Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Tuesday, June 23, 2009

Pandangan Islam Tentang Pendidikan
Bagi konselor (agama) yang menangani konseling pendidikan, pertama tama ia harus memiliki wawasan Islam tentang pendidikan. Pandangan Islam tentang pendidikan dapat dirumuskan antara lain.

1. Bahwa belajar merupakan perintah utama dari agama Islam, tercermin pada ayat yang pertama kali turun surat al 'Alaq 1-4.

artinya: Bacalah dengan nama tuhanmu yang telah menciptakan, yakni telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah dengan nama tuhanmu yang Maha Mulia, yang telah mengajarkan dengan pena, yakni telah mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.

Membaca, secara psikologis mengandung muatan; proses mental yang tinggi, proses pengenalan (cognition), ingatan (memory), pengamatan (perception), pengucapan (verbalization), pemikiran (reasoning), daya kreasi (creativity) dan sudah barang tentu proses psikologi.

Secara sosiologis, membaca juga mengandung muatan: proses yang menghubungkan perasaan, pemikiran dan tingkah laku seseorang dengan orang lain. Membaca juga merupakan sistem perhubungan (Communication system) yang merupakan syarat mutlak terwujudnya sistem sosial. Selanjutnya penggunaan bahasa (yang tertulis dan dibaca) merupakan gudang tempat me¬nyimpan nilai-nilai budaya yang dipindahkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

2. Bahwa ilmu dan orang berilmu sangat dihargai dalam Islam. Apresiasi Islam terhadap ilmu bukan hanya terkandung dalam ajaran tetapi juga terbukti dalam sejarah, terutama sejarah klasik Islam. Dalam al Qur'an disebutkan bahwa orang mu'min yang berilmu dile¬bihkan derajatnya (Q/58:11). Mereka juga diberi gelar ulu al albab, ulu an nuha, ulu al abshar, dan zi hijr.(Q/39:9, Q/59:2, Q/20:54).

3. Memilih ilmu dibanding harta adalah merupakan keputusan yang tepat dan menguntungkan, baik secara moril maupun materiil. Ketika Nabi Sulaiman ditawari Allah SWT untuk memilih ilmu, harta atau kekuasaan, Sulaiman memilih ilmu, dan dengan ilmu maka ia kemudian memperoleh harta dan kekuasaan. Ali bin Abi Talib pernah berkata bahwa ilmu bisa menjagamu, sedangkan harta, engkaulah yang harus menjaganya. Harta jika diberikan kepada orang lain maka harta itu dapat berkurang, tetapi ilmu semakin sering diberikan kepada orang justeru semakin bertambah.

4. Perjuangan di jalan ilmu (sebagai murid, guru atau fasilitator) akan memudahkan jalan menuju kebahagiaan surgawi.

artinya: Barangsiapa memilih jalur ilmu maka Allah akan memudahkan jalan baginya ke surga. (H.R.Turmuzi)

5. Pertanggungjawaban ilmu adalah pada seberapa jauh mengamalkannya.

artinya: Ilmu tanpa amal bagaikan pohon tak berbuah.

artinya: Kelak di akhirat, manusia tidak bisa berkutik sbelum mempertangungjawabkan empat hal,(1) tentang umurnya, untuk berbuat apa saja, (2) tentang masa mudanyya untuk mempersiapkan apa saja, (3) tentang ilmunya, seberapa jauh ia mengamalkannya, dan (4) tentang harta, darimana ia memperoleh dan untuk apa harta itu digunakan. (Hadis)

6. Orang 'alim yang tidak mengamalkan ilmunya, secara moral dosanya lebih besar dibanding orang kafir (yang memang tidak memiliki ilmu).
artinya: Orang 'alim yang tidak mengamalkan ilmunya, akan disiksa lebih dahulu (di akhirat) sebelum siksaan bagi penyembah berhala (Zubad).

7. Pendidikan harus diorientasikan ke masa depan, untuk menyongsong dan mengantisipasi perkembangan mendatang.

artinya: Didiklah anak-anakmu berenang dan memanah, sesungguhnya anak-anakmu itu akan hidup pada zaman yang bukan zamanmu. (Ali bin Abi Talib)

8. Sesuai dengan kapasitas masing-masing, setiap orang diberi peluang yang pas untuk berkecimpung dalam bidang ilmu:
artinya: Jadilah kamu (1)orang pandai (dan mengajar), jika tidak bisa maka jadilah (2) murid, jika tidak maka jadilah (3)pendengar yang baik, jika mendengarpun tidak sempat, jadilah (4) orang yang mencintai ilmu, dan sekali-kali jangan menjadi orang yang ke lima (tidak pintar, tidak mau belajar, tidak mau mendengar dan tidak suka ilmu).

9. Jika mau menekuni suatu ilmu, pilihlah ilmu yang berguna, yang relevan dengan kemaslahatan hidup, jangan asal ilmu, Rasul pernah berdoa.

artinya: Ya Allah, aku berlindung kepada Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dan dari hati yang tidak khusyu', dan dari nafsu yang tidak mau kenyang serta dari doa yang tak dikabulkan. (H.R. Ahmad dalam Musnadnya)

10. lmu merupakan investasi jangka panjang.

artinya : Jika manusia mati maka putuslah produktifitas mereka, kecuali tiga hal, (1) amal jariah, (2) ilmu yang diambil manfaatnya oleh orang lain, dan (3) anak saleh yang selalu mendoakan kedua orang tuanya. (H.R. Bukhari)

11. Sumber ilmu ada dua, yaitu dari Allah SWT, melalui wahyu, ilham dan intuisi, dan ilmu yang diproduk oleh akal manusia.

12. Betapapun pandainya seseorang, ia tidak boleh menyombongkan diri, karena pasti ada orang lain yang melebihinya, dan hanya Allah Yang Maha Mengetahui.

13. Menurut Imam Gazali ada tiga kategori ulama, yaitu hujjah, hajjaj dan mahjuj. Ulama dalam kapasitas hujjah adalah orang yang alim, wara', zuhud dan mengutama¬kan agama dibanding yang lain. Hajjaj lebih dari itu, mampu membela agama dari serangan luar, dan mahjuj adalah ulama yang 'alim tetapi sifatnya tidak mulia karena ia lebih menyukai kehidupan dunia dibanding kemuliaan ukhrawi.

14. Dari tiga lingkaran pendidikan, rumah tangga, sekolah dan lingkungan masyarakat, pendidikan dalam rumah merupakan pondasi utama, meskipun sekolah dan lingkungan masyarakat juga besar pengaruhnya. Oleh karena itu contoh dan teladan orang tua kepada anak-anaknya di rumah besar sekali andilnya dalam pem¬bentukan generasi.

15. Ilmu boleh dipelajari dari sumber manapun yang tepat sesuai dengan bidangnya. Tidak mengapa seorang muslim belajar matematik kepada orang Kristen, bela jar teknologi kepada orang Yahudi, belajar berburu kepada orang primitif.

artinya: Ambillah hikmah itu dari manapun ia ke luar.

artinya: Hikmah itu ibarat barang milik mu'min yang hilang, yang bisa ditemukan di mana saja, oleh siapa saja.

16. Pergi merantau dalam rangka mencari ilmu dipandang sangat positif dalam pengembangan diri dan wawasan.
artinya: Tuntutlah ilmu, meski sampai jauh ke neegri Cina.
artinya: Merantaulah, engkau pasti akan menemukan pengganti dari orang-orang yang engkau tinggalkan. Bersusah payahlah, karena sesungguhnyya nikmatnya hidup itu justeru terasa dalam kesulitan. (Imam Syafi'i)

17. Jalan hidup yang benar akan membantu keberkahan ilmu, sementara jalan hidup yang salah akan menghi¬langkan nilai keberkahan ilmu.

artinya: Aku pernah mengeluh kepada kyai Waki' tentang kesulitan belajar, maka guruku menganjurkan agar aku menjauhi perbuatan maksiat. Dia juga mengajarkan kepadaku bahwa cahaya ilahiyyah tidak akan diberikan kepada ahli maksiat. (Imam Syafi'i)

18. Bahwa kewajiban belajar itu tidak dibatasi oleh umur, oleh karena itu hidup berumah tangga tidak menghalangi keharusan menuntut ilmu, atau nikah dan belajar dapat sejalan, tidak harus dipertentangkan. Prinsip pendidikan dalam Islam adalah pendidikan seumur hidup, long life education;

artinya: Tuntutlah ilmu sejak dari ayunan hingga ke liang lahat.

Read More
posted by : Mubarok institute

Monday, June 22, 2009

Konseling Pendidikan
Kualitas manusia diukur dengan tingkat kecerdasan dan ketinggian budipekertinya. Pada dasarnya setiap manusia telah dibekali perangkat untuk mengembangkan tingkat kecerdasan dan ketinggian budi pekertinya. Dari segi kejiwaan, sejak lahir manusia telah memiliki kapasitas yang berda-beda, tetapi dari segi pendidikan, manusia lahir dalam keadaan sama, yaitu bersih, dalam keadaan fitrah. Perjalanan hidupnyalah nanti yang akan menentukan corak dan tingkat kecerdasan serta kepribadiannya.

Ada manusia yang memiliki kapasitas tertentu mampu secara otodidak memahami fenomena alam dan sosial untuk kemudian menyimpulkannya sendiri tanpa bantuan suatu program, dan orang itu kermudian menjadi orang pandai, orang terpelajar. Sebaliknya ada orang yang telah diikutkan dalam suatu program pendidikan yang reguler, tetapi karena keterbatasan kapasitas dirinya, maka program pendidikan reguler yang diikutinya itu tak terlalu berhasil untuk mentransfer budaya yang ditawarkannya, sehingga meski jenjang pendidikannya panjang tetapi, tetapi ciri-ciri orang pandai tidak nampak pada orang itu.
Pendidikan dalam artinya yang luas , bermakna merubah dan memindahkan nilai kebudayaan kepada setiap individu dalam masyarakat. Proses pemindahan nilai budaya itu menurut Prof Hasan Langgulung dapat melalui;

(a). pengajaran, yakni pemindahan pengetahuan, bisa di sekolah, di rumah, di tempat bermain dan bisa dimana-mana. Proses pengajaran adalah memindahkan pengetahuan yang dimiliki seseorang kepada orang lain yang belum memilikinya dengan mengajarkan sebab-akibat dan memilah-milah suatu masalah.

(b). Proses pelatihan. Dalam hal menyetir mobil atau main sepakbola misalnya, maka pelatihan merupakan proses memindahkan budaya yang lebih cepat dibanding dengan proses pengajaran teori.

(c). Indoktrinasi, yaitu proses yang melibatkan seseorang untuk meniru atau mengikuti apa yang diperintahkan oleh orang lain.
Ketiga pendekatan itu; pengajaran, latihan dan indok¬trinasi nampaknya digunakan sekaligus dalam proses pendidikan di masyarakat.
Pendidikan adalah transfer budaya, sementara masya¬rakat manapun serta dalam tingkat manapun mereka dalam sejarah peradaban manusia, kebudayaannya mengandung unsur-unsur; (a) akhlak atau etik, (b) estetika atau keindahan, (c) sain atau ilmu pengetahuan, dan (d) teknologi.

Sejarah peradaban manusia menunjukkan bahwa setiap bangsa berbeda dalam menitik beratkan pendidikan, ada yang mengutamakan segi etik sambil menomorduakan yang lain, ada yang mengutamakan pendidikan teknologi sambil menomorduakan yang lain dan seterusnya. Idealnya keempat unsur itu diperhatikan secara proporsional dalam kebijakan pendidikan, tetapi kebijakan pendidikan pada suatu masyarakat belum tentu ditentukan oleh ahli pendidikan, terkadang pertimbangan politis justeru lebih dominan dalam penentuan kebijakan pendidikan, sehingga hasilnya secara makro tidak seperti yang diharapkan.
Secara individual, jika langkah pendidikan yang ditem¬puh tidak sesuai dengan kebutuhan atau kapasitasnya sering menimbulkan problem-problem kejiwaan.

Tujuan dan Lingkup Pendidikan
Setiap pendidikan mempunyai tujuan, dan tujuan pendidikan biasanya diazaskan pada falsafah dan pandangan hidup yang dianggap sesuai untuk kepentingan mengembangkan dan membentuk suatu generasi mendatang sebagai pewaris generasi sekarang. Falsafah hidup orang Barat yang liberal misalnya, falsafah pendidikannya yang bersifat pragmatis, untuk membentuk manusia yang pragmatis juga, sementara pendidikan di Rusia bertujuan untuk membentuk manusia komunis, dan Indonesia yang menganut falsafah Panca Sila, tujuan pendidikan yang ditetapkan oleh Pemerintah juga untuk membentuk manusia Pancasilais.

Adanya bidang studi kewiraan, SPPB, dan last but not least Penataran Panca Sila adalah mengacu kepada tujuan pendidikan tersebut. Demikian juga bagi ummat Islam yang memiliki ideologi Islam pastilah juga memiliki falsafah pendidikan Islam.

Sedangkan lingkup obyek pendidikan adalah aspek kepribadian (psikologik) dan aspek psikopisik atau psikomotorik. Istilah yang populer di kalangan Depdiknas adalah kognitip, afektip dan psikomotorik yang kemudian dipopulerkan menjadi cerdas, trampil dan takwa, maksudnya bahwa sasaran dan obyek pendidikan nasional Indonesia adalah membentuk generasi yang cerdas secara intelektual, memiliki kepribadian manusia Indonesia yang beragama serta trampil dalam bekerja, atau sebagai manusia Indonesia seutuhnya.

Read More
posted by : Mubarok institute

Sunday, June 14, 2009

Bashirah
Bahasa mengenal istilah hati nurani atau kata hati atau hati kecil untuk menyebut kejujuran seseorang atas diri sendiri. Kata nurani berasal dari bahasa Arab yang artinya cahaya, dan (nurani) artinya sejenis cahaya atau yang bersifat cahaya, sehingga hati nurani dapat disebut sebagai cahaya hati atau lubuk hati yang terdalam. Dalam bahasa Arab, hati nurani dalam konteks tersebut disebut bashirah.

Dalam bahasa Arab, berarti jendela hati, jika artinya pandangan dan lintasan hati sedangkan kata, jika dikaitkan dengan nama Tuhan maka artinya Allah mampu melihat sesuatu secara total, yang tampak maupun yang tidak tampak tanpa memerlukan alat. Jika dihubungkan dengan manusia, maka mempunyai empat arti, yaitu (a) ketajaman hati, (b) kecerdasan, (c) kemantapan dalam agama, dan (d) keyakinan hati dalam hal agama dan realita. Meskipun juga mengandung arti melihat, tetapi jarang sekali kalimat tersebut digunakan dalam literatur Arab untuk indra penglihatan tanpa disertai pandangan hati. Dengan demikian, maka hati nurani dapat dipahami sebagai pandangan mata hati sebagai lawan dari pandangan mata kepala.

Bashirah dalam arti nurani diisyaratkan dalam surat al-Qiyamah 14-15:

Bahkan manusia itu mampu melihat diri sendiri, meskipun dia masih mengemukakan alasan-alasannya (Q., s. al-Qiyamah / 75:14-15).

Sebagian mufasir, antara lain al-Farra', Ibn 'Abbas, Muqatil dan Sa'id ibn Jabir menafsirkan bashirah pada ayat ini sebagai mata batin, seperti yang dikutip oleh al-Maraghi, dan Fakhr al-Razi menafsirkan dengan akal sehat. Menurut Ibn Qayyim al-Jawzi, bashirah adalah cahaya yang ditiupkan Allah ke dalam Qalb, oleh karena itu ia mampu memandang hakikat kebenaran seperti pandangan mata.

Jika dikaitkan dengan sistem nafs manusia, maka arti bashirah yang tepat adalah seperti yang dipaparkan al-Farra’ dan Fakhr al-Razi, yaitu mata batin atau akal sehat. Akal yang sehat jika digunakan secara optimal memungkinkannya mencapai kebenaran, karena ia memiliki kekuatan yang sama dengan pandangan mata batin, dan itu akan muncul secara optimal pada orang yang memiliki.

Jika dibandingkan dengan qalb, maka hati nurani memiliki pandangan yang lebih tajam dan konsisten. Pada surat al-Qiyamah / 75:14-15 di atas disebutkan bahwa bashirah itu tetap bekerja melihat meskipun manusia masih mengemukakan alasan-alasannya. Ayat ini sebenarnya juga mengisyaratkan karakter qalb yang tidak konsisten, yang meskipun mengerti kebenaran tetapi masih berusaha mengelak dengan mengemukakan alasan-alasan. Jadi hati nurani tetap jujur dan konsisten meskipun hati manusia masih berusaha untuk menutup-nutupi kesalahannya atau berdalih dengan berbagai alasan. Kekuatan konsistensi bashirah adalah sangat wajar, karena seperti dikatakan oleh Ibn al-Qayyim al-Jawzi bahwa bashirah itu adalah nur Allah yang ditiupkan ke dalam qalb.

Bashirah atau hati nurani bukan hanya diperlukan untuk introspeksi diri, tetapi juga untuk secara jujur memahami dan mengakui kebenaran agama. Dalam surat Yusuf / 12:108 disebutkan:

Katakanlah, inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku, mengajak kamu kepada Allah dengan hujjah yang nyata (bashirah) (Q., s. Yusuf / 12:108).

Ibn katsir menafsirkan bashirah dalam ayat ini dengan mengatakan bahwa kebenaran agama Allah ini merupakan keyakinan yang bisa diuji dengan bashirah, baik dengan pendekatan syar'i maupun 'aqli.

Dari keterangan al-Qur'an menyangkut nafs maka struktur bashirah dalam sistem nafs dapat digambarkan sebagai berikut; Manusia memiliki dimensi rohani yang terdiri dari nafs,'aql, qalb, ruh dan bashirah. Nafs diibaratkan sebagai ruangan yang sangat luas dalam alam rohani manusia. Dari dalam nafs itulah manusia digerakkan untuk menangkap fenomena yang dijumpai, menganalisisnya dan mengambil keputusan. Kerja nafs dilakukan melalui jaringan qalb, ‘aql, dan bashirah, tetapi semua itu baru berfungsi ketika roh berada dalam jasad dan fungsi kejiwaan telah sempurna.

Qalb merupakan bagian dalam nafs yang bekerja memahami, mengolah, menampung realitas sekelilingnya memutuskan sesuatu. Sesuai dengan potensinya maka qalb merupakan kekuatan yang sangat dinamis, tetapi ia temperamental, fluktuatif, emosional dan pasang surut. Untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadap, qalb bekerja dengan jaringan akal, tetapi kondisi qalb dan akal seringkali tidak optimal sehingga masih dimungkinkan terkontaminasi oleh pengaruh syahwat, atau dorongan kepada hal-hal yang bersifat negatif, dan dalam keadaan demikian, 'aql dan qalb dapat melakukan belahan metal, yakni memandang sesuatu yang salah, dengan alasan-alasan yang dibuatnya, seakan-akan yang salah satu itu wajar. Bashirah bekerja mengkoreksi penyimpangan yang dilakukan oleh qalb dan 'aql. Dapat juga disebutkan bahwa kondisi qalb dan ‘aql yang tingkat kesehatannya optimum itulah yang disebut hati nurani atau bashirah.

Read More
posted by : Mubarok institute

Thursday, June 11, 2009

Qawlan Sadida
Manusia di samping memiliki temperamen dan karakter yang berbeda-beda, juga memiliki kesamaan-kesamaan yang bersifat universal. Pendekatan kepada manusia bisa dilakukan dengan pendekatan khusus jika manusia itu memiliki kekhususan yang menonjol, tetapi manusia sebagai kesatuan yang berbeda dengan kesatuan hewan adalah sebuah kesatuan entitas yang memiliki kesamaan ciri umum. Di antara ciri-ciri umum itu adalah kemampuannya berpikir logis. Manusia dalam pengertian di atas dapat diubah tingkah lakunya dengan pendekatan-pendekatan yang logis.

Dalam perspektif ini alQuran menyebut istilah (qawlan sadida), yang dapat diterjemahkan menjadi perkataan yang lurus atau yang benar. Term qawlan sadida disebut dua kali dalam al-Quran, yaitu dalam surat al-Nisa’/4-9 dan al-Ahzab/33:70-71:

Wahai orang yang beriman bertakwalah kamu kepada Allah, dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapatkan kemenangan yang besar (Q., s. al-Ahzab/33:70-71).

Perintah untuk berkata benar dalam ayat di atas didahului oleh perintah bertakwa, dan ayat 71 merupakan janji keberhasilan jika pendekatan itu dipergunakan. Jadi pelaksanaan dakwah dengan qawlan sadîda itu harus berdiri di atas landasan takwa. Pesan dari ayat tersebut adalah bahwa barang siapa yang berdakwah dengan qawlan sadîda dan dakwahnya berdiri di atas landasan takwa maka dakwahnya bukan hanya memiliki daya panggil terhadap mad'u tetapi juga akan membangun diri dâ'i. Aktivitas dâ'i yang benar itu atas pertolongan Allah akan menyebabkan perbuatannya menjadi konstruktif, karena suatu perbuatan yang didasari oleh kepatuhan kepada Allah dan Rasul-Nya, perbuatan itu sendiri sudah merupakan keberuntungan.

Menurut Ibn Manzhur dalam Lisan al Arab, kata sadid yang dihubungkan dengan qawl mengandung arti mengenai sasaran, (nashibul qashdi). Jadi pesan dakwah yang secara psikologis menyentuh hati mad’û-siapapun mad'û-nya-adalah jika materi yang disampaikan itu benar, baik dari segi logika maupun bahasa, dan disampaikan dengan pikiran takwa. Menurut Fazlur Rahman, takwa adalah aksi moral yang integral. Takwa adalah perbuatan kebaikan yang dilakukan sebagai perwujudan kapatuhan nafs kepada Allah SWT. Jadi dakwah yang benar adalah dakwah yang mempunyai bobot moral, moral force, dan keluar dari orang yang bermoral, orang yang bertakwa. Pesan moral yang disampaikan oleh orang yang tidak bermoral tidak mempunyai daya panggil, tidak akan mengubah tingkah laku mad'û, karena kebenaran dakwahnya digugurkan oleh dâi itu sendiri.

Seorang dai yang konsisten dengan pesan kebenaran dan didukung oleh integritas pribadinya yang mulia dijamin al-Quran bahwa dakwahnya bukan hanya mengubah tingkah laku mad'û tetapi juga membangun untegritas dirinya, (yushlih lakum a'mâlakum) dan karena motivasi takwanya yang kuat, maka kekeliruan-kekeliruan yang dilakukan menyangkut hal teknis, motode dan strategi, akan dimaklumi oleh manusia dan diampuni oleh Allah SWT, (yaghfir lakum dzunûbakum). Selanjutnya komitmen dâ'i kepada kebenaran universal, (al-Quran dan hadits) sudah merupakan keberuntungan tersendiri (fawzan adzîman).

Read More
posted by : Mubarok institute

Tuesday, June 02, 2009

Nafs dan Tingkah Laku
Manusia dibedakan tingkah lakunya dengan hewan pada orientasi di balik tingkah laku. Jika ada seekor kuda tertawa jika ringkikannya dianggap sebagai ketawa maka tida ada penilaian atas tingkah laku kuda itu, mengapa tertawa dan kepada siapa tertawa itu ditunjukan. Atau jika seekor menerkam burung kesayangan tuannya yang baru dibeli dengan harga mahal, maka tidak ada analisis terhadap tingkah laku kucing itu terhadap tuannya.

Akan tetapi jika seorang presiden tiba-tiba mengundurkan diri dari jabatannya, maka berbagai analisis dilakukan untuk mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi, dan berbagai hal dikaitkan dengan keputusan presiden tersebut. Hal itu terjadi karena tingkah laku manusia tidak berdiri sendiri sebagai tingkah laku, tetapi berhubungan dengan motivasi yang ada dalam nafs-nya. Oleh karena itu satu jenis tingkah laku yang dilakukan oleh lima orang belum tentu bermakna satu, tetapi mungkin memiliki dua makna atau bahka lima makna. Tingkah laku manusia bisa berwujud perbuatan, perkataan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, dan juga bisa bersifat fisik serta kegiatan mental.


Salah satu tema pokok al-Qur’an adalah manusia, dan di dalamnya banyak sekali disebutkan tentang tingkah laku manusia. Bahasa tentang tingkah laku manuisa memang menarik, karena berbeda dengan tingkah laku hewan yang hanya dipusatkan perhatiannya pada aspek lahirnya tingkah laku manusia justru menarik untuk dikaji aspek batin dari tingkah laku lahir itu, karena tingkah laku manusia dipandang sebagai gejala dari nafs-nya. Kajian psikologi misalnya merumuskan ciri-ciri tingkah laku manusia yang membedakan dari makhluk lainnya dengan lima ciri:

1. Memiliki kepekaan sosial. Artinya manusia mampu menyesuikan tingkah lakunya dengan harapan dan keinginan orang lain. Seseorang akan melakukan sesuatu di depan orang yang sedang besedih hati, berbeda dengan jika ia berada di hadapan orang yang sedang bergembira ria.

2. Memiliki kelangsungan. Tingkah laku atau perbuatan seseorang tidak terjadi secara sporadis, tetapi selalu ada kelangsungan atau kontinuitas antara satu perbuatan dengan perbuatan sebelum atau sesudahnya.

3. Memiliki orientasi kepada tugas. Tiap-tiap tingkah laku manusia selalu mengarah kepada suatu tugas tertentu, bahkan seseorang yang sengaja segera pergi tidur malam ternyata memiliki orientasi kepada tugas yang akan dikerjakan pada esok harinya.

4. Mengandung nilai usaha dan perjuangan. Seseorang yang berusaha berebut naik bus di terminal misalnya, meskipun jumlah bus di tempat itu sangat banyak tetapi ia hanya berusaha menaiki bus yang menjadi pilihan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

5. Memiliki keunikan. Meski lima orang melakukan satu jenis perbuatan, tetapi makna dan kualitas dari perbuatan itu berbeda-beda, karena setiap individual memiliki ciri-ciri dan sifat tersendiri yang membedakannya dari orang lain.

Menurut al-Qur’an, tingkah laku manusia memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: (1) Terkendali, (2) Mengandung unsur tanggung jawab, (3) Bersifat lahir dan batin (4) Berkatagori tingkah laku individual dan tingkah laku kelompok.

Read More
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger