Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Tuesday, November 30, 2010

Ciri-Ciri Bangsa Maju dan Bermartabat
Kekayaan alam suatu bangsa tidak serta merta menjadikan bangsa itu maju, sebagaimana juga Negara yang tidak memiliki sumber daya alam tidak serta merta terhalang untuk menjadi bangsa maju. Kemajuan suatu bangsa tidak ditentukan oleh kekayaan alamnya, tetapi oleh kecerdasan dan keuletan manusianya.

Jepang yang tidak memiliki kekayaan alam bisa menjadi Negara maju menyaingi Amerika yang dulu meluluh lantakkannya dengan bom atom. Kita bangsa Indonesia yang sangat kaya dengan sumber daya alam ternyata tertinggal oleh Jepang, karena manusianya belum memiliki karakter bangsa maju. Ada Negara maju tetapi tidak bermartabat, sebaliknya ada Negara yang tidak masuk kategori Negara maju atau Negara kaya tetapi bermartabat.

Ciri-ciri bangsa yang maju adalah

1. Memiliki kebanggaan terhadap bangsanya, tidak merendahkan bangsa sendiri, right or wrong my country
2. memiliki etos kerja yang diwujudkan dalam sistem, sehingga hanya orang yang bekerja keraslah yang mempunyai peluang untuk mencapai kesejahteraan tinggi.
3. memiliki keseimbangan antara mengadopsi nilai-nilai universal dengan pemeliharaan niliai-nilai kearifan lokal sebagai jati diri kebangsaan.
4. memiliki program pendidikan sebagai sistem peningkatan kualitas sumber daya manusia.
5. membudayakan fanatisme nasional meski tetap berkomitmen kepada problem global
6. memiliki sistem kepemimpinan nasional yang kuat sehingga menjamin berjalannya konstitusi.

Dengan enam ciri tersebut diatas, suatu bangsa bisa membangun kemandirian. Kemandirian suatu bangsa dapat dilihat pada indikator-indikator :

1. mampu mengelola sendiri sumber daya alam yang dimiliki. Jika sumber daya alam dikelola oleh Negara asing, maka mereka yang lebih memperoleh manfaat, sementara pemiliknya hanya menampung limbah.
2. mampu menyediakan sendiri kebutuhan dasar (terutama pangan) bagi rakyatnya. Ketahanan pangan akan dapat menghindarkan bangsa dari dampak krisis global, sebaliknya ketergantungan pangan kepada Negara asing akan melemahkan ketahanan masyarakat dari godaan anarkisme
3. tidak memiliki ketergantungan absolute kepada Negara lain. Ketergantungan absolute kepada Negara lain akan membuat bangsa itu mudah didikte oleh Negara lain. Sedangkan saling ketergantungan antar Negara tidak bisa dihindarkan, sepanjang tidak absolute.
4. tidak terjerat hutang LN melebihi batas kemampuan
5. Tidak bisa didikte oleh Negara lain.
6. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), terutama yang diperlukan dalam pengelolaan sumberdaya alam,

Jika suatu bangsa mampu mandiri, maka ia berpeluang untuk menjadi bangsa yang terhormat, dan bermartabat. Martabat suatu bangsa dicapai manakala bangsa itu:

1. Rakyatnya memiliki taraf hidup yang layak dari segi sandang, pangan, papan dan kesehatan.
2. Rakyatnya hidup dalam keadaan aman dan damai, terlindung dari tindak kekerasan dan kejahatan
3. Hak azazi manusia dijamin, bebas mengeluarkan pendapat dan bebas memilih sepanjang untuk kepentingan bangsa.
4. Memiliki program pembangunan yang berkesinambungan, tidak terganggu oleh pergantian kepemimpinan nasional. Jika setiap ganti Presiden berganti pula orientasi pembangunan nasionalnya, maka stabilitas bangsa itu mudah diganggu oleh intervesi asing.
5. Pemerintahnya bersih dari praktek-praktek kotor sebangsa KKN sehingga dinamika politik dan ekonominya terukur.
6. Peduli kepada pendidikan generasi dimana sistem pendidikan yang dijalankan menjamin kualitas generasi sebagai sumber daya yang dibutuhkan, apalagi jika Universitas-universitasnya menjadi rujukan mahasiswa asing .
7. Lingkungan hidupnya sehat dan tertib, limbah terkelola dan ketertiban terjaga.
8. Memiliki prestasi international dalam bidang-bidang tertentu,miksalnya olah raga, seni, lomba ilmiah
9. mampu melindungi wilayah negaranya dari intervensi asing, musuh, penyelundupan, pencurian dan spionase.
10. Mampu menunjukkan jati diri kebangsaannya di dunia international; terutama kebudayaan dan karakter kebangsaan. Bangsa yang tidak lagi memiliki kebudayaan yang dibanggakan, apa lagi jika sudah lebur dengan budaya asing, atau selalu merendahkan jati diri kebangsaan sendiri maka ia akan kehilangan martabat kebangsaannya.
11. berpegang teguh kepada etiket dan moral, baik dalam interaksi internalnya dengan sesama warga bangsa maupun dalam berhubungan dengan bangsa-bangsa lain. Dengan etiket dan moral yang kuat maka bangsa itu disegani oleh bangsa lain.

Read More
posted by : Mubarok institute

Monday, November 29, 2010

MEMBANGUN AKHLAK BANGSA (NATION & character BUILDING)
Karakter setiap bangsa berbeda-beda, tetapi diantara perbedaan itu ada karakter universal yang bisa dijadikan entry point pembentukan karakter kebangsaan. Memang manusia itu mewarisi kualitas genetika orang tua, kualitas sosial dan kualitas kebangsaan.

Akan tetapi manusia juga adalah makhluk yang tidak tunduk begitu saja kepada lingkungan. Ia bisa berfikir, menganalisa dan mendistorsi lingkungan sesuai dengan kapasitas berfikirnya. Identitas manusia tidak hanya sebagai individu, tetapi ia juga memiliki identitas keluarga, identitas kelompok, identitas etnik dan identitas bangsa.

Dalam lingkungan yang sempit manusia cenderung menggunakan identitas yang sempit pula, yaitu identitas pribadi dan identitas keluarga. Dalam lingkungan yang luas, identitas individual dapat terdistorsi oleh identitas yang lebih besar sesuai dengan lingkungannya. Ketika seseorang dalam perantauan domestik, maka identitas kampung halaman lebih dominan dibanding identitas individu dan identitas keluarga. Tetapi ketika seseorang berada di luar negeri maka yang dominan pada orang itu adalah identitas kebangsaan.

Dalam perspektif diatas, maka jika membangun kualitas keluarga dimulai dari membangun individu, membangun suatu bangsa tidak dengan berangkat dari membangun individu-individu, tetapi harus membawa bangsa itu ke tengah lingkungan international, membawa bangsa itu dalam pergaulan antar bangsa agar yang terbangun bukan hanya konsep diri individual tetapi juga konsep diri kebangsaan. Dalam pergaulan antar bangsa, identitas kebangsaan akan tumbuh subur. Dalam percaturan international warga bangsa akan dapat bercermin kepada bangsa lain, sehingga pusat perhatiannya terpusat pada bagaimana membesarkan bangsa menjadi kekuatan yang diperhitungkan oleh bangsa lain. Ukuran kebesaran bangsa bisa diukur pada supremasi militernya, bisa juga dalam hal dominasi ekonomi , dan bisa juga pada ketinggian kebudayaannya, tetapi ketinggian kebudayaan suatu bangsa akan mengantar pada supremasi yang lain.

Dengan kata lain membangun bangsa dengan akhlak adalah dengan membudayakan nilai akhlak dalam kehidupasn bangsa, artinya nilai-nilai akhlak harus masuk kedalam sistem berbangsa dan bernegara, dalam perundang-undangan yang mengikat. Sebagai contoh, kejujuran seseorang bersumber dari hatinya. Membudayakan kejujuran kepada bangsa bukan dengan menyerahkan kepada hati masing-masing warga negara, melainkan melalui sistem transparansi dimana peluang untuk tidak jujur menjadi semakin sempit. Setiap warga negara, terutama para penyelenggara negara haruslah terakses kekayaannya oleh sistem pengawasan. Sistem tersebut mengharuskan setiap warga negara memiliki file yang merekam setiap transaksi, dan setiap saat mereka harus bisa membuktikan asal usul harta kekayaannya secara sistemik dan terbuka.

Sistem file dan transparansi tersebut akan memperkecil ruang gerak orang yang bertindak tidak jujur dalam aktifitas ekonomi. Sistem itu juga harus mencakup sanksi terhadap ketidak jujuran warga yang juga dilaksanakan secara terbuka. Meski boleh jadi orang mematuhi peraturan itu belum tentu dilandasi oleh niat ibadah, tetapi sistem yang berjalan lama akan membentuk perilaku masyarakat. Tugas para agamawan secara mikro mengingatkan masyarakat untuk mematuhi peraturan dan menghubungkan etos kepatuhan itu dengan taat ibadah. Secara makro para agamawan mengingatkan kepada para pemimpin bangsa dan penyelenggara negara untuk menjadi contoh dalam hal kepatuhannya kepada peraturan, termasuk pemberlakuan sanksi jika ada pemimpin yang melanggar peraturan.

Karakteristik tiap bangsa berbeda-beda, dan efektifitas sistem juga berbeda-beda. Pada bangsa yang tingkat pendidikanya tinggi maka demokratisasi, kebebasan dan keterbukaan sangat efektip dalam membangun karakter dari bangsa itu, tetapi pada bangsa yang tradisionil dan tingkat pendidikan warganya tidak merata maka keteladanan seorang pemimpin lebih efektip dibanding demokratisasi dan keterbukaan.

Read More
posted by : Mubarok institute

Sunday, November 07, 2010

Ajakan Din Syamsudin
Jumat beberapa minggu lalu saya termasuk yang diundang oleh Din Syamsudin dalam pertemuan tokoh nasional di kantor PP Muhammadiyah. Disitu hadir antara lain Rizal Ramli, Wiranto, Yusuf Kalla, Mahfud MD, Fadjrul Rahman, Sutrisno Bachir, Fuad Bawazir dan lain-lain, juga hadir Marzuki Ali, meski sebentar. Wartawan yang hadir jauh lebih banyak .

Seperti yang tertulis di banner dan juga diantar oleh Din Syamsuddin inti pertemuan tokoh itu adalah untuk merumuskan problem bangsa ini apa dan bagaimana solusinya. Inginnya, forum itu bisa membuat diagnose nasional dan solusi nasional. Keinginan itu didorong oleh penilaian mereka bahwa lembaga Negara seperti DPR-MPR sudah tidak bisa diharap, bahkan Pemerintah, kata Din, sudah tidak ada fungsinya, wujuduhu ka`adamihi, mengutip istilah bahasa Arab.

Dari apa yang dikatakan oleh para tokoh, sesungguhnya tidak ada hal yang baru, kritikan mereka sudah menjadi kalimat rutin; Rizal Ramli kembali menyebut demokrasi kriminal, Fadjrul Rahman mengulangi kritik tajam yang sudah disampaikan sejak lima tahun yang lalu, Sutrisno Bachir sebagai alumni PAN bercanda-canda, Pak Wiranto ada sedikit interospeksi karena menyadari bangsa ini lagi sakit, Pak JK yang karena mantan wakil Presiden dan mantan Capres pernyataanya relatip berbobot. Nah Mahfudz MD bicara pendek tetapi menyegarkan. Secara umum, kritik mereka lebih tertuju kepada Presiden SBY dibanding kesadaran sebagai tokoh yang bersama-sama melewati era sulit.

Pertemuan itu tidak sempat melahirkan suatu rumusan diagnose, apalagi solusi, tetapi semangatnya adalah menampung aspirasi ketidak puasan, sehingga akan dilanjutklan dengan pertemuan-pertemuan berikutnya hingga demo setahun KIB II. Sepertinya Din Syamsudin ingin menjadi saluran alternatip dari “asumsi” kebuntuan dan kegawatan.

Sesungguhnya sejak reformasi 1997 dan kejatuhan Suharto, orang berusaha merumuskan diagnose bangsa sekaligus menawarkan terapinya. Amin Rais, Ketua Muhammadiyah misalnya menyimpulkan bahwa krisis bangsa ini bersumber dari hilangnya sifat amanah dari bangsa, oleh karena itu solusi yang ditawarkan adalah mendirikan PARTAI AMANAT NASIONAL. Hidayat Nurwahid lebih memandang ketidak adilan yang menjadi penyebab krisis nasional, oleh karena itu solusi yang ditawarkan adalah berdirinya PARTAI KEADILAN.

SBY melihat akar masalahnya pada demokrasi yang tidak relevan, karena berdemokrasi tetapi orangnya tidak demokrat, maka solusi yang ditawarkan adalah berdirinya Partai DEMOKRAT. Gus Dur nggak pusing sebabnya apa, yang penting bangsa ini harus bangkit, maka solusi yang diajukan adalah berdirinya PARTAI KEBANGKITAN BANGSA.

Nah, rumusan2 dan tawaran solusi yang berbeda itu diajukan bersama ke pentas politik. Diatas segalanya reformasi yang digulirkan mas Amin Rais dulu tidak konsepsional, lebih bersifat improvisasi dan didorong oleh kemarahan kepada Suharto, kepada ABRI, kepada Golkar dan kepada Orde Baru. Dalam kurun waktu 10 tahun lebih reformasi, , Amin Rais pernah jadi Ketua MPR, Gus Dur pernah jadi Presiden, Megawati menikmati sisa masa jabatan Gus Dur, dan SBY terpilih jadi presiden, tetapi reformasi gagal mengantar bangsa pada tatanan negara yang mapan. Amandemen demi amandemen justeru memojokan bangsa pada sistem yang tumpang tindih, tidak jelas siapa yang menumpang dan siapa yang ditindih.

Pilihan rakyat langsung kepada SBY pada pilpres 2004 tidak begitu bermakna dalam memperkokoh sistem presidensial, karena sistem Presidential Setengah hati membuat siapapun Presidennya tidak bisa power full. Begitupun terpilihnya kembali SBY dalam pilpres 2009 dengan satu putaran, satu hal yang semestinya luar biasa, (Presiden Incumbent terpilih satu putaran) tidak juga memperkuat sistem presidensial.

Ada empat model sistem presidensial , Pertama; presidensialisme efektip, dengan personal presiden hard, dan koalisi yang solid. Kedua; Presidensialisme akomodatip, dengan personal presiden soft tapi koalisi solid. Ketiga : presidensialisme konfrontatip, dengan koalisi cair tetapi personal presiden sangat hard. Keempat model presidensialisme reduktip, atau presidentsial setengah hati, yakni personal presiden soft, struktur konstitusi tumpang tindih, jumlah partai terlalu banyak, ideologinya ngambang, tapi control parlemen sangat kuat, dan koalisinya sangat cair. Model keempat inilah yang sedang berlangsung di negeri kita.

Dalam rentang sepuluh tahun reformasi, muncul diagnosa baru dan tawaran solusi baru. Wiranto menyimpulkan bahwa akar masalah krisis bangsa adalah matinya nurani bangsa, oleh karena itu Pak Wiranto menawarkan solusi dengan mendirikan Partai HATI NURANI RAKYAT atau HANURA’. Din Syamsudin yang Ketua Umum Muhammadiyah memandang bangsa ini butuh pencerahan. Din jangan-jangan malah terobsesi oleh namanya sendiri, Syamsuddin. Dalam bahasa Arab Syamsuddin artinya adalah matahari agama. Jika nama ini dibumikan dalam politik maka berarti bangsa ini membutuhkan pencerahan dari matahari. Oleh karena itu solusi yang ditawarkan adalah melahirkan PARTAI MATAHARI BANGSA, sebagai adik tiri PAN.

Begitulah hiruk pikuk resep politik nasional, campuran berbagai resep itu tidak membuat bangsa ini sehat, tetapi malah menjadi tambah puyeng, seperti kata pak Wiranto ekpresi pemimpin kita seperti orang sakit kepala. Bayangkan, baru satu tahun usia kabinet SBY Budiono, produk pilihan rakyat langsung satu putaran, sudah dicanangkan gerakan penggulingan SBY. Rizal Ramli juga mengancam; jika SBY tidak mau berubah, rakyat yang mau merubah. Hampir di setiap pilkada, yang kalah tak pernah menerima kekalahan, dan responnya menuduh kecurangan, mengajukan ke MK, semua yang kalah bilang “demokrasi kriminal” atau yang searti.. . Dalam forum –forum diskusi di semua tingkatan, banyak sekali diungkapkan kata seharusnya dan
semestinya, dalam resep yang ditawarkan, tetapi hampir semuanya berpijak pada “yang diinginkan” bukan yang dibutuhkan.

Rupanya, para pendiri negeri ini lebih arif dibandin g pemimpin generasi sekarang. Meski mereka berhasil mengusir penjajah hingga bangsa ini merdeka, mereka tidak menyombongkan perjuangannya yang pasti berat. Mereka lebih suka mengatakan bahwa hanya atas berkat rahmat Allah disertai keinginan luhur , bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya. Kini bangsa kita sedang defisit keinginan luhur.

Para pemimpin top saling berebut untuk menduduki kursi no. 1, dan dalam menuju kesana mereka saling tembak menembak. Sudah kalahpun tidak juga mangakui kekalahannya sehingga selama lima tahun mereka menyanyikan lagu rutin, penggulingan presiden. Selagi para pemimpin defisit keinginan luhur, maka keberkahan akan pergi dari negeri ini, meski kita memiliki kekayaan alam yang melimpah.

Sosialisasi keinginan luhur ditengah masyarakat yang sakit itu ibarat menebar benih di musim kemarau, tak mudah tumbuh. Tetapi jika kita tidak mau melakukan sekarang, maka nanti ketika musim hujan, yang tumbuh hanya alang-alang. Kita harus yakin bahwa tiada gelap yang selamanya. Solusi sekarang adalah tebarkan terus keinginan luhur kepada warga bangsa, nanti akan datang berkat dan rahmat Allah. Jika berkat dan rahmat Allah telah tiba, maka yang sulit menjadi mudah, yang beku menjadi cair. Insya Alloh.

@) Prof. Dr. Achmad Mubarok, MA, Guru Besar Psikologi Islam UIN,Anggauta Dewan Pembina Partai Demokrat)

Read More
posted by : Mubarok institute

Monday, November 01, 2010

Tentang Bashirah atau Nurani
Perasaan manusia yang paling mendalam biasanya disebut dengan kata hati, atau hati nurani. Nurani berasal dari kata Arab nur (nuraniyyun) yang artinya cahaya. Jadi hati nurani dapat disebut sebagai cahaya hati, atau lubuk hati yang terdalam.

Dalam al-Qur’an, nurani atau kata hati disebut dengan kata bashirah yang dapat diterjemahkan dalam pandangan mata hati (QS. 75 : 15) sebagai lawan dari pandangan mata. Jika qalbu yang memiliki karakter tidak konsisten itu masih dapat menipu diri dan pura-pura tidak tahu, maka nurani tetap jujur dan peka.

Nurani yang terpelihara, ibarat cermin yang bersih, yang dapat menampakan wajah apa adanya. Orang yang sering melakukan kejahatan, nuraninya bagaikan cermin yang tersiram cairan hitam sehingga hanya sedikit saja yang menampakan wajah asli pemiliknya, sedangkan orang yang melakukan kejahatan secara terbuka sebagaimana ia melakukan kebaikan (mencampur adukan kebaikan dan kejahatan) cermin nuraninya retak sehingga tidak mampu menampakan wajah pemiliknya seperti apa adanya. Jadi, jika nafs digambarkan seperti ruang yang luas di dalam diri manusia, dan qalbu merupakan kamar kecil di dalam ruang itu, maka nurani merupakan kotak kecil yang tersembunyi secara rapih dan kuat di dalam kamar qalbu.

Dalam ilmu tasawuf, nurani disebut sebagai nurun yaqdzifuhullloh fi al qalbi, yakni cahaya yang ditempatkan Tuhan di dalam hati atau cahaya ketuhanan, oleh karena itu nurani tidak bisa kompromi dengan kebohongan atau kejahatan. Karena nurani itu cahaya, maka efektifitasnya bergantung apakah terbuka atau tertutup. Cahaya nurani dapat tertutup oleh keserakahan dan perbuatan maksiat. Jika cahaya nurani tertutup maka orang itu seperti berjalan di tempat gelap, salah ambil, salah masuk, salah taroh dan sebagainya.

Orang serakah misalnya, sudah pangkatnya tertinggi dan penghasilannya terbanyak, masih juga menyikat jatah anak buahnya, kenapa? karena ia dalam kegelapan. Orang yang biasa berbuat maksiat maka iapun tidak bisa membedakan mana kamar isteri dan mana kamar pembantu, kenapa ? yak karena kegelapan.

Read More
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger