satu sisi boikot budaya ini sangat efektip melindungi ummat dari pengaruh kolonial, tetapi di sisi lain sangat merugikan karena boikot total menjadikan kaum santri tidak bisa melakukan interaksi sosial dengan per¬kembangan modern, yang menyebabkan mereka terpinggirkan dalam proses modernisasi. Dampak negatif dari politik boikot ini masih terasa hingga zaman kemerdekaan, dimana kaum santri tetap memandang segala sesuatu yang datang dari Pemerintah (misalnya sistem pendidikan) sebagai urusan duniawi yang haram atau makruh. Marginalisasi dan deprivasi ulama dan masyarakat santri dalam bidang pendidikan masih mewariskan kesulitan bangsa dan negara hingga kini, satu masalah yang tidak boleh dianggap sepele.

Read More
posted by : Mubarok institute

Wednesday, July 08, 2009

Akar Klassik Nasionalis Religius
Indonesia adalah realita kebangsaan dengan ciri-ciri budaya yang dapat dikenali sebagai khas Indonesia, dengan bahasa nasional yang juga khas Indonesia. Keberadaan Indonesia sebagai satu bangsa sudah barang tentu melalui proses sejarah yang bukan saja tidak mudah, tetapi penuh dengan dinamika konflik. Cita-cita kebangsaan tidak selamanya berada di jalan lurus, terkadang menyimpang ke kiri dan ke kanan, dan sejarah telah mengajarkan bahwa dalam pencapaian cita-cita kebangsaan sering diperlukan di tengah perjalanannya adanya peneguhan kembali ikatan batin atau komitmen semua warga negara kepada cita-cita nasionalnya.

Dalam usia kemerdekaan yang telah mencapai lebih dari setengah abad, bangsa Indonesia masih ter¬golong bangsa baru, yang masih harus terus menyem¬purnakan proses penjadian dirinya menjadi bangsa (nation in making). Era reformasi telah menya¬darkan kepada kita bahwa problem yang dihadapi oleh bangsa dewasa ini sungguh sangat Besar, Berat dan Rumit, yang oleh karena itu kita harus mampu melihat hubungan logis antara krisis yang kita derita sekarang dengan dinamika kelahiran, pertumbuhan dan per¬kembangan bangsa. Dengan mengetahui jati diri bangsa, maka diharap kita tidak mengulangi kesalahan masa lalu, dan generasi penerus akan bisa mengembangkan, memperbaiki dan mewariskannya kepada generasi berikutnya.

Sudah menjadi kodrat sejarah bahwa penghuni kawasan ribuan pulau (Nusantara) di Asia Tenggara ini disatukan dalam satu kesatuan kebangsaan, bangsa Indonesia.

Ribuan pulau, ratusan bahasa, ratusan suku, beragam-ragam tradisi, nilai budaya dan keyakinan agama, karena kodrat sejarah membuatnya tetap ber¬satu. Sejarah tidak bisa direkayasa. Penjajahan Barat yang berlangsung lebih dari tiga abad, meski direkayasa dengan politik pecah belah justeru mengantar pada kesatuan wilayah yang sekarang dinamakan wawasan Nusantara. Penjajahan dan politik pecah belah justeru telah menumbuhkan kesadaran bahwa perbedaan tidak menghalangi persatuan, bahwa persatuan akan mengubah perbedaan menjadi kekuatan. Kesadaran kebangsaan ini merupakan naluri bangsa Indonesia. Oleh karena itu pergumulan pemikiran dan konflik-konflik yang pernah terjadi haruslah difahami sebagai dinamika sejarah kebangsaan.

Kawasan Asia Tengara sudah lama menarik perhatian saudagar dari anak benua India dan Timur Tengah karena adanya komoditi yang eksotik, yaitu rempah-rempah dan wewangian. Dari kawasan Anak Benua, datang saudagar yang beragama Hindu dan Budha, dan pengaruh politik mereka tercermin pada berkembangnya budaya bercorak India dan peran utama bahasa Sanskerta. Jejak ke India-an kawasan ini secara antropologis dapat dilihat dalam nama Indonesia yang artinya “Kepulauan India”, sejalan dengan daratan tenggara Asia yang disebut Indocina, yakni “Cina-India”. Jejak agama India ini tersimbolkan dalam candi Borobudur yang lebih melebar ke segala penjuru, sesuai dengan jiwa agama Budha yang meluas dan egaliter, dan candi Roro Jongrang (Prambanan) yang vertikal dan menjulang, sesuai dengan sifat agama Hindu yang mendalam dan bertingkat. Budhisme merupakan falsafah kerajaan luar Jawa (Sriwijaya) yang ber¬semangat bahari, dan Hiduisme merupakan falsafah kerajaam Majapahit yang bertumpu pada kesuburan tanah pertanian Jawa. Karena Majapahit berdiri di latar belakang kejayaan Budhisme (Borobudur) dan Hinduisme (Roro Jongrang) sekaligus maka failasuf Majapahit (Empu Tantular) mengembangkan konsep rekonsiliasi dalam semangat kemajemukan, beraneka ragam tetapi hakikatnya satu, Bhineka Tunggal Ika atau Tan Hana Dharma Mangroa.

Read More
posted by : Mubarok institute

Wednesday, July 01, 2009

Kebanggaan Yang Hakiki
Secara sosial, ada dua hal yang secara umum membuat seseorang berbangga hati, yaitu; (1) jika berhasil memiliki kekayaan harta, (2) jika berhasil menduduki kursi kekuasaan. Jalan pikiran dari dua kebanggaan itu ialah, Pertama; dengan uang semuanya bisa dibeli; jabatan, titel, hukum, kehormatan bahkan orangpun bisa dibeli. Semua kesenangan hidup seakan dapat dibeli dengan uang. Kedua; dengan kekuasaan, semua keinginan bisa dicapai, semua hambatan bisa disingkirkan. Dengan menggenggam dua hal itu; harta dan kekuasaan, dunia seakan sebagai sorga.

Benarkah ?
Sesungguhnyalah bahwa manusia sering tertipu oleh obsessi sendiri. Secara fitri, kenikmatan materi selalu meningkat standardnya, yang dengan demikian manusia sebenarnya tidak pernah bisa benar-benar menikmati kekayaan. Nikmatnya makanan lezat hanya dirasakan pada kali yang pertama dan kedua. Ketika makanan lezat yang sama dihidangkan berturut-turut selama dua tiga hari, maka lidah tidak lagi merasa¬kan kenikmatannya, sebalinya berubah menjadi bosan dan muak. Demikian juga dengan uang. Ketika pertama kali orang memiliki uang sejuta rupiah, maka kebanggaan menyelimuti hatinya, tetapi ketika satu milyard sudah berada di tangan, maka ia tidak lagi dapat merasakan kebanggaan atas uang satu juta. Begitulah hati manusia terhadap materi; uang, pakaian, rumah, kendaraan, makanan dan seterusnya.

Demikian pula dengan kursi kekuasaan. Ketika pertama kali seseorang berhasil menduduki jabatan dalam struktur kekuasaan, maka ia berbangga hati dengan jabatannya itu. Tetapi ketika ia berhasil naik ke jenjang kekuasaan yang lebih tinggi, maka ia memandang kecil makna jabatan dibawahnya. Ketika sudah berada dalam kursi kekuasaan yang tertinggi, maka pada gilirannya ia mengidap perasaan takut jatuh dari ketinggian. Oleh karena itu yang dilakukan kemudian adalah bagaimana mempertahankan kekuasaan agar tidak jatuh. Dari atas kursi yang tertinggi ia merasa terancam oleh orang-orang yang dahulu menjadi sahabatnya, ketulusan berubah menjadi kecurigaan, keindahan pengabdian berubah menjadi rekayasa palsu. Harta dan kekuasaan sering¬kali mengubah perilaku manusia dari lembut menjadi kasar, dari persahabatn menjadi permusuhan, dari ketenangan menjadi kegelisahan, dari keadilan menjadi kezaliman.

Menurut al Mawardi dalam Kitab Adab ad Dunya wa ad Din, harta dan kekuasaan akan benar-benar menjadi kebanggaan jika ia duduk dalam sistem yang bersendikan enam subsistem, yaitu; (1) dinun muttaba‘un, agama yang diikuti aturannya (2) sulthanun qahirun, kekuasaan yang efektif, (3) ‘adlun syamilun, keadilan yang merata (4) amnun ‘am, keamanan umum yang terjamin, (5) khishbun da’imun, kesuburan yang konstan, dan (6) amalun fasihun, cita-cita yang tinggi.

Agama yang diikuti aturannya
Dengan mengikuti aturan agama maka kekayaan akan sebangun dengan kemaslahatan dan kesejah¬teraan umum. Orang kaya membayar zakat, sedekah dan infaqnya, masyarakat miskin merasakan manfaat dari kehadiran orang kaya. Orang-orang miskin yang terbantu menghormati, menyayangi, mendoakan, membela dan melindungi orang kaya, dan orang kaya yang patuh beragama ini hidup tenang aman dan bahagia. Demikian juga penguasa yang mematuhi ajaran agama, ia tidak merasa sebagai penguasa, tetapi merasa sebagai pelayan masyarakat, sayyid al qaumi khadimuhum.

Kekuasaan yang efektif
Menjadi orang kaya di lingkungan masyarakat dimana sistem kekuasaan tidak berjalan efektif, akan sulit untuk mengembangkan kejujuran, karena ia harus selalu siap menghadapi ketidak menentuan. Kekuasaan yang efektif bisa melindungi si lemah dari kezaliman, bisa memaksa orang kaya untuk mem¬bayar kewajibannya. Demikian juga menduduki kursi kekuasaan dari sistem kekuasaan yang tidak effektif hanya akan menempakan penguasa menjadi boneka kepentingan.

Keadilan dan keamanan
Keadilan umum yang merata akan membuat masyarakat merasa aman, percaya diri dan bercita-cita. Dalam suasana keadilan yang merata orang kaya merasa tidak sia-sia berbuat baik dengan hartanya, penguasa merasa berani untuk bertindak fair karena didukung oleh rasa keadilan masyarakat.

Kesuburan dan cita-cita
Kesuburan yang konstan akan menghidupkan perekonomian masyarakat yang berpola, dan dalam suasanan adil, aman dan subur akan terbangun cita-cita yang tingi.

Read More
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger