Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Monday, February 25, 2008

10 Potensi Hati
Dalam bahasa Arab, qalb dan fu’ad mempunyai arti yang sangat dekat persamaannya. Sebuah hadis Nabi mengisyaratkan kedekatan dari makna kedua term tersebut, yakni makna lembut dan halus, dari ungkapan kalimat; mereka lebih lembut qalb nya dan ungkapan, mereka lebih halus fuad nya Selanjutnya potensi-potensi dari qalb yang disebutkan Al-Qur’an adalah ;

1).Bahwa qalb itu bisa berpaling , seperti yang disebut dalam surat at Taubah/9:117,

2).Merasa kecewa dan kesal, seperti yang disebutkan dalam surat az Zumar/39:45,

3). Secara sengaja memutuskan untuk melakukan sesuatu, seperti yang tersebut dalam
surat al Ahzāb/33:5 dan surat al Baqarah/2:225.

4). Berprasangka, seperti yang tersebut dalam surat al Fath/48:12

5). Menolak sesuatu, seperti yang tersebut dalam surat at Taubah/9:8,

6). Mengingkari, seperti yang tersebut dalam surat an Nahl/16:22,

7). Dapat diuji, seperti yang tersebut dalam surat al Hujurat/49:3

8). Dapat ditundukkan, seperti yang tersebut dalam surat al Hajj/22:54,

9). Dapat diperluas dan dipersempit seperti yang tersebut dalam surat al An’am/6:125
dan

10). (bahkan) Bisa ditutup rapat, seperti yang tersebut dalam surat al Baqarah/2: 7
Tentang bagaimana qalb bisa berbalik, berpaling, berubah, menolak, memutuskan dan sebagainya, juga diisyaratkan oleh doa ma’tsur yang berbunyi :
artinya : Wahai Tuhan yang membolak-balikkan hati, kokohkanlah hati kami pada agama Mu/untuk taat kepada Mu (H.R. Muslim dari `Amr ibn `Ash)

Read More
posted by : Mubarok institute

Sunday, February 17, 2008

Problem Pendidikan di Indonesia
Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kebudayaannya. Kebudayaan adalah konsep,gagasan,fikiran dan keyakinan yang dianut oleh suatu masyarakat dalamwaktu lamasehinggi menuntun mereka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Berbeda konsep, berakibat berbeda pula perilaku, salah konsep berakibat menjadi salah perilaku. Kebudayaan tidak jadi dengan sendirinya, tetapi dibangun oleh para pemimpin bangsa. Konsep kebangsaan Indonesia misalnya tercermin dalam konstitusi (Panca Sila,UUD 45 dst) yang dirumuskan oleh faunding father RI dan dikembangkan oleh generasi-generasi berikutnya. Membangun kebudayaan dilakukan terutama melalui pendidikan. Oleh karena itu sangat mengherankan ketika dalam kabinet kita, kebudayaan hanya ditempel pada pariwisata sehingga kebudayaan terdistorsi menjadi benda-benda kebudayaan yang dijadikan obyek pariwisata, sementara ruhnya justeru tidak ada yang mengerjakan. Sesungguhnya jika tidak menjadi departemen sendiri, kebudayaan lebih tepat berada di departemen pendidikan (depdikbud), karena pendidikanlah yang membangun konsep budaya Indonesia pada generasi sejak pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, sementara pendidikan anak usia dini (PAUD)dan Taman kanak-kanak bisa diserahkan kepada masyarakat local sebagai wujud pembentukan budaya local, kearifan local.

Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia, sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal:

1. Pertama, oleh faktor hereditas, faktor keturunan. Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45 dan cucu dari generasi 1928, cicit dari generasi 1912. Menurut bapak sosiologi Ibn Khaldun, jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi. Pertama generasi Pendobrak, kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat. Jika pada bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat, yakni generasi yang hanya asyik menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun, maka itu satu tanda bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran. Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun satu abad. Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah abad lebih, ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup, ketika generasi pembangun masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun, sudah muncul sangat banyak generasi penikmat, dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar, tetapi justeru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar. What wrong?

2. Kedua, dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia. Lalu apa yang salah pada pendidikan generasi ini?

Sekurang-kurangnya ada sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini (masa orde Baru), meliputi:

[a] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek kognitip, mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi yang mengidap split personality, kepribadian yang pecah.

[b] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing.

[c] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang berdisiplin.

[d] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global

[e] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi manusia. Sebagai contoh, pada masa orde Baru, Guru negeri di sekolah lingkungan Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa, tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru negeri untuk 2000 siswa. Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU negeri mencapai Rp. 400.000,-/siswa/tahun, sementara untuk Madrasah Aliah hanya Rp. 4.000,-/anak/tahun.

[f] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan oleh uniformitas yang sangat sentralistik. Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan pendidikan menjadi tidak tumbuh.

[g] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan otonomi daerah.


[h] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya, bertentangan dengan semangat bhinneka Tunggal Ika.

[i] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan –yakni melalui P4 dan PMP, terlalu kering sehingga kontraproduktif.
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang telah melahirkan buahnya yang pahit, yakni:

1. Generasi muda yang langitnya rendah, tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik.

2. Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global.

3. Birokrasi yang lamban, korup dan tidak kreatif.

4. Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair

5. Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis

6. Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah

7. Cendekiawan yang hipokrit,

8. Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan

9. Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya.

10. Pemimpin-pemimpin daerah yang kebingungan. Bupati daerah minus tetap mengharap kucuran dari pusat, bupati daerah plus menghambur-hamburkan uang untuk hal-hal yang tidak strategis.

Pendidikan pada Era reformasi

1. Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya, bagaikan orang yang terkurung dalam penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh. Mereka semua keluar mendapati pemandangan yang sangat berbeda, kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak terbatas. Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih, menuntut hak tapi lupa kewajiban, mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan soulusi

2. Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari system pendidikan nasional kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga kerja PRT, sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari luar. Problemnya, output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun kemudian. SDM kita yag tidakkompetetip hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan sejak 20-30 tahun yang lalu. Untuk mengubah system pendidikan secara radikal juga punya problem,yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari system pendidikan yang tidak tidak tepat. Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan, bukan tokoh yang bisa mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya. Lingkaran setan inilah yang sulit diputus.

3. Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk mengubah system pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa. Sayang ahli-ahli pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba system di lapangan. Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar, bukan guru –yang digugu dan ditiru- seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu. Mestinya doctor dan professor bidang pendidikan tetapmengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan system pendidikan berbasis budaya, menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori, bukan kemudian berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balikmeja berpedoman kepada teori-teori Barat.. Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar, maka sulit mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya.

4. Pendidikan bermutu memang mahal, tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN menjadi 20 % pun tidak banyak membantu jika kreatifitas depdiknas, hanya pada proyek-proyek pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan.

5. Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan birokrasi yang jelimet, tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan.

6. Sekolah international diperlukan sebagai respond terhadap globalisasi, tetapi pembukaan sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat pendidikannya berbeda.

7. Untuk mempercepat dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan Negara bukan hanya diperuntukkan bagi sekolah formal, tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal. Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat skill tenaga kerja, dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informaldan non formal. Pada satu titiknanti, gelar-gelar akademik juga tidaklagi relefan.

Read More
posted by : Mubarok institute
Penyuluh Agama dan Problem Masyarakat Modern
Pada era globalisasi dewasa ini penjungkirbalikan nilai di masyarakat Indonesia berlangsung sangat cepat dan tidak diketahui pasti arahnya karena daya serap masyarakat terhadap stimulus era global sangat beragam. Modernisasi ditandai dengan iptek, globalisasi ditandai dengan penggunaan teknologi informasi yang membuat dunia ini mengecil menjadi satu kampong. Persitiwa yang berlangsung di Amerika atau Afrika hari ini, pada hari ini juga kita bisa langsung menyaksikan melalui layer kaca atau internet. Begitupun sebaliknya. Dunia seperti telanjang,bisa disaksikan seluruh penduduk bumi. Problemnya bagi Negara berkembang seperti Indonesia, tingkat pengetahuan dan tingkat sosialnya belum merata sehingga kemampuannya menyerap informasi tidak sama.

Di Indonesia sekurang-kurangnya ada lima lapisan strata masyarakat; lapisan ultra modern, masyarakat modern,masyarakat urban,masyarakat tradisionil, masyarakat terbelakang bahkan di Papua masih ada masyarakat yang hidup di zaman batu, belum berpakaian. Kelimanya menerima stimulus yang sama dari budaya global, berupa kebebasan, kemewahan, pornografi, kekerasan dan lain sebagainya yang berbeda dengan nilai-nilai tradisi dan budaya Indonesia. Dampaknya luar biasa, norma-norma agama dan budaya local terjungkir-balik pada kehidupan keluarga, kehidupan social politik, ekonomi, mode, selera makanan,musik dan gaya hidup lainnya. Nah inilah problem berat bagi petugas penyuluh agama, karena penyuluh itu sendiri juga menjadi korban dari gelombang budaya globalisasi. Banyak penyuluh agama yang belummasuk lapisan modern,masih berada pada lapisan urban. Diperlukan kerja ektra keras untukmempersiapkan penyuluh agama mampu berperan dalam membantu problem masyarakat modern.

PENYAKIT MANUSIA “MODERN"
Yang dimaksud dengan penyakit manusia modern dalam tulisan ini adalah gangguan psikologis yang diderita oleh manusia yang hidup dalam lingkungan peradaban modern. Sebenarnya zaman modern ditandai dengan dua hal sebagai cirinya, yaitu (1) penggunaan tehnologi dalam berbagai aspek kehidupan manusia, dan (2) berkembangnya ilmu pengetahuan sebagai wujud dari kemajuan intelektual manusia. Manusia modern idealnya adalah manusia yang berfikir logis dan mampu menggunakan berbagai teknologi untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dengan kecerdasan dan bantuan teknologi, manusia modern mestinya lebih bijak dan arif, tetapi dalam kenyataannya banyak manusia yang kualitas kemanusiaannya lebih rendah dibanding kemajuan berfikir dan teknologi yang dicapainya. Akibat dari ketidak seimbangan itu kemudian menimbulkan gangguan kejiwaan. Celaka-nya lagi, penggunaan alat transportasi dan alat komunikasi modern menyebabkan manusia hidup dalam pengaruh global dan dikendalikan oleh arus informasi global, padahal kesiapan mental manusia secara individu bahkan secara etnis tidaklah sama.

Akibat dari ketidak seimbangan itu dapat dijumpai dalam realita kehidupan dimana banyak manusia yang sudah hidup dalam lingkup peradaban modern dengan mengunakan berbagai teknologi-bahkan tehnologi tinggi sebagai fasilitas hidupnya, tetapi dalam menempuh kehidupan, terjadi distorsi-distorsi nilai kemanusiaan, terjadi dehumanisasi yang disebabkan oleh kapasitas intelektual, mental dan jiwa yang tidak siap untuk mengarungi samudera atau hutan peradaban modern. Mobilnya sudah memakai Mercy, tetapi mentalnya masih becak, alat komunikasinya sudah menggunakan telpon genggam dan internet, tetapi komunikasinya masih memakai bahasa isyarat tangan, menu makan yang dipilih pizza dan ayam Kentucky, tetapi wawasan gizinya masih kelas tempe bongkrek. Kekayaan, jabatan dan senjata yang dimilikinnya melambangkan kemajuan, tetapi jiwanya kosong dan rapuh. Semua simbol manusia modern dipakai, tetapi substansinya. yakni berfikir logis dan penguasaan teknologi maju masih jauh panggang dari api.

1. Kerangkeng Manusia Modern
Ketidak berdayaan manusia bermain dalam pentas peradaban modern yang terus melaju tanpa dapat dihentikan itu menyebabkan sebagian besar "manusia modern" itu terperangkap dalam situasi yang menurut istilah Psikolog Humanis terkenal, Rollo May disebut sebagai "Manusia dalam Kerangkeng", satu istilah yang menggambarkan salah satu derita manusia modern.

Manusia modern seperti itu sebenarnya adalah manusia yang sudah kehilangan makna, manusia kosong, The Hollow Man. Ia resah setiap kali harus mengambil keputusan, ia tidak tahu apa yang diinginkan, dan tidak mampu memilih jalan hidup yang diinginkaan. Para sosiolog menyebutnya sebagai gejala keterasingan, alienasi, yang disebabkan oleh (a) perubahan sosial yang berlangsung sangat cepat, (b) hubungan hangat antar manusia sudah berubah menjadi hubungan yang gersang, (c) lembaga tradisionil sudah berubah menjadi lembaga rational, (d) masyarakat yang homogen sudah berubah menjadi heterogen, dan (e) stabilitas sosial berubah menjadi mobilitas sosial.

Situasi psikologis dalam sistem sosial yang mengkungkung manusia modern itu bagaikan kerangkeng yang sangat kuat, yang membuat penghuni di dalamnya tak lagi mampu berfikir untuk mencari jalan keluar dari kerangkeng itu. Orang merasa tak berdaya untuk melakukan upaya perubahan, kekuasaan (sistem) politik terasa bagaikan hantu yang susah diikuti standar kerjanya, ekonomi dirasakan tercengkeram oleh segelintir orang yang bisa amat leluasa mempermainkannya sekehendak hati mereka, bukan kehendaknya, dan nilai-nilai luhur kebudayaan sudah menjadi komoditi pasar yang fluktuasinya susah diduga.

Bagaikan orang yang telah lama terkurung dalam kerangkeng, manusia modern menderita frustrasi dan berada dalam ketidak berdayaan, powerlessness. Ia tidak mampu lagi merencanakan masa depan, ia pasrah kepada nasib karena merasa tidak berdaya apa-apa. Rakyat acuh tak acuh terhadap perkembangan politik, pegawai negeri merasa hanya kerja rutin, dan hanya mengerjakan yang diperintah dan yang diawasi atasannya.
Kerangkeng lain yang tidak kalah kuatnya adalah dalam kehidupan sosial. Manusia modern dikerangkeng oleh tuntutan sosial. Mereka merasa sangat terikat untuk mengikuti skenario sosial yang menentukan berbagai kriteria dan mengatur berbagai keharusan dalam kehidupaan sosial. Seorang isteri pejabat merasa harus menyesuaikan diri dengan jabatan suaminya dalam hal pakaian, kendaraaan, assesoris, bahkan sampai pada bagaimana tersenyum dan tertawa. Seorang pejabat juga merasa harus mengganti rumahnya, kendaraannya, pakaiannya, kawan-kawan pergaulannya, minumannya, rokoknya dan kebiasan-kebiasaan lainnya agar sesuai dengan skenario sosial tentang pejabat. Kaum wanita juga dibuat sibuk untuk mengganti kosmetiknya, mode pakaiannya, dandanannya, meja makan dan piring di rumahnya untuk memenuhi trend yang sedang berlaku .

Manusia modern begitu sibuk dan bekerja keras melakukan penyesuaian diri dengan trend modern. Ia merasa sedang berjuang keras untuk memenuhi keinginannya, padahal yang sebenarnya mereka diperbudak oleh keinginan orang lain, oleh keinginan sosial. Ia sebenarnya sedang mengejar apa yang diharapkan oleh orang lain agar ia mengejarnya. Ia selalu mengukur perilaku dirinya dengan apa yang ia duga sebagai harapan orang lain. Ia boleh jadi mem-peroleh kepuasan, tetapi kepuasan itu sebenarnya kepuasan sekejap, yakni kepuasan dalam mempertontonkan perilaku yang dipesan oleh orang lain. Ia tak ubahnya pemain sandiwara di atas panggung yang harus trampil prima sesuai dengan perintah sutradara, meskipun boleh jadi ia sedang kurang sehat.

Begitulah manusia modern, ia melakukan sesuatu bukan karena ingin melakukannya, tetapi karena merasa orang lain menginginkan agar ia melakukannya. Ia sibuk meladeni keinginan orang lain, sampai ia lupa kehendak sendiri. Ia memiliki ratusan topeng sosial yang siap dipakai dalam berbagai event sesuai dengan skenario sosial, dan saking seringnya menggunakan topeng sampai ia lupa wajah asli miliknya. Manusia modern adalah manusia yang sudah kehilangan jati dirinya, perilakunya sudah seperti perilaku robot, tanpa perasaan. Senyumnya tidak lagi seindah senyuman fitri seorang bayi, tetapi lebih sebagai make up. Tawanya tidak lagi spontan seperti tawa ceria kanak-kanak dan remaja, tetapi tawa yang diatur sebagai bedak untuk memoles kepribadiannya. Tangisannya tidak lagi merupakan rintihan jiwa, tetapi lebih merupakan topeng untuk menutupi borok-borok akhlaknya, dan kesemuanya sudah diprogramkan kapan harus tertawa dan kapan harus menangis.


2. Gangguan Kejiwaan Manusia Modern
Sebagai akibat dari sikap hipokrit yang berkepanjangan, maka manusia modern mengidap gangguan kejiwaan antara lain berupa: (a) Kecemasan, (b) Kesepian, (c) Kebosanan, (d) Perilaku menyimpang, (e) Psikosomatis.

a. Kecemasan
Perasaan cemas yang diderita manusia modern tersebut diatas adalah bersumber dari hilangnya makna hidup, the meaning of life. Secara fitri manusia memiliki kebutuhan akan makna hidup. Makna hidup dimiliki oleh seseorang manakala ia memiliki kejujuran dan merasa hidupnya dibutuhkan oleh orang lain dan merasa mampu dan telah mengerjakan sesuatu yang bermakna untuk orang lain. Makna hidup biasanya dihayati oleh para pejuang - dalam bidang apapun - karena pusat perhatian pejuang adalah pada bagaimana bisa menyumbangkan sesuatu untuk kepentingan orang lain. Seorang pejuang biasanya memiliki tingkat dedikasi yang tinggi, dan untuk apa yang ia perjuangkannya, ia sanggup berkorban, bahkan korban jiwa sekalipun.

Meskipun yang dilakukan pejuang itu untuk kepentingan orang lain, tetapi dorongan untuk berjuang lahir dari diri sendiri, bukan untuk memuaskan orang lain. Seorang pejuang melakukan sesuatu sesuai dengan prinsip yang dianutnya, bukan prinsip yang dianut oleh orang lain. Kepuasan seorang pejuang adalah apabila ia mampu berpegang teguh kepada prinsip kejuangannya, meskipun boleh jadi perjuangannya itu gagal.
Adapun manusia modern seperti disebutkan diatas, mereka justeru tidak memilki makna hidup, karena mereka tidak memiliki prinsip hidup. Apa yang dilakukan adalah mengikuti trend, mengikuti tuntutan sosial, sedangkan tuntutan sosial belum tentu berdiri diatas suatu prinsip yang mulia. Orang yang hidupnya hanya mengikuti kemauan orang lain, akan merasa puas tetapi hanya sekejap, dan akan merasa kecewa dan malu jika gagal. Karena tuntutan sosial selalu berubah dan tak ada habis-habisnya maka manusia modern dituntut untuk selalu mengantisipasi perubahan, padahal perubahan itu selalu terjadi dan susah diantisipasi, sementara ia tidak memiliki prinsip hidup, sehingga ia diperbudak untuk melayani perubahan. Ketidak seimbangan itu, dan terutama karena merasa hidupnya tak bermakna, tak ada dedikasi dalam perbuatannya, maka ia dilanda kegelisahan dan kecemasan yang berkepanjangan. Hanya sesekali ia menikmati kenikmatan sekejap, kenikmatan palsu ketika ia berhasil pentas diatas panggung sandiwara kehidupan.

b. Kesepian
Gangguan kejiwaan berupa kesepian bersumber dari hubungan antar manusia (interpersonal) di kalangan masyarakat modern yang tidak lagi tulus dan hangat. Kegersangan hubungan antar manusia ini disebabkan karena semua manusia modern menggunakan topeng-topeng sosial untuk menutupi wajah kepribadiannya. Dalam komunikasi interpersonal,manusia modern tidak memperkenalkan dirinya sendiri, tetapi selalu menunjukannya sebagai seseorang yang sebenarnya bukan dirinya. Akibatnya setiap manusia modern memandang orang lain, maka yang dipandang juga bukan sebagai dirinya, tetapi sebagai orang yang bertopeng. Selanjutnya hubungan antar manusia tidak lagi sebagai hubungan antar kepribadian, tetapi hubungan antar topeng, padahal setiap manusia membutuhkan orang lain, bukan topeng lain.

Sebagai akibat dari hubungan antar manusia yang gersang, manusia modern mengidap perasaan sepi, meski ia berada di tengah keramaian. Sebagai manusia, ia benar-benar sendirian, karena yang berada di sekelilingnya hanyalah topeng-topeng. Ia tidak dapat menikmati senyuman orang lain, karena iapun mempersepsi senyuman orang itu sebagai topeng, sebagaimana ketika ia tersenyum kepada orang lain. Pujian orang kepadanya juga dipandangnya sebagai basa-basi yang sudah diprogram, bahkan ucapan cinta dari sang kekasihpun terdengar hambar karena ia memandang kekasihnyapun sebagai orang yang sedang mengenakan topeng cinta. Sungguh malang benar manusia modern ini.

c. Kebosanan
Karena hidup tak bermakna, dan hubungan dengan manusia lain terasa hambar karena ketiadaan ketulusan hati, kecemasan yang selalu mengganggu jiwanya dan kesepian yang berkepanjangan, menyebabkan manusia modern menderita gangguan kejiwaan berupa kebosanan. Ketika diatas pentas kepalsuan, manusia bertopeng memang memperoleh kenikmatan sekejap, tetapi setelah ia kembali ke rumahnya, kembali menjadi seorang diri dalam keaslianya, maka ia kembali dirasuki perasaan cemas dan sepi.
Kecemasan dan kesepian yang berkepanjangan akhirnya membuatnya menjadi bosan, bosan kepada kepura-puraan, bosan kepada kepalsuan, tetapi ia tidak tahu harus melakukan apa untuk menghilangkan kebosanan itu.

Berbeda dengan perasaan seorang pejuang yang merasa hidup dalam keramaian perjuangan meskipun ketika itu ia sedang duduk sendiri di dalam kamar, atau bahkan dalam sel penjara, manusia modern justeru merasa sepi di tengah-tengah keramaian, frustrasi di tengah aneka fasilitas, dan bosan di tengah kemeriahan pesta yang menggoda.

d. Perilaku Menyimpang
Kecemasan, kesepian dan kebosanan yang diderita berkepanjangan, menyebabkan seseorang tidak tahu persis apa yang harus dilakukan. Ia tidak bisa memutuskan sesuatu, dan ia tidak tahu jalan mana yang harus ditempuh. Dalam keadaan jiwa yang kosong dan rapuh ini, maka ketika seseorang tidak mampu berfikir jauh, kecenderungan memuaskan motif kepada hal-hal ang rendah menjadi sangat kuat, karena pemuasan atas motif kepada hal-hal yang rendah agak sedikit menghibur.

Manusia dalam tingkat gangguan kejiwaan seperti itu mudah sekali diajak atau dipengaruhi untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan meskipun perbuatan itu menyimpang dari norma-norma moral. Kondisi psikologi mereka seperti hausnya orang yang sedang berada dalam pengaruh obat terlarang. Dalam keadaan tak mampu berfikir, apa saja ia mau melakukan asal memperoleh minuman. Kekosongan jiwa itu dapat mengantar mereka pada perbuatan merampok orang, meskipun mereka tidak membutuhkan uang, memperkosa orang tanpa mengenal siapa yang diperkosa, membunuh orang tanpa ada sebab-sebab yang membuatnya harus membunuh, pokoknya semua perilaku menyimpang yang secara sepintas seakan memberikan hiburan dapat mereka lakukan.

e. Psikosomatik
Psikosomatik adalah gangguaan fisik yang disebabkan oleh faktor-faktor kejiwaan dan sosial. Seseorang jika emosinya menumpuk dan memuncak maka hal itu dapat menyebabkan terjadinya goncangan dan kekacauan dalam dirinya. Jika faktor-faktor yang menyebabkan memuncaknya emosi itu secara berkepanjangan tidak dapat dijauhkan, maka ia dipaksa untuk selalu berjuang menekan perasaannya. Perasaaan tertekan, cemas, kesepian dan kebosanan yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kesehatan fisiknya.
Jadi Psikosomatik dapat disebut sebagai penyakit gabungan, fisik dan mental, yang dalam bahasa Arab disebut nafsajasadiyyah atau nafsabiolojiyyah. Yang sakit sebenarnya jiwanya, tetapi menjelma dalam bentuk sakit fisik.

Penderita Psikosomatik biasanya selalu mengeluh merasa tidak enak badan, jantungnya berdebar-debar, merasa lemah dan tidak bisa konsentrasi. Wujud psikosomatik bisa dalam bentuk syndrome, trauma, stress, ketergantungan kepada obat penenang/alkohol/narkotik atau berperilaku menyimpang.

Manusia modern penderita psikosomatik adalah ibarat penghuni kerangkeng yang sudah tidak lagi menyadari bahwa kerangkeng itu merupakan belenggu. Baginya berada dalam kerangkeng seperti memang sudah seharusnya begitu, ia sudah tidak bisa membayangkan seperti apa alam di luar kerangkeng.

3. Terapi Psikologis Untuk Manusia Modern
Karena derita manusia modern itu berasal dari kerangkeng yang membelenggunya, maka jalan keluar dari problem itu adalah dengan berusaha ke luar dari kerangkeng itu. Kerangkeng yang membelenggu manusia modern sebenarnya hanya berupa nilai, atau tepatnya karena kekosongan nilai. Kekosongan nilai manusia modern itu disebabkan karena ia tidak lagi mengenali dirinya dalam konstalasi makhluk—Khalik. Ia terpuruk hanya berkutat di pojok makhluk, oleh karena itu dunianya menjadi sempit, langitnya menjadi rendah.

Untuk berani ke luar dari kerangkengnya maka mula pertama manusia modern harus terlebih dahulu mengenali kembali jati dirinya, apakah makhluk itu, apa sebenarnya manusia itu, siapa dirinya sebenarnya, untuk apa ia berada di dunia ini dan mau kemana setelah itu.

Bagi manusia modern yang belum terlalu parah penyakitnya, ia dapat diajak berdialog, diajak berfikir, merenung tentang apa yang telah terjadi dan seberapa sisa hidupnya. Ia diajak untuk mengenali dirinya dalam kontek ciptaan Allah, karena sebagaimana kata Nabi barang siapa mengenali siapa dirinya maka ia akan mengenali siapa Tuhannya.
Bagi penderita yang sudah parah, maka dialog tidak dapat menolongnya. Kepadanya sebaiknya dibawa saja dalam situasi yang tidak memberi peluang selain berfikir dan merasa berada dalam suasana religious, misalnya di-ajak dalam forum dzikir jahr, seperti yang ada dalam lingkungan tarekat Naqsyabandiyaah. Iklim dzikir jahr itu akan memaksa dia mengikuti pembacaan kalimah thayyibah, dan pembacaan yang berulang-ulang akan membantu secara perlahan-lahan larut dalam suasana yang kurang difahami tetapi indah dan menyenangkan.

Dalam perspektif ini, maka tasauf atau spiritualitas agama sebenarnya sangat relevan bagi manusia modern, bagi yang masih sehat , dan terutama bagi yang sudah sakit.

4. Pandangan Hidup Muslim
Manusia terperangkap di dalam kerangkeng modern disebabkan karena memiliki cara pandang yang keliru terhadap hidup ini. Mereka memiliki pandangan hidup yang keliru sehingga menghasilkan kekeliruan, dan menyebabkan mereka tidak memperoleh makna modernisasi tetapi justeru menjadi konsumen dari limbah modernisasi. Seorang muslim yang memiliki pandangan hidup yang benar, maka ia akan tetap eksis dan kuat dalam segala zaman, zaman tradisionil maupun zaman modern, karena pandangan hidup yang benar akan menseleksi limbah dari esensi.

Pandangan hidup Muslim sekurang-kurangnya dapat diukur dari hal-hal sebagai berikut:
a. Tujuan Hidup. Agama Islam mengajarkan bahwa tujuan dari hidup manusia adalah untuk mencari ridla Allah, ibtigha'a mardatillah, oleh karena itu acuan hidupnya adalah pada apakah yang dipilih itu sesuatu yang diridhai Tuhan atau tidak. Pandangan hidup ini akan membuat orang kuat dalam pendirian, tidak takut dicaci maki dan bahkan tidak takut tersingkir dari sistem sosial. Jika seseorang telah menetapkan ridla Tuhan sebagai tujuan hidupnya, maka ia terhindar dari keharusan memenuhi tuntutan sosial yang bertentangan dengan tujuan hidupnya.

b. Fungsi Hidup. Agama Islam mengajarkan bahwa fungsi manusia di muka bumi adalah sebagai khalifah Allah. Sebagai khalifah Allah, manusia diberi tangung jawab untuk menegakkan kebenaran dan hukum Allah di muka bumi, yang untuk itu manusia diberi hak untuk mengelola dan memanfaatkan alam . Pandangan hidup ini menyebabkan seseorang tidak bisa tinggal diam melihat merajalelanya perbuatan manusia yang merusak kehidupan. Sebagai khalifah ia terpanggil untuk amar ma'ruf dan nahi mungkar. Dalam perspektif ini manusia adalah subyek, bukan semata-mata obyek.

c. Tugas Hidup. Agama Islam mengajarkan bahwa manusia diciptakan adalah untuk menyembah Tuhan. Jadi ibadah adalah tugas yang harus dijalankan, bukan tujuan. Untuk mencapai tujuan memperoleh ridla Tuhan, manusia harus disiplin menjalankan tugas ibadahnya. Bagi yang disiplin menjalankan tugas maka ia berhak memperoleh promosi, bagi yang malas maka ia akan tertinggal.

d. Alat Hidup. Untuk menggapai tujuan dan untuk menjalankan tugas, manusia diberi alat, yaitu dirinya (fisiknya, intelektualnya dan jiwanya) dan harta atau alam. Harta kekayaan adalah alat hidup, bukan tujuan, oleh karena itu seberapa banyak manusia membutuhkan harta adalah sebanyak dibutuhkannya untuk kepentingan menjalankan tugas ibadah dan menggapai rida Allah sebagai tujuan hidupnya. Untuk menggapai tujuan dan menjalankan tugas, manusia memerlukan gizi bagi kesehatan tubuhnya, pakaian untuk pergaulan, kaki atau kendaraan untuk menempuh perjalanan, tangan atau kekuasaan untuk menjalankan suatu keputusan, dan ilmu untuk meningkatkan kualitas kerjanya.

e. Teladan Hidup. Manusia memiliki kecenderungan untuk melakukan imitasi dan identifikasi. Manusia membutuhkan tokoh untuk ditiru, karena ilmu dan ketrampilan saja tidak menjamin untuk menggapai nilai keutamaan kerja. Untuk itu ajaran Islam menetapkan bahwa tokoh yang harus menjadi panutan hidup manusia adalah Nabi Muhammad saw. Muhammad adalah uswatun hasanah bagi orang mukmin. Keteladanan Muhammad tak tertandingi oleh siapapun, karena Nabi Muhammad merupakan perwujudan kongkrit dari nilai-nilai al Qur'an, Kana khuluquhu al Qur'an, kata Aisyah r.a.

f. Lawan dan Kawan Hidup. Dalam hidup, berjuang menjalankan tugas dan menggapai tujuan, manusia membutuhkan kawan dan tak jarang berjumpa lawan. Islam mengajarkan bahwa semua orang mukmin, antara yang satu dengan yang lain adalah saudara, dan bahwa syaitan adalah lawan atau musuh yang konsisten. Seorang mukmin harus mengutamakan orang mukmin lainnya sebagai partner, dan bahwa berhubungan dengan syaitan tak akan menghasilkan apa-apa selain kerugian.

Menfungsikan Penyuluh Agama
Predikat Penyuluh Agama sesunguhnya berbeda dengan muballigh atau guru Majlis Ta`lim, penyuluh agama lebih dekat ke Konselor Agama.. Muballigh dituntut untuk banyak berbicara sedangkan Konselor dituntut untuk mampu dan banyak mendengar. Muballigh berhadapan dengan public orang sehat, sedangkan konselor berhadapan dengan orang bermasalah. satu persatu. Muballigh bertindak sebagai subyek menghadapi mad`u sebagaiobyek, sedangkan konselor hanya membantu orang bermasalah agar ia bisa menjadi subyek untuk mengatasi sendiri masalahanya sebagai obyeknya. Jadi para penyuluh agama harus memiliki perspektip dirinya ketika bertemu orang bermasalah bahwa ia adalah penyuluh,bukan muballigh. Orang bermasalah sering bisa hilang masalahnya hanya dengan mengutarakannya kepada orang yang tepat (konselor). Orang bermasalah justeru semakin pusing ketika harus mendengarkan petuah panjang-panjang dari muballigh.

Mengubah konsep diri muballigh menjadi konselor tidak mudah. Dibutuhkan ilmu pengetahuan, pengalaman lapangan dan penghayatan atas problem-problem hidup manusia. Problem manusia dalam kehidupan modern tiap hari kita jumpai, tetapi tidak semua orang mampu mengurai anatominya untuk kemudian dicarikan solusinya. Untuk penyuluh agama yang bertugas di wilayah ibu kota lebih mudah menyediakan program untuk mereka karena dekat dengan kasus dan banyak nara sumber. Untuk itu maka program peningkatan mereka dari muballigh ke penyuluh untuk menfungsikan mereka sebagai penyuluh agama pada pemecahan masalah manusia modern dapat dilakukan dengan program berkala, misalnya semingu sekali. Programnya berbentuk :

1. Mendatangkan nara sumber untuk memberikan wawasan tentang problem masyarakat modern (psikologi)

2. Dengan dipandu seorang instsruktur,setiap penyuluh ditugasi mengamati problem-problem masyarakat di wilayahnya dan melaporkannya dalam bentuk paper.

3. Dengan dipandu instruktur pula, pada setiap hari program bersama, masing-masing memaparkan temuanya.

4. Instruktur memandu mereka dalam pemahaman masalah dan

5. Instruktur memandu mereka untuk menemukan format problem solving

6. Menerbitkan jurnal penyuluhan untuk internal yang bahannya diambil dari kasus-kasus yang ditemukan oleh para penyuluh.

7. Secara berkala diadakan semacam seminar untuk mengangkat problem itu ke permukaan.

Tugas-tugas tersebut untuk wilayah Jakarta bisa dilakukan oleh PMTI bekerjasama dengan Depag dan lembaga sponsor lainnya. Wallohu a`lamu bi as sawab

Read More
posted by : Mubarok institute
Politik Tebang Pilih
Istilah tebang pilih biasanya dikonotasikan negatip, yaitu menegakkan hokum tetapi dipilih hanya kepada lawan-lawan politik. Tetapi dalam hal politik pemberantasan korupsi di Indonesia sekarang, tebang pilih tidak harus difahami sebagai pilih kasih dalam penegakan hokum. Tebang pilih dalam membongkar kasus korupsi bisa difahami sebagai keniscayaan, karena banyaknya kasus korupsi yang harus dibongkar sementara aparat KPK jumlahnya sedikit, maka mana yang harus ditebang lebih dahulu, dihitung dulu kapasitas gergaji yang dimiliki KPK,yang dekat dulu, yang mudah dulu atau yang kecil dulu. Jika yang dipilih pohon raksasa sementara gergaji KPK kecil,maka lima tahun masa kerja cabinet tidak akan mampu menumbangkan satupun pohon korupsi itu. Tebang pilih juga bisa difahami sebagai kecerdasan, karena tujuan pemberantasan korupsi adalah menyelamatkan ekonomi Negara, bukan sekedar penegakan hukum demi hukum. Oleh karena itu maka yang dipilih adalah kasus korupsi yang bisa mengembalikan uang Negara dalamjumlah signifikan. Jika biaya KPK lebih besar dibanding uang Negara yang diselamatkan maka tak ubahnya KPK ikut korupsi atau ikut nambahi kerugian Negara. Demikian juga membongkar kasus korupsi yang berdampak hilangnya uang Negara dalam jumlah lebih besar adalah bentuk kebodohan . Oleh karena itu bagaimanapun KPKharus menjalankan politik tebang pilih dalam membongkar kasus korupsi. Apalah artinya menumbangkan pohon tetapi yang tertimpa justeru rumah sendiri ?

Adalah sangat menarik kasus penetapan direktur BI,Burhanuddin Abdullah sebagai tersangka kasus penggunaan dana BI dan YPPI untuk kepentingan bantuan hukum dan desimenasi DPR. KPK menjerat direktur BI itu berdasar laporan Ketua BPK, Anwar Nasution. Apakah tebang pilih yang dilakukan KPK dalam kasus direktur BI merupakan kecerdasan, keniscayaan atau kebodohan ? Publik pasti akan menyambut kasus ini dengan gegapgempita, ada yang memuji Anwar Nasution, ada yang terkejut dan heran kepada ketua KPK, Antasari Azhar yang tiba-tiba menjadi sangat galak, ada yang menilai sebagai maneuver pihak-pihak yang ingin menjadi direktur BI, dan ada juga yang menilai KPK tidak berhitung implikasi dari keputusan ini terhadap gejolak moneter, karena BI sebagai Bank Central adalah jantungnya negara ini. Jika jantung terganggu,maka implikasinya mengenai seluruh tubuh negeri ini.

Apakah kasus dana BI ini merupakan prioritas ? Sesungguhnya tidak. Tiga bulan lagi masa jabatan Gubernur BI akan habis, dan dalam waktu dekat akan ada pertemuan Gubernur-gubernur Bank Central beberapa Negara di Indonesia. Kita belum tahu apakah kebijakan Dewan Gubernur BI itu korupsi atau kebijakan “darurat” dalam kondisi reformasi yang membuat suasana maju kena mundur kena. Kita juga belum tahu apakah benar kata orang bahwa ketua KPK perlu melakukan shock therapy karena selama ini ia diragukan kemampuannya?. Apa benar kata pers bahwa ini manufer Pak Anwar Nasution yang ingin menggantikan Burhanuddin Abdullah yang akan habis masa jabatannya tiga bulan lagi? Apa benar analisa orang yang mengatakan bahwa ini adalah bagian dari agenda menaikkan MG menjadi Gubernur BI ?

Ketiganya pasti membantah, pak Anwar Nasution yang pernah mengatakan bahwa BI itu sarang penyamun tetapi ketika masuk jajaran Deputi Gubernur BI juga tidak bisa nangkap penyamunnya sudah berkali-kalimembantah punya ambisi itu. Ketua KPK juga tegas membantah. Terlepas dari mana yang benar, membidik direktur BI sekarang dengan status tersangka adalah tindakan mempertaruhkan stabilitas moneter. Untuk ukuran BI, dana 100 milyard itu sangat kecil, dan kita tahu krisis moneter dapat menelan hasil jerih payah kerja bertahun-tahun dalam waktu sekejap. Jangan-jangan bahkan tidak ada yang berhitung, karena hanya berfikir jangka pendek. Belum lagi jika berfikir tentang legalitas, menurut UU BI, memerika direktur BI harus seizin Presiden, tetapi menurut UU KPK, lembaga superbody ini bisa langsung betindak tanpa izin Presiden. Ya inilah tumpang tindih UU produk reformasi. Barangkali tumpang tindih ini harus dibawa ke Mahkamah Konstitusi agar menjadi jelas siapa yang menumpang dan siapa yang menindih.

Read More
posted by : Mubarok institute

Tuesday, February 12, 2008

Mengasah Nurani
Ketika bangsa Indonesia sedang carut marut sekarang,banyak diantara kita yang mengatakan bahwa nurani bangsa sedang mati. Perilaku masyarakat kita, baik pejabat,anggauta dewan bahkan rakyat di jalanan lebih didorong oleh syahwat dan hawa nafsu dibanding oleh akal sehat, apa lagi oleh nurani.. Bayangkan, apa motif perkelahian antara TNI dan polisi di Maluku hingga beberapa polisi tewas sia-sia ? politik bukan, ekonomi bukan, apalagi kalau bukan hawa nafsu ?. bayangkan antar supporter sepakbola berkelahi dan merusak rumah penduduk. Begitu gemasnya melihat perilaku bangsa yang tidak lagi mengikuti murani sampai ada tokoh yang mencari solusi dengan mendirikan Partai Hati Nurani . Tetapi betulkah Partai Hati Nurani juga di latar belakangi oleh dorongan nurani ? Jika bukan maka jangan-jangan nurani hanya dijadikan komoditas politik untuk mencari kepuasan syahwat politik. Atau kita memang belum tahu nurani itu apa ?

Pengertian Nurani
Nurani berasal dari bahasa Arab Nur, yang artinya cahaya, nuraniyyun, sesuatu yang bersifat cahaya. cahaya apa ? Menurut perspektip Psikologi Islam, perangkat kejiwaan manusia itu terdiri dari akal, hati,nurani, syahwat dan hawa nafsu. Akal merupakan problem solving capacity yang kerjanya berfikir, hati merupakan alat untuk memahami realita, nurani merupakan pandangan mata batin sebagai lawan dari pandangan mata kepala. Syahwat merupakan penggerak tingkah laku atau motif, dan hawa nafsu merupakan kekuatan destruktip yang menguji kemampuan jiwa. Sebagai system, kelima subsistem tersebut dipimpin oleh hati, oleh karena itu jika orang hatinya baik maka perilakunya juga baik,jika hatinya busuk maka perilakunya juga busuk. Nurani lebih dekat ke hati,oleh karena itu dinamakan hati nurani.

Teori Pancaran
Konsep nurani berasal dari teori isyraqy atau teori pancaran yang menyatakan bahwa Tuhan adalah cahaya (Allohu nur assamawati wa alardh). Seperti matahari yang selalu memancarkan cahayanya, ia meninggalkan jejak cahayanya di bumi berupa kehidupan, kehangatan atau panas dan terang. Di malam hari, panas dan cahaya matahari itu berusaha kembali ke cahaya asal meninggalkan bumi dalam keadaan gelap dan dingin. Nah Tuhan memancarkan cahaya Nya, dan diantara jejak cahaya Tuhan adalah manusia, oleh karena itu didalam diri manusia ada cahaya ketuhanan, disebut bashirah (pandangan batin) atau nurani (sesuatu yang bersifat cahaya). Dan nurani memiliki kerinduan untuk selalu kembali kepada Tuhan sebagai cahaya asalnya.

Berbeda dengan hati yang wataknya tidak konsisten; terkadang benci dilain waktu cinta, terkadang sadar dilain waktu lupa, terkadang tenang dilain waktu bergejolak, nurani yang merupakan cahaya ketuhanan bersifat konsisten, tidak mau kompromi dengan kebohongan dan kejahatan. Betapapun orang menang di pengadilan dengan cara menyuap hakim,nuraninya tetap jujur mengatakan bahwa ia lah yang bersalah. Nurani tetap konsisten dengan kejujuran.

Mengapa? Karena seperti yang dikatakan dalam ilmu tasauf nurani adalah cahaya yang ditempatkan Tuhan di dalam hati manusia, nurun yaqdzifuhulloh fi al qalbi. Hanya saja sebagaimana cahaya terkadang buram dan gelap, nurani manusia juga terkadang buram,gelap atau bahkan mati, yakni ketika cahaya itu tertutupi oleh tabir. Jika nurani mati maka orangnya seperti berada di tempat gelap (dzulm) sehingga perilakunya juga seperti perilaku orang dalam kegelapan, salah tempat,salah ambil, salah persepsi, salah naroh dan salah langkah.

Dari kata dzulm itu maka orang yang nuraninya tertutup atau mati disebut orang dzalim, yakni orang yang menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Cahaya nurani bisa tertutup oleh dua hal ; keserakahan/ambisi dan perbuatan dosa. Orang yang serakah pasti nuraninya tak berfungsi, sudah jabatannya tertinggi,gajinya paling banyak,jatah orang miskin pun masih disikat juga.. Demikian juga orang yang ambisius, segala macam cara ditempuh untuk menggapai ambisinya, tak peduli benar atau salah, tak peduli merugikan Negara dan bangsa. Orang yang biasa melakukan dosa juga seperti orang berada dalam kegelapan sehingga di rumah sendiripun ia tidak bisa membedakan mana kamar isteri dan mana kamar pembantu.

Nurani Politik
Jika politik difahami sebagai kekuasaan,maka watak politik adalah korup. Korupsi adalah memanipulasi angka dan fakta untuk kepentingan sendiri. Jika dihubungkan dengan typologi kejiwaan, maka politisi yang lebih dipengaruhi oleh akalnya cenderung rasionil meski terkadang kering, politisi yang lebih dipengaruhi oleh hati maka cenderung hati-hati, politisi yang lebih dipengaruhi oleh syahwat cenderung mudah terdorong ke ambisi, politisi yang lebih dipengaruhi oleh hawa nafsu cenderung destruktip dan jahat,nah orang berpolitik karena panggilan nurani cenderung kepada keinginan memberi dibanding keinginan menerima.

Nurani vs Syahwat Politik
Syahwat adalah kecenderungan kepada apa-apa yang diingini. Tuhan menghiasi manusia dengan syahwat seksual, kebanggaan kepada anak-anaknya, menyenangi perhiasan dan barang berharga, menyukai kendaraan bagus, ladang dan ternak, pokoknya segala yang dipersepsi sebagai kelebihan,kenyamanan dan kebanggaan. Syahwat politik adalah kecenderungan orang untuk menguasai orang lain, fikirannya , seleranya bahkan kemauannya,sehingga syahwat politik mendorong orang untuk bisa menjadi orang nomor satu; ketua, direktur, lurah bahkan presiden,agar ia dapat menguasai dan mengatur orang lain.

Sesungguhnya syahwat itu manusiawi, netral dan tidak mesti jelek. Jika orang menggapai syahwat dengan mengikuti prosedur dan mematuhi hokum (hokum Tuhan,hokum Negara dan hokum etika) serta jujur maka aktualisasi syahwat itu sah dan bahkan bisa bernilai ibadah. Akan tetapi karena politik itu cenderung korup maka syahwat politik pada umumnya mendorong kepada ambisi, sementara ambisi menutup nurani . Oleh karena itu mengusung nurani dalam gerakan atau manuver politik riskan tergelincir kepada manipulasi , tidak jujur dalam menilai, tidak jujur dalam mengkritik, dan lupa introspeksi.

Adakah Pemimpin Yang Bernurani ?
Sudah barang tentu ada. Ciri pemimpin yang digerakkan oleh nurani politik adalah tampil karena panggilan,bukan karena berhitung. Dalam suasana yang tak berpengharapan, maju kena mundur kena, bangsa berada ditubir kehancuran, pemimpin konvensional sibuk berhitung posisi berebut kamar padahal “kapal” nyaris tenggelam, nah… dalam keadaan seperti itu biasanya muncul seorang pemimpin yang terpanggil nuraninya untuk menyelamatkan keadaan. Ia siap memberikan apapun yang dimiliki tanpa berhitung untung rugi. Fikiran dan hatinya bersih suci dari kepentingan-kepentingan subyektip. Ia tampil bukan karena ingin berkuasa tetapi ingin menyumbangkan potensi dirinya bagi keselamatan bangsa, dan ia bahkan dengan senang hati siap menyerahkan kepemimpinannya itu kepada orang lain yang dinilai lebih tepat.

Nurani yang diiklankan pasti bukan nurani. Menurut teori Psikologi Komunikasi, jika benda-benda konsumtip diiklankan berulang-ulang maka ia akan menarik perhatian konsumen, berpengaruh dari aspek kognitip, afektip bahkan psikomotorik meski benda itu sesungguhnya tidak terlalu bermutu. Mengiklankan nurani yang bermutu secara berulang-ulang dalam waktu lama bukan saja hanya berpengaruh secara kognitip, tidak afektip dan tidak psikomotorik, justeru membuat nurani itu terasa hambar di telinga konsumen.

Bagaimana Mengasah Nurani Kita ?
Nurani adalah kapasitas spiritual yang sangat lembut dan tajam. Barang siapa dalam hidupnya selalu mengikuti bisikan nuraninya, dijamin pilihannya tepat dan langkahnya benar. Problemnya, cahaya nurani tidak selamanya optimal terang, terkadang buram, terkadang bahkan mati. Untuk menjaga agar nurani tetap menyala maka harus dilakukan penjagaan dan perawatan. Penjagaan nurani melalui dua cara;

Pertama, jauhi segala perbuatan dosa . Dosa kecil akan menjadi debu yang membuat cahaya nurani kurang terang. Dosa besar mebuat nurani tertutup seperti cermin yang tersiram cat hitam, gelap. Mencamnpur aduk perbuatan baik dengan perbuatan dosa membuat nurani seperti cermin retak, tidak mampu menangkap realitas secara tepat sehingga keliru persepsi.

Kedua; Hidup sederhana.. Sederhana adalah mengkonsumsi sesuai dengan standard kebutuhan secara universal. Orang boleh punya banyak tetapi yang dikonsumsi sekedar yang dibutuhkan. Banyakorang kaya hidupnya sederhana, tak jarang orang miskin hidupnya bermewah-mewah. Problemnya ialah bagaimana merumuskan kebutuhan. Ada orang yang sudah merasa tercukupi jika kebutuhan hari ini sudah ada, yang lain baru merasa cukupjika kebutuhan esok hari sudah ada, yang lain baru merasa cukup jika kebutuhan untuk satu tahun mendatang sudah tersedia,nah yang lain lagi batru merasa cukupjika kebutuhan untuk tujuh turunan sudah berada dalam gengaman tangannya.

Sedangkan perawatan nurani agar tetap menyala terang dapat dilakukan dengan

1. charge baterai nurani; dalam hal ini dilakukan dengan mendengarkan kata-kata hikmah, membaca kitab suci dan menjalankan ritual ibadah.

2. Berakrab-akrab dengan penderitaan hidup manusia. Orang yang sering mengunjungi dan membantu orang lain yang berada dalam penderitaan (orang sakit, orang miskin papa, korban bencana alam dan orang lain yang tidak beruntung) nuraninya tersentuh seperti bateri yang di charge aliran listerik. Jika sering melakukan maka ketersentuhan itu akan menjadi potensi berupa panggilan nurani untuk melakukan sesuatu yang bermakna.

Read More
posted by : Mubarok institute

Sunday, February 03, 2008

Keluarga Bahagia
Pasangan ideal dari kata keluarga adalah bahagia, sehingga idiomnya menjadi keluarga bahagia. Maknanya, tujuan dari setiap orang yang membina rumah tangga adalah mencari kebahagiaan hidup. Hampir seluruh budaya bangsa menempatkan kehidupan keluarga sebagai ukuran kebahagiaan yang sebenarnya. Meski seseorang gagal karirnya di luar rumah, tetapi sukses membangun keluarga yang kokoh dan sejahtera, maka tetaplah ia dipandang sebagai orang yang sukses dan berbahagia.

Sebaliknya orang yang sukses di luar rumah, tetapi keluarganya berantakan, maka ia tidak disebut orang yang beruntung, karena betapapun sukses diraih, tetapi kegagalan dalam rumah tangganya akan tercermin di wajahnya, tercermin pula pada pola hidupnya yang tidak bahagia. Hidup berkeluarga memang merupakan fitrah sosial manusia. Secara psikologis, kehidupan berkeluarga, baik bagi suami, isteri, anak-anak, cucu-cicit atau bahkan mertua merupakan pelabuhan perasaan, ; ketenteraman, kerinduan, keharuan, semangat dan pengorbanan,semuanya berlabuh di lembaga yang bernama keluarga.

Keluarga juga demikian, ada konsepnya, isteri bukan sekedar perempuan pasangan tempat tidur dan ibu yang melahirkan anak, suami bukan sekedar lelaki, tetapi ada konsep aktualisasi diri yang berdimensi horizontal dan vertikal. Orang bisa saja menunaikan hajat seksualnya di jalanan, dengan siapa saja, tetapi itu tidak identik dengan kebahagiaan. Perselingkuhan mungkin bisa memuaskan syahwat dan hawa nafsunya, tetapi tidak pernah melahirkan rasa ketenteraman, ketenangan dan kemantapan psikologis.

Konsep keluarga bahagia yang Islami, biasanya disebut dengan istilah Keluarga Sakinah.



Read More
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger