Wednesday, December 09, 2009
Makna Mengaji
Sistem belajar mengaji seperti yang diajarkan oleh kitab Ta‘lim al Muta‘allim mengandung suasana psikologis guru sangat dihormati, dan murid siap mendengar dengan hati. Dalam pengajian hampir tidak ada murid berani mendebat pandangan guru. Mengaji lebih mengharap berkah ilmu dan berkah guru dibanding mengasah kecerdasan intelektuil. Adapun program kajian biasanya sarat dengan adu argumen dan dilakukan oleh orang-orang yang tingkat akademiknya hampir sama.
Dewasa ini sudah terjadi pendekatan antara dua istilah itu, artinya banyak kelompok pengajian yang melakukan kajian Islam, dan banyak juga masyarakat terpelajar yang ikut ngaji agama. Secara berseloroh ada yang mengatakan bahwa mengaji tidak menambah pintar tetapi menambah ketenangan hati, sementara kajian memang menambah orang menjadi lebih pintar tetapi hatinya juga bertambah gelisah. Tulisan di buku merupakan materi kajian yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Islam Universitas Nasional Jakarta yang diikuti oleh Rektor, Purek, dekan, Pudek dan dosen-dosen Unas. Meski program ini disebut kajian, tetapi disampaikan oleh orang yang pendidikannya mengaji.
Al Qur’an banyak sekali mengingatkan akan pentingnya menggunakan akal, afala ta‘qilun, afala tatafakkarun, awala yatadabbarun. Disebutkan pula bahwa agama adalah akal, dan diperuntukkan bagi orang yang berakal, addinu huwa al‘aqlu, la dina liman la ‘aqla lahu. Tetapi wilayah agama sangatlah luas sehingga seringkali akal biasa tidak menjangkau, atau dengan kata lain banyak sekali perilaku keagamaan orang yang tidak masuk akal. Nah salah satu pendekatan yang dilakukan dalam kajian ini adalah pendekatan spiritual.
Read More