Wednesday, March 24, 2010
Makna Hawa
Al-Qur’an menyebut hawa dalam berbagai kata bentuknya sebanyak 36 kali, sebagian besar untuk menyebut ciri tingkah laku negatif, seperti:
1. perbuatan orang zalim mengikuti hawa nafsu (Q., s. al-Rum / 30:29),
2. perbuatan orang sesat mengikuti hawa nafsu (Q., s. al-Ma’idah / 5:77),
3. perbuatan orang yang mendustakan ayat-ayat Allah seperti yang tersebut dalam surat (Q., s. al-An’am / 6:150), dan
4. perbuatan orang yang tidak berilmu (Q., s. al-Jatsiyah / 45:18).
Pada surat al-Nazi’at / 79:40-41 disebutkan hubungan hawa dengan nafsu:
Adapun orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya, dan menahan nafs dari hawanya, maka sesungguhnya sorgalah tempat tinggalnya (Q., s. al-Nazi’at / 79:40-41).
Ayat di atas menunjukkan bahwa ada nafs dan ada komponen hawa. Menurut al-Maraghi hawa merupakan keadaan kejatuhan nafs ke dalam hal-hal yang dilarang oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. jika hawa itu merupakan kecenderungan kepada syahwat, maka kalau dibandingkan dengan motif, hawa adalah motif kepada hal-hal yang rendah dan batil. Dalam surat al-Mu’minun / 23:71 diisyaratkan, jika kebenaran tunduk kepada desakan hawa, maka kata kehidupan manusia akan rusak binasa. Al-Qur’an banyak sekali mengingatkan manusia agar jangan mengikuti dorongan hawa dapat menyesatkan, seperti yang dijelaskan dalam surat al-An’am / 6:119 dan Q., s. Shad / 38:26), dan dapat mendorong bertindak menyimpang dari kebenaran (Q., s. al-Nisa / 4:135). Hawa yang selalu diikuti, menurut al-Qur’an menjadi sangat dominan pada seseorang hingga orang itu menjadikan hawa-nya sebagai Tuhan, seperti yang dipaparkan surat al-Furqan / 25:43.
Sikap mental orang yang mampu menekan hawa nafsunya seperti yang termaktub dalam surat al-Nazi’at / 79:40-41 adalah mental orang yang takut kepada Allah dan perasaan takut kepada Allah itu didahului oleh ilmu sehingga menurut al-Qur’an surat Fathir / 35:28, hanya orang yang berilmu (ulama)-lah yang memiliki rasa takut kepada Allah. Jika melihat munasabah dengan ayat sebelumnya (Q., s. al-Nazi’at / 79:37-38), maka sikap mental ini merupakan kebalikan dari sikap mental orang yang melampaui batas, yaitu orang yang menurut Fakhr al-Razi, mengalami distori pemikiran, dan kebalikan dari menekan hawa nafsu, orang yang melampaui batas itu, justru lebih mengutamakan kesenangan dunia.
Read More