Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Friday, February 25, 2011

Menghayati Kehidupan Keluarga
Ada Pengalaman menarik ketika saya mengajar di program kajian Paramadina, yaitu banyaknya orang berkonsultasi. Pada umumnya mereka berkonsultasi masalah-masalah kehidupan berkeluarga. Semakin lama, saya semakin tertarik untuk mendalami masalah-masalah kehidupan keluarga. Ketertarikan kepada masalah keluarga sesungguhnya sudah berlangsung lama dari pengalaman-pengalaman sebelumnya. Sewaktu dalam usia 19-20 tahunan saya belajar di pesantren, ada santri-santri yang sudah berumah tangga. Yang mengherankan, kalau mereka punya persoalan rumah tangga, mereka mengadu kepada saya, padahal saya masih bujangan kala itu.

Nah ketika berinteraksi di lingkungan khusus yaitu di kalangan elite, saya memperoleh begitu banyak masukan tentang problem-problem rumah tangga. Bersamaan dengan itu, saya pun sering menghayati kehidupan rumah tangga sendiri yang telah lama dijalani karena sayapun sesunguhnya juga memiliki persoalan dalam kehidupan keluarga saya. Di satu sisi ia menghayati problem kehidupan dirinya, sedangkan di sisi lain ia selalu mendengar keluhan dari klien. Maka perhatiannya kepada masalah keluarga menjadi semakin besar dan penuh penghayatan. Akhirnya tanpa disengaja sayapun menjadi seorang konselor keluarga.

Pada saat nama saya sudah dikenal, BP4 (Badan Penyelenggara Penasihat Perkawinan dan Perceraian) pun selalu mengundang. Karena kedekatan saya dengan mahasiswa dan karena sering menjadi tempat berbagi, maka sayapun akrab sekali dengan problem-problem mahasiswa dan sering membantu mereka. Tidak jarang saya bertindak seperti orang tua; misalnya bila ada yang jatuh hati kepada seseorang sedangkan orang tuanya jauh, maka saya sering diminta untuk melamar. Ada pula mahasiswi-mahasiswi yang punya pikiran iseng, ingin menjadi isteri saya.

Bukan hanya di kampus, di pengajian-pengajian pun saya akrab dengan peserta-peserta pengajian. Banyak di antara mereka yang sering mengeluarkan uneg-unegnya. Di antara pengajian yang suka mengundangnya adalah Namira, sebuah kelompok pengajian di Pondok Indah. saya juga sering mengisi program-program kuliah shubuh di di TVRI yang biasanya seputar kehidupan keluarga. Dari penghayatan itu saya tergerak untuk menulis buku Psikologi Keluarga. Buku itu pun dipakai sebagai bahan kuliah Psikologi Keluarga di Pasca Sarjana UI dan saya pula yang mengajarnya. Puncak dari penekunan masalah keluarga tercapai ketika saya ditunjuk sebagai Ketua Tim Juri ”Pemilihan Keluarga Sakinah Teladan Tingkat Nasional” yang dimulai sewaktu Said Agil Al-Munawar menjabat Menteri Agama. Keterlibatannya dalam kegiatan ini telah berlangsung selama tujuh tahun tahun berturut-turut.

Banyak sekali pengalaman yang menarik ketika sebagai Ketua Tim Juri bersama anggota-anggota tim yang lain mewawancarai kandidat Keluarga Teladan. Peserta Pemilihan Keluarga Teladan ini adalah mereka yang sudah mempunyai pengalaman berkeluarga selama 40 tahun lebih.

Di antara pengalaman dalam mewawancarai mereka adalah kepada pasangan yang kemudian menjadi juara pertama, saya bertanya: ”Pak, selama ini Bapak memimpin rumah tangga atau Bapak menurut saja sama Ibu.?” Jawabannya, ”Ah, saya mengalahlah sama ibu.’” Ketika mewawancari istrinya, saya juga bertanya. ”Bu, selama ini Ibu diatur Bapak atau Ibu yang mengatur Bapak?” Jawabnya, ”Aduh! Saya ini kan istrinya, saya ini perempuan. Saya mengalahlah sama Bapak.” Nah ketika wawancara digabung, mereka ditanya, ”Bagaimana ini, katanya Bapak mengalah sama Ibu, tapi kata Ibu, ia mengalah sama Bapak. Sebenarnya Bapak yang mengalah sama Ibu atau Ibu yang mengalah sama Bapak?” Ternyata jawabannya demikian, ”barangkali dari dua sikap mengalah inilah yang akhirnya melahirkan kemenangan bersama.”

Pasangan yang menjadi pemenang pertama ini berasal dari Jawa Barat. Suaminya guru SMP, sedangkan istrinya guru SD. Anak mereka delapan orang, semuanya sarjana, yang menjadi doktor ada tiga orang.
Ada lagi pasangan pedagang kecil dari Cilacap yang kemudian terpilih menjadi keluarga teladan III.. Suaminya hanya tamatan Sekolah Persamaan SMA (KPA) sedangkan istrinya tamatan SMP. Anaknya tiga orang menjadi doktor dan menantunya juga doktor dari luar negeri. Sang ibu berdagang kue dan rumahnya sederhana. Sebagai juri, saya berkata kepadanya, ”Bapak hebat, bisa menyekolahkan anaknya tinggi-tinggi semua.” Si ayah menanggapi begini, ’Oh! sesungguhnya saya hanya menyekolahkan mereka sampai SMA. Setelah tamat semuanya mendapatkan beasiswa. Malah sesudah mendapat beasiswa, setiap tahun mereka mengirimkan uang kepada kami.”

Penasaran atas jawaban mereka, saya bertanya lagi, ”Tetapi mungkin Bapak punya rahasia, bagaimana dengan kehidupan yang sederhana, anda bisa melahirkan generasi yang bermutu?” Ia menjawab, ”Ya, ada kuncinya. Seingat saya, anak saya belum pernah saya kasih makan kecuali yang saya jamin halalnya. Itulah sebabnya istri saya sampai saat ini masih berjulan kue, karena jualan kue itu halal, tidak ada sangkut pautnya dengan korupsi.”

Saya tanya lagi,”Anak-anak Bapak hebat-hebat semua. Kok tinggal di tempat seperti ini?” Ia menjawab, ’Sesungguhnya saya punya rumah besar, besar sekali. Rumah ini dibangun oleh anak-anak saya, namun saya malu untuk tinggal di rumah sebagus itu. Rumah itu hanya dipakai kalau anak-anak pulang atau ketika ada kepentingan sosial bagi masyarakat di sini.’” Dari keluarga teladan ke III ini dapat diambil kesimpulan bahwa pengaruh nafkah halal itu ternyata luar biasa, satu hal yang sudah jarang diperhatikan orang.

Dari pengalaman tujuh tahun menjadi tim juri saya mendapati kenyataan bahwa kesuksesan keluarga itu tidak selalu sejalan dengan tingkat pendidikan! Tidak sedikit di antara mereka yang berhasil menyekolahkan anak-anaknya sampai tinggi dan mendapatkan prestasi yang membanggakan, padahal pendidikan mereka biasa-biasa saja, banyak pula yang tidak sarjana. Sementara tak jarang, keluarga yang sangat terpelajar ternyata gagal dalam mendidik anak-anaknya..

Saya juga banyak tertarik masalah keluarga ketika bersentuhan dengan problem-problem murid saat menjadi guru BP. Dari melihat problem murid kemudian meningkat melihat problem keluarga , dan akhirnya ia mendalami masalah-masalah kehidupan keluarga.
Meski pekerjaannya membantu problem orang, tidak selalu seorang konselor lancar-lancar saja dalam tugasnya dan tidak mengalami problem dalam dirinya berkaitan dengan tugasnya itu.

Suatu ketika saya pernah mendapatkan pengalaman yang berat, yakni jatuh cinta kepada klien. Awalnya sang klien sangat bergantung kepada saya. Lalu muncul godaan, sering kali saya merasa rindu, sampai kemudian bertanya-tanya kepada diri sendiri, sesungguhnya apa yang ia cari; apakah benar-benar ingin menolongnya ataukah rindu ingin bertemu dengannya? Beruntunglah saya selamat dari godaan dan tidak terjadi apa-apa. Dalam waktu lama, sekitar lima tahun, saya pernah surat-menyurat dengan klien meskipun isinya hanya nasihat, bukan ungkapan cinta. Celakanya, nasihat Mubarok betul-betul dijadikan sebagai pegangan suci bagi klien, sehingga saya dianggap sebagai malaikat penolong. Sebenarnya saya hanya pernah bertemu sekali dengannya. Setelah itu tidak lagi bertemu, kemudian dilanjutkan saling berkirim surat tetapi justru dengan surat-menyurat itulah ia tergoda. Sampai si klien berada di luar negeri pun tepatnya di Jerman ia terus saling berkirim surat . Akhirnya suatu saat ketika ia memberitahu sedang berada di tanah air karena didorong rasa kerinduan, saya mengejarnya ke Bandung. Lucunya, setelah bertemu, saya sama sekali tidak tertarik . Perasaannya biasa-biasa saja. Rupanya rasa kangen itu hanya tipuan komunikasi. Ketika perjumpaan pertama, perempuan itu masih mempunyai suami, sehingga Mubarok tak berpikir apa-apa terhadapnya. Kemudian ia bercerai dengan suaminya. Selama masa krisis sebagai seorang janda, ia selalu berkonsultasi dengan Mubarok lewat surat. Begitulah seterusnya. Setelah pertemuan rasa cinta dan rindu itu hilang, saya kembali merasa murni menjadi konselor. Pada akhirnya sang klien menikah dengan seorang Eropa Muslim dan sering berpindah-pindah di luar negeri bersama suaminya. Ketika berada di Pakistan, ia bertemu dengan mahasiswa saya. Menariknya, pada saat mahasiswa itu pulang, mantan kliennya menitipkan uang untuknya sebanyak 500 Dolar U$.

Saya sadar betul bahwa konselor rentan terhadap godaan meskipun sang klien tidak bermaksud menggoda. Interaksi konselor dengan klien dalam waktu yang lama seringkali memunculkan perasaan-perasaan tertentu yang terkadang tak disadari. Untuk menghindari itu tentu harus ada kiatnya. Saya punya cara untuk itu. Maka saya berusaha agar setiap konsultasi berlangsung harus ada orang lain yang hadir di ruangan itu meskipun tidak terlibat dalam konsultasi. Saya tak mau hanya berdua saja dengan klien di ruangan itu, karena kata hadis Nabi, jika dua orang laki perempuan hanya berdua di tempat sepi maka syaitan akan menjadi orang ketiganya...

Read More
posted by : Mubarok institute

Sunday, February 06, 2011

Krisis Mesir
Mungkinkah Nular ke Indonesia ?

Banyak orang tersentak oleh apa yang sedang berlangsung di negeri Al Azhar, atau di negeri Pyramid, atau ada yang menyebut di negeri Fir’aun, yakni Mesir atau Egypt. Presiden Husni Mubarak sedang digoyang oleh rakyatnya agar segera turun dari kursi kepresidenan Mesir. Televisi dunia termasuk di Indonesia terus menerus menyiarkan perkembangan mutakhir di negeri sungai Nil itu. Timbul pertanyaan, fenomena Mesir satu hal yang mengejutkan atau tidak ? Apa dampak krisis Mesir terhadap negeri-negara tetangganya di TimurTengah ? bahkan ada yang meramalkan bahwa krisis Mesir bisa memantik krisis yang sama ke Indonesia.

Mesir adalah negeri yang unik dan Indah di pojok benua Afrika. Mesir dapat disebut sebagai imamnya negeri-negeri Afrika karena dapat disebut sebagai negeri yang termaju dengan posisi geografis yang sangat strategis dan dengan warisan budaya kuno yang sangat kaya. Saya belum bisa melupakan betapa indahnya tepi sungai Nil ketika dulu saya mengambil short program di Universitas Al Azhar, salah satu Universitas tertua di dunia.Meski wilayahnya luas, tetapi wilayah real Mesir sesungguhnya hanya sekitar 15-20% saja ,yakni wilayah sepanjang aliran sungai Nil, karena sisanya adalah padang pasir.

Dalam krisis Timur Tengah, Mesir termasuk Negara yang potensial memegang kartu problem solving karena kekuatan militernya termasuk kuat dibanding negeri sekelilingnya, diluar Israel. Pada masa perang dingin, Mesir berada di blok Uni Soviet menghadapi Israel, anak emas Amerika. Perang enam hari tahun 73 membuktikan bahwa senjata Uni Soviet tak berdaya menghadapi senjata Israel, dan perang seminggu itu menyebabkan banyak wilayah Mesir dan Syria diduduki Israel. Lewat Perang Yon Kipur yang ketika itu Husni Mubarak menjabat KSAU, dan juga lewat diplomasi yang panjang Mesir bisa mengambil kembali wilayah Gaza, tetapi krisis Arab Israel terus berlangsung hingga hari ini.

RuntuhnyaUni Sovyet memaksa Mesir harus pandai-pandai berdiplomasi dengan Amerika dalam memainkan peran “kunci” konflik Palestinavs Israel. Posisi itulah yang menyebabkan Mesir tidak bisa menghindar dari transaksi politik dan ekonomi denganAmerika, satu hal yang menjadi bara politik dalam negeri Mesir.

Ekonomi Mesir yang sangat tergantung kepada subsidi roti juga politik perang dengan Israel memojokkan Mesir untuk menerima bantuan Amerika dalam jumlah besar. Amerika tidak menyia-nyiakan posisi sulit Mesir untuk melindungi anak emasnya, Israel. Setiap tahun Mesir menerima bantuan Amerika berupa gandum dan senjata, separoh dari nilai yang diterima oleh Israel. Bantuan gandum membuat Mesir stabil dari sudut subsidi roti untuk rakyatnya, tapi bantuan senjata Amerika membuat Mesir tak berdaya menghadapi Israel, dan inilah bara krisis yang selalu membayangi negeri pyramid itu. Presiden Anwar Sadat ditembak oleh aspiran fundamentalis berkaitan dengan “sentiment politik” dalam negeri terhadap Amerika. Husni Mubarak yang ketika itu menjadi wakil Presiden sesungguhnya juga ditolak oleh sebagian besar rakyat Mesir untuk menggantikan Anwar Sadat, juga karena Mubarak dianggapnya sekedar bonekanya Anwar Sadat dalam konteks hubungan transaksional dengan Amerika. Husni Mubarak memang akhirnya berhasil mengukuhkan kekuasaannya sebagaiPresiden melalui pemilu, tetapi “sentiment politik” anti Amerika tak pernah surut hingga hari ini.

MengapaHusni Mubarak digoyang ?

Sesungguhnya krisis Mesir hari ini bukan peristiwa yang mengejutkan, karena bersifat universal. Mubarak menduduki kursiPresiden Mesir selama 30 tahun, dan memerintah dengan tangan besi. Bisa saja peristiwa penggulingan Presiden Tunisia memberi inspirasi kepada rakyat Mesir untuk melakukan hal yang sama, meski akar penyebabnya agak berbeda.Tetapi krisis hari ini sebenarnya merupakan ledakan bom waktu yang hanya menunggu pemicunya. Mesir tidak mungkin mengabaikan Amerika karena dukungan negeri lain, Saudi Arabia misalnya tak bisa diharap. Saudi Arabia sendiri juga lebih suka “berlindung” kepada Amerika dibanding membangun solidaritas Negara-negaraTimur Tengah.

Anatomi Negara-negara Arab itu seperti padang pasir, mudah pecah dan mudah berpindah posisi. Persatuan dan pertikaian itu begitu mudah bertukar tempat seperti mudah pindahnya gunungan pasir yang disergap angin. Atau seperti karakter bahasanya yang begitu mudah berubah mengikuti kaidah i’rab. Husni Mubarak tak punya pilihan lain kecuali bertransaksi dengan Amerika dan Israel, karena lawan Amerika setelah lenyapnya super power Uni Sovyet belum ada penggantinya. Berbeda dengan Gaddafi yang “cerdas” membuka pintu “demokrasi” melalui empat juta komputer (internet) yang dibagikan kepada seluruh rumah penduduk yang pada umumnya belum terlalu terpelajar, penduduk Mesir pada umumnya sudah terpelajar dan disana banyak sekali tokoh intelektual dan ulama yang kritis. Transaksi politik Mubarak dengan Amerika (dan Israel)bagai meniup “balon” ketidakpuasan rakyat Mesir yang merindukan kebanggaan sebagai bangsa yang kaya dengan peradaban kuno itu. Cepat atau lambat Mubarak akan jatuh, dan hari-hari ini tinggal menunggu momentumnya. Kehadiran mantan duta besar Amerika ke Kairo mengisyaratkan bahwa Amerika tidak akan menolong Mubarak. Presiden Barack Obama pun sudah mengatakan bahwa tidak ada kepentingan Amerika dalam krisis Mesir.

Mungkinkah menular ke Indonesia ?

Orang yang meramalkan bahwa krisis Mesir dapat menular ke Indonesia sesungguhnya lebih pada kegatelan politik yang bersangkutan. Mereka merasa senang melihat krisis menimpa negeri sendiri tanpa membayangkan cost yang harus dibayar. Kalau mau membandingkan dengan Indonesia maka kasusnya sudah terjadi yaitu krisis 1998. Ketika itu Suharto juga sudah kelamaan menduduki kursi Presiden RI, sama dengan Husni Mubarak. Ketika itu rakyat Indonesia juga sudah mulai muak dengan sandiwara demokrasi orde baru disamping krisis moneter yang membuat Indonesia tertinggal di landasan, bukan tinggal landas seperti yang dijanjikan oleh Presiden Suharto. Kini Presiden SBY barusaha memulai periode kedua masa kepresidenannya, dan konstitusi sudah menjamin tidak akan mungkin naik jadi Presiden lagi.

Kalau toh ada kritik kepada Presiden SBY sebagai pemimpin yang peragu, lambat dan penakut, sesungguhnya itu juga bukan kritikan baru. Sejak tahun 2004, yakni pada masa periode pertama kepresidenannya, SBY sudah dituding seperti itu.Tetapi rakyat sudah menjawab, bahwa mereka lebih percaya kepada SBY sehingga pada pilpres 2009 SBY menang satu putaran dengan suara yang sangat signifikan (65%).Fenomena terakhir di Indonesia sesungguhnya lebih menampakkan sebagai bangsa yang sakit. Bayangkan anggauta DPR bisa melecehkan Presidennya dengan membuat koin untuk Presiden, padahal mereka tahu persis bahwa pernyataan Presiden tentang gaji bukan curhat juga bukan keluhan.

Kalau yang melakukan anak-anak LSM masih bisa difahami, karena anak2 LSM memang pintar-pintar dan kreatifitas nyentriknya merupakan ciri khas mereka. Begitu pun aksi tokoh “lintas agama” yang dipimpin Din Syamsudin. Manufer mereka tidak mencerminkan etika tokoh agama, karena mereka memang sesungguhnya lebih sebagai tokoh intelektual yang berpolitik dan bahkan pernah menjadi pejabat. Lebih telanjangnya lagi karena Din dengan bangga menyatakan bahwa tokoh lintas agama diback up oleh 68 LSM yang selalu memasok data kebohongan pemerintah. Kita semua tahu bahwa LSM memang sangat pintar mengaudit orang, tetapi mereka sendiri tak pernah mau diaudit .Laporan LSM lebih diperuntukkan kepada pendonor dibanding kepada publik.

Jika fenomena Mesir pindah ke Indonesia itu artinya bangsa ini terutama pemimpinnya memang bodoh karena tak pernah sadar cost yang harus dibayar, padahal baru pada Presiden SBY, suksesi nasional berlangsung smooth. Bung Karno dijatuhkan secara emosionil, Pak Harto Juga, Habibi juga, Gus Dur juga. Tahun2004, SBY naik dengan smooth, 2009 terpilih kembali dengan smooth, masa kita tidak sabar menunggu 2014, padahal sudah dijamin konstitusi SBY tak mungkin naik lagi. Menurunkan SBY di tengah jalan sama dengan mengembalikan sejarah Indonesia ke titik nol lagi seperti tahun 1965 dan 1997. Kita tak bisa melupakan kearifan para pendiri negeri ini yang menyatakan bahwa hanya atas berkat rahmat Allah dan didorongkan oleh keinginan luhur, bangsa ini dapat mencapai kemerdekaannya. Sekarangpun hanya keinginan luhur anak bangsa yang akan menjadi media datangnya berkat dan rahmat Alloh. Jika berkat dan rahmat Alloh datang, maka yang sulit akan berubah menjadi mudah, yang beku akan mencair dan seterusnya, dan seterusnya. Insyaalloh.

Read More
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger