Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Tuesday, January 27, 2009

Sunatullah & Keadilan
Keadilan adalah kata jadian dari kata adil yang terambil dari bahasa Arab ‘adala - ‘adl. Dalam bahasa Arab kata ‘adl mengandung arti “sama”, terutama dalam hal yang bersifat immateriil. Dalam kamus Bahasa Indonesia, kata adil diartikan sebagai (a) tidak berat sebelah/tidak memihak, (b) berpihak kepada kebenaran, dan (c) sepatutnya/tidak sewenang-wenang. Jadi dibalik kata adil terkandung arti memperlakukan secara sama, tidak berpihak kecuali atas dasar prinsip kebenaran dan kepatutan, atau seperti yang disebut dalam ungkapan bahasa Arab, wadl‘u assyai’ fi mahallihi, artinya menempatkan sesuatu pada tempatnya. Kata adil mengisyaratkan adanya dua pihak atau lebih yang harus diperlakukan secara “sama”.

Dalam al Qur’an. Keadilan disebut dengan kata al ‘adl, al qisth dan al mizan. Kata al qisth mengandung arti “bagian” yang wajar dan patut, sehingga pengertian sama tidak harus persis sama, tetapi bisa beda bentuk asal substansinya sama. Sedangkan kata al mizan mengandung arti seimbang atau timbangan, merujuk pengertian bahwa keadilan itu mendatangkan harmoni (tidak jomplang) karena segala sesuatu diperlakukan atau ditempatkan sesuai dengan semestinya.

Alam tata surya misalnya, diciptakan Tuhan dengan mengetrapkan prinsip keseimbangan, wassama a rafa‘aha wa wadla‘a al mizan (Q/55:7). Dengan keseimbangan itu maka alam berjalan harmoni, siang, malam, kemarau, musim hujan, musim panas, musim dingin, gerhana, yang dengan itu manusia bisa menikmati keteraturan keseimbangan itu dengan menghitung jam, bulan, tahun, cuaca, arah angin dan sebagainya. Dengan keseimbangan (mizan) alam ini , manusia kemudian menyadari tentang ozon, efek rumah kaca dan sebagainya.

Demikian juga keseimbangan yang ada pada tata bumi, struktur tanah, resapan air, habitat makhluk hidup, kesemuanya diletakkan dalam sistem keadilan, yakni sistem yang menempatkan seluruh makhluk dalam satu siklus dimana kesemuanya diperlakukan secara “sama”, proporsional dan sepantasnya.

Semua makhluk hidup sampai yang sekecil-kecilnya disediakan rizkinya oleh sistem tersebut. Sistem keadilan dan harmoni itu membuat semua makhluk memiliki makna atas kehadirannya. Kotoran manusia yang oleh manusia dipandang najis, menjijikkan dan membahayakan kesehatannya, ternyata ia sangat bermakna bagi ikan gurame di kolam, yang dengan menu najis itu ikan gurame menjadi gemuk. Kehadiran ikan gurame yang gemuk selanjutnya menjadi sangat bermakna bagi manusia, karena dibutuhkan gizinya.

Allah menciptakan dan mengelola alam ini dengan keadilan sebagai sunnatullah, maka Allahpun mengetrapkan prinsip keadilan ini pada kehidupan manusia. Hukum sunnatullah itu bersifat pasti dan tidak bisa diganti, oleh karena itu siapapun yang berlaku adil maka dialah yang berhak menerima buahnya berupa kehidupan yang harmoni, sebaliknya siapapun yang menyimpang dari prinsip keadilan (zalim) ia akan memetik buahnya berupa ketidak harmonisan.

Sunnatullah berlaku pada alam, pada tubuh manusia, pada kehidupan indifidu manusia, pada kehidupan keluarga, kehidupan masyarakat, kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu ada perintah untuk berlaku adil meski kepada diri sendiri, berlaku adil kepada orang yang menjadi tanggung jawabnya dan ada juga keharusan menegakkan keadilan sosial.

Read More
posted by : Mubarok institute

Monday, January 26, 2009

Sunnatullah Dalam Sejarah manusia
Surat al Ahzab ayat 38 (terjemahannya) menyebutkan; ……..Allah yang telah menetapkan yang demikian sebagai sunnatullah pada mereka yang telah berlalu dahulu, dan adalah ketetapan Allah itu suatu kadar yang pasti berlaku. Surat al Qamar ayat 49 menyebutkan bahwa segala sesuatu itu diciptakan Tuhan dengana qadar, inna kulla syai’in khalaqnahu bi qadar. Pada dua ayat tersebut terdapat kata qadar yang berarti ukuran. Yang pertama dihubungkan dengan sejarah manusia, dan yang kedua berhubungan dengan fisika, dengan materi dan unsur. Dalam fisika tiap benda (seperti kayu, besi, perak, seng, emas, hewan, tumbuhan, dan air) mempunyai ukuran atau kadar yang jika terjadi persenyawaan antara dua atau lebih kadar maka pola percampuran itu akan membentuk materi baru. Unsur oksigen misalnya, jika bergabung dengan hidrogen, maka akan membentuk senyawa cair yang disebut air.

Demikian juga dalam Kimia dijumpai kadar-kadar unsur, misalnya dalam Al (almunium) diketahui jumlah proton yang terkandung di dalamnya ada 13, unsur Cu. (tembaga) jumlah protonnya 47, unsur Pt (platina) jumlah protonnya 78, unsur Ni (nikel) jumlah protonnya 28, dan seterusnya pada benda-benda lain seperti besi, air dan air raksa. Kadar-kadar itu ditentukan Tuhan dengan sangat rapi, melahirkan hukum-hukum kauniyyah (hukum alam) yang bisa dipelajari, diprediksi dan direkayasa.

Demikian pula kadar-kadar dalam kehidupan manusia. Al Qur’an bukan hanya menyebut sunnatullah pada benda, tetapi juga pada hukum kehidupan manusia, seperti formulasi sunnatul awwalin, sunnata man qad arsalna qablaka, sunnatalladzina min qablikum, yakni hukum kehidupan yang telah dijalani oleh generasi terdahulu. Al Qur’an memperkenalkan tokoh sejarah masa lampau seperti Fir’aun, Tsamud, Ad, Haman, Jalut, Quraisy dan sebagainya, seperti juga menyebut tempat-tempat bersejarah seperti Badr, Uhud, Hunain, Thur Sina, Ahqaf, Saba dan lain sebagainya.

Dari sejarah masa lalu itu tergambar bagaiamana proses kebangkitan suatu ummat dan bagaimana proses kehancurannya, apa faktor-faktor kemenangan dan kegagalan dalam suatu perjuangan; bagaimana pertarungan antara pahlawan kebenaran dan pelaku kejahatan, bagaimana akibat dari perbuatan yang mengabaikan nilai-nilai moral, yang memeras golongan lemah, yang hidup berlebihan dan sebagainya. Dari sunnatul awwalin itu dapat diketahui bahwa ternyata sejarah mempunyai hukum-hukumnya sendiri dalam hal-hal tersebut diatas.

Piramide di Mesir juga puing-puing peninggalan zaman kuno menjadi bukti sejarah tentang kejayaan dan kehancuran suatu bangsa. Hukum yang berlaku sepanjang sejarah manusia merupakan sebagian dari sunnatullah yang berlaku secara pasti sebagaimana berlakunya hukum alam (natuurwet, natural law). Sejarah Rasul S.A.W menggambarkan berlakunya hukum sejarah tersebut. Mengapa Rasul harus bersusah payah melampaui derita demi derita, tahap demi tahap dalam menyebarkan agama Islam, padahal Muhammad adalah kekasih Allah, yang jika Allah menghendaki segala sesuatu bisa dikerjakan dengan kun fayakun, adalah karena Rasul tidak bisa menghindar dari sunnatullah.

Perjuangan Rasul memberi pelajaran kepada ummatnya bahwa keberhasilan dalam perjuangan membutuhkan syarat-syarat yang tidak bisa ditawar. Sebab-sebab keberhasilan dan kegagalan perjuangan bisa dipelajari, penyebab keberhasilan bisa dipersiapkan, dan penyebab kegagalan bisa dihindarkan. Begitulah sunnatullah dalam sejarah.

Read More
posted by : Mubarok institute

Monday, January 19, 2009

Jabatan
Sejarah juga menunjukkan tidak banyak pemimpin maupun pemerintahan Islam yang berhasil melaksanakan ajaran Rasulullah Saw. Dalam hal keikhlasan dan proses menjadi pemimpin saja, sesungguhnya telah banyak pemimpin-pemimpin Islam yang gagal di tengah jalan. Betapa banyak tokoh kita yang secara ambisius dan terang-terangan meminta jabatan, bahkan jika perlu merebutnya dengan segala cara. Padahal Rasulullah Saw. tidak menyukai hal tersebut.

Pernah, sahabat Abu Dzar Ra, berkata, “Wahai Rasulullah, mengapa paduka tidak mengangkatku sebagai pejabat?” Mendengar itu Rasulullah menepuk punggungnya seraya bersabda, “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau orang yang lemah, padahal sesungguhnya jabatan itu adalah amanah, yang pada hari kiamat nanti akan memunculkan cela dan penyesalan, kecuali bagi orang yang dapat melak¬sanakan hak amanat itu dan kewajibannya sebagai pejabat, sebagaimana seharusnya.” (HR. Muslim dan Abu Daud).

Petunjuk Rasulullah tadi bukan hanya dikemukakan kepada Abu Dzar saja, tetapi juga kepada Abdurrahman bin Samurah, “Wahai Abdurrahman! Janganlah kamu meminta pangkat kepemimpinan. Apabila kamu sampai diberi, maka hal itu akan menjadi suatu beban yang berat bagi dirimu. Lain halnya kalau kamu diberi tanpa meminta, maka hal itu tidak menjadi masalah bagimu”. Bahkan kepada Abu Musa dan dua orang keponakannya, Rasulullah kembali menegaskan, “Demi Allah, aku tidak akan memberikan pekerjaan tersebut ke¬pada seorang yang memintanya, apalagi kepada seseorang yang amat loba kepadanya.” (HR. Muslim).

Read More
posted by : Mubarok institute

Tuesday, January 13, 2009

Mati Syahid
Keutamaan orang mati syahid disebut al Qur’an disejajarkan dengan para Nabi, shiddiqin dan orang saleh seperti yang disebut dalam ayat berikut:

Barang siapa yang mentaati Alloh dan Rasul Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (Q/4:69).

Semboyan yang terkenal pada perjuangan fisik kemerdekaan RI limapuluh tujuh tahun yang lalu adalah Merdeka atau Mati. Sementara itu di lingkungan pejuang santri - Hizbullah - slogan yang dikumandangkan adalah ‘isy kariman aw mut syahidan, Hidup lah sebagai orang terhormat atau Mati sebagai syahid.

Bagi orang yang ingin tetap hidup, mati adalah sesuatu yang menakutkan, tetapi bagi orang yang mengutamakan makna hidup, mati tidak harus menakutkan, tergantung bagaimanna caranya mati. Orang kafir takut mati karena tidak tahu apa yang ada di balik kematian, seperti ketakutan seseorang pada kegelapan , sedangkan orang yanng memiliki motif mati syahid justeru merindukan kematian syahadah, karena terangnya keadaan di balik kematian, yakni kebahagiaan ukhrawi yang diyakini pasti lebih baik dibanding dunia dengan segala isinya.

Term syahid dalam berbagai kata bentukannya disebut al Qur’an sebanyak 160 kali, tetapi hampir semuanya mengandung makna kesaksian, al hudur ma’a al musyyahadah, baik yang berkenaan dengan Tuhan maupun yang berkenaan dengan manusia. Term syahadah - syuhada yang berkenaan dengan mati hanya terdapat dalam surat an Nisa 69 di mana dinyatakan bahwa orang yang mati syahid kelak akan dikumpulkan bersama para Nabi , shiddiqin dan orang-orang saleh.

Dari perbandingan itulah maka para mufassir kebanyakan berpendapat bahwa kesyahidan bukan hanya diperoleh melalui peperangan dan gugur melawan orang kafir. Imam al Fakhr ar Razi dalam Tafsir al Kabir misalnya menekankan bahwa orang yang mati syahid adalah orang yang mati dalam rangka kesaksiaannya atas kebenaran Islam. Dalam bahasa Arab, STTB atau ijazah juga disebut sebagai syahadah, karena lembaran kertas itu memberikan kesaksiaan atas tingkatan keilmuaan pemiliknya.

Terlepas dari perbedaan pandangan kesyahidan, tradisi Islam hinga kini tetap memuliakan kesyahidan. Imam Khumaini dalam Yad nama-yi Ustad-i Syahid Murtadla Muthahhari misalnya mengatakan bahwa Islam tumbuh melalui pengorbanan dan kesyahidan putera-putera tercintanya. Sejak pertama diwahyukan hingga kini, Islam selalu diwarnai syahadah dan heroisme.

Psikologi tidak mampu mengurai secara memadai adanya motif syahadah. Dalam teori Psikoanalisa misalnya dikenal adanya motif kematian, thanatos, tetapi syahadah sangat berbeda dengan thanatos. Instink thanatos bersifat agressif tetapi destruktif, sedangkan motiv syahadah meskipun juga agressif tetapi postif dan konstruktif, karena motiv syahadah berdiri di atas nilai-nilai mulia, yaitu menghancurkan kebatilan dan menegakkan kebenaran, sementara thanatos bekerja hanya untuk memuaskan motiv individualnya.

Kuatnya motiv mati syahid atau syahadah adalah karena kuatnya keyakinan atas apa yang akan diperoleh di alam akhirat, yang diyakini lebih baik dari apa yang dimilikinya di dunia. Al Qur’an memberikan dorongaan yang sangat kuat untuk memperoleh peringkat syahadah dengan menyatakan bahwa orang yang gugur syahid di jalan Alloh sebenarnya tidak mati, tetapi tetap hidup (Q/2:154, Q/3:169), dan tetap memperoleh rizki dari Alloh (Q/Q/22:58, Q/3:169). Kepada mereka dijanjikan bahwa amal mereka tidak sia-sia (Q/47:4), diampuni dosanya (Q/3:195), memperoleh pahala besar (Q/4:74) dan masuk sorga (Q/9:111, Q/3:195).

Sebuah hadis Nabi mengisahkan bahwa seusai peperangan, orang ribut menyebut seorang prajurit gagah berani yang telah gugur, dan mereka mengatakan ia pasti gugur sebagai syahid. Tetapi Nabi ternyata mengatakan tidak, dan setelah diteliti, dibalik baju prajurit yang gugur itu terdapat perhiasan emas. Rupanya prajurit itu sangat berani bukan untuk mencari ridla Alloh, tetapi berusaha memperoleh harta secara tidak fair. Wallohu a`lamu bissawab.

Read More
posted by : Mubarok institute

Thursday, January 08, 2009

Psikologi Islam
Manusia adalah makhluk yang berfikir dan merasa serta berkehendak dimana perilakunya mencerminkan apa yang difikir, yang dirasa dan yang dikehendakinya. Manusia juga makhluk yang bisa menjadi subyek dan obyek sekaligus, disamping ia dapat menghayati perasaan keIslaman dirinya, ia juga dapat meneliti keberIslaman orang lain. Tetapi apa makna Islam secara psikologis pasti berbeda-beda, karena Islam menimbulkan makna yang berbeda-beda pada setiap orang. Bagi sebagian orang, Islam adalah ritual ibadah, seperti salat dan puasa, bagi yang lain Islam adalah pengabdian kepada sesama manusia bahkan sesama makhluk, bagi yang lain lagi Islam adalah akhlak atau perilaku baik, bagi yang lain lagi Islam adalah pengorbanan untuk suatu keyakinan, berlatih mati sebelum mati, atau mencari mati (istisyhad) demi keyakinan.

Di sini kita berhadapan dengan persoalan yang pelik dan rumit, yaitu bagaimana menerangkan Islam dengan pendekatan ilmu pengetahuan, karena wilayah ilmu berbeda dengan wilayah Islam. Jangankan ilmu, akal saja tidak sanggup mengadili Islam. Para ulama sekalipun, meski mereka meyakini kebenaran yang dianut tetapi tetap tidak berani mengklaim kebenaran yang dianutnya, oleh karena tu mereka selalu menutup pendapatnya dengan kalimat wallohu a`lamu bissawab, bahwa hanya Allahlah yang lebih tahu mana yang benar. Islam berhubungan dengan Tuhan, ilmu berhubungan dengan alam, Islam membersihkan hati, ilmu mencerdaskan otak, Islam diterima dengan iman, ilmu diterima dengan logika.

Meski demikian, dalam sejarah manusia, ilmu dan Islam selalu tarik menarik dan berinteraksi satu sama lain. Terkadang antara keduanya akur, bekerjasama atau sama-sama kerja, terkadang saling menyerang dan menghakimi sebagai sesat, Islam memandang ilmu sebagai sesat, sebaliknya ilmu memandang perilaku keIslaman sebagai kedunguan. Belakangan fenomena menunjukkan bahwa kepongahan ilmu tumbang di depan keagungan spiritualitas, sehinga bukan saja tidak bertengkar tetapi antara keduanya terjadi perkawinan, seperti yang disebut oleh seorang tokoh psikologi tranpersonal, Ken Wilber; Pernikahan antara Tubuh dan Roh, The Marriage of Sence and Soul.(Ken Wilber, The Marriage of Sence and Soul, Boston, Shambala,2000).

Bagi orang Islam, Islam menyentuh bagian yang terdalam dari dirinya, dan psikologi membantu dalam penghayatan Islamnya dan membantu memahami penghayatan orang lain atas Islam yang dianutnya. Secara lahir Islam menampakkan diri dalam bermacam-macam realitas; dari sekedar moralitas atau ajaran akhlak hingga ideologi gerakan, dari ekpressi spiritual yang sangat individu hingga tindakan kekerasan massal, dari ritus-ritus ibadah dan kata-kata hikmah yang menyejukkan hati hingga agitasi dan teriakan jargon-jargon Islam (misalnya takbir) yang membakar massa. Inilah kesulitan memahami Islam secara ilmah, oleh karena itu hampir tidak ada definisi Islam yang mencakup semua realitas Islam. Sebagian besar definisi Islam tidak komprehensip dan hanya memuaskan pembuatnya.

Sangat menarik bahwa Nabi Muhammad sendiri mengatakan bahwa, kemulian seorang mukmin itu diukur dari Islamnya, kehormatannya diukur dari akalnya dan martabatnya diukur dari akhlaknya (karamul mu’mini dinuhu, wa muru’atuhu `aqluhu wa hasabuhu khuluquhu)(HR. Ibn Hibban). Ketika nabi ditanya tentang amal yang paling utama, hingga lima kali nabi tetap menjawab husn al khuluq, yakni akhlak yang baik, dan nabi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan akhlak yang baik adalah sekuat mungkin jangan marah, ( an la taghdlaba in istatha`ta). ( at Tarhib jilid III, h. 405-406).

Jadi pengertian Islam itu sangat kompleks. Psikologi Islam mencoba menguak bagaimana Islam mempengaruhi perilaku manusia, tetapi keberIslaman seseorang juga memiliki Islam corak yang diwarnai oleh berbagai cara berfikir dan cara merasanya. Seberapa besar Psikologi mampu menguak keberIslaman seseorang sangat bergantung kepada paradigma psikologi itu sendiri. Bagi Freud (mazhab Psikoanalisa) keberIslaman merupakan bentuk ganguan kejiwaan, bagi mazhab Behaviorisme, perilaku keberIslaman tak lebih sekedar perilaku karena manusia tidak memiliki jiwa. Mazhab Kognitip sudah mulai menghargai kemanusiaan, dan mazhab Humanisme sudah memandang manusia sebagai makhluk yang mengerti akan makna hidup yang dengan itu menjadi dekat dengan pandangan Islam. Dibutuhkan paradigma baru atau mazhab baru Psikologi untuk bisa memahami keberIslaman manusia.

Psikologi Barat yang diassumsikan mempelajari perilaku berdasar hukum-hukum dan pengalaman kejiwaan universal ternyata memiliki bias culture, oleh karena itu teori psikologi Barat lebih tepat untuk menguak keberIslaman orang yang hidup dalam kultur Barat. Psikologi Barat begitu sulit menganalisis fenomena Revolusi Iran yang dipimpin Khumaini karena keberIslaman yang khas Syi’ah tidak tercover oleh Psikologi Barat, sebagaimana juga sekarang tidak bisa membedah apa makna senyum Amrozi ketika di vonis hukuman mati. KeberIslaman seseorang harus diteliti dengan the Indigenous Psychology, yakni psikologi yang berbasis kultur masyarakat yang diteliti. Untuk meneliti keberIslaman orang Islam juga hanya mungkin jika menggunakan paradigma The Islamic Indigenous Psychology.

Psikologi sebagai ilmu baru lahir pada abad 18 Masehi meski akarnya menhunjam jauh ke zaman purba. Dalam sejarah keilmuan Islam, kajian tentang jiwa tidak seperti psikologi yang menekankan pada perilaku, tetapi jiwa dibahas dalam kontek hubungan manusia dengan Tuhan, oleh karena itu yang muncul bukan Ilmu Jiwa (`ilm an nafs), tetapi ilmu Akhlak dan Tasauf. Meneliti keberIslaman seorang muslim dengan pendekatan psikosufistik akan lebih mendekati realitas keberIslaman kaum muslimin dibanding dengan paradigma Psikologi Barat. Term-term Qalb, `aql, bashirah (nurani), syahwat dan hawa (hawa nafsu)yang ada dalam al Qur’an akan lebih memudahkan menangkap realitas keberIslaman seorang muslim.

Kesulitan memahami realitas Islam itu direspond The Encyclopedia of Philosophy yang mendaftar komponen-komponen Islam. Menurut Encyclopedia itu, Islam mempunyai ciri-ciri khas (characteristic features of religion) sebagai berikut :

1. Kepercayaan kepada wujud supranatural (Tuhan)
2. Pembedaan antara yang sakral dan yang profan.
3. Tindakan ritual yang berpusat pada obyek sakral
4. Tuntunan moral yang diyakini ditetapkan oleh Tuhan
5. Perasaan yang khas (takjub, misteri, harap, cemas, merasa berdosa, memuja) yang cenderung muncul di tempat sakral atau diwaktu menjalankan ritual, dan kesemuanya itu dihubungkan dengan gagasan Ketuhanan.
6. Sembahyang atau doa dan bentuk-bentuk komunikasi lainnya dengan Tuhan
7. Konsep hidup di dunia dan apa yang harus dilakukan dihubungkan dengan Tuhan
8. Kelompok sosial seiman atau seaspirasi.

Urgensi pendekatan Indigenous Psychology bukan saja karena Islam itu sangat beragam, bahkan satu Islampun, Islam misalnya memiliki keberIslaman yang sangat kompleks. Orang Islam ada yang sangat rational, ada yang tradisional, ada yang “fundamentalis” dan ada yang irational. KeberIslaman orang Islam juga ada yang konsisten antara keberIslaman individual dengan keberIslaman sosialnya, tetapi ada yang secara individu ia sangat saleh, ahli ibadah, tetapi secara sosial ia tidak saleh. Sebaliknya ada orang yang kebeIslamanya mewujud dalam perilaku sosial yang sangat saleh, sementara secara individu ia tidak menjalankan ritual ibadah secara memadai.



Read More
posted by : Mubarok institute

Monday, January 05, 2009

Jaminan Rizki
Orang sering keliru memahami ayat al Qur’an yang menyatakan bahwa Alloh SWT sudah menjamin rizki bagi semua makhluknya. Salah paham itu diwujudkan dengan tidak mau bekerja keras , tidak mau berusaha mencari rizki dengan alasan bahwa rizki sudah diatur oleh Tuhan, yang menjadi rizkinya tidak akan lari dan yang bukan rizkinya biar dikejar juga nggak bakal dapet, katanya. Ayat itu berbunyi wama min daaabbatin …..illa `alallohi rizquha, yang artinya tidak ada binatang melata satupun di muka bumi kecuali rizkinya sudah ditanggung oleh Alloh. Jaminan Tuhan ini diperuntukkan bagi seluruh makhluknya, termasuk nyamuk, cecak, semut bahkan kuman, mereka semua dijamin ketersediaan rizkinya. Alloh menciptakan alam ini sangat sempurna sebagai hunian makhluknya, masing-masing berfungsi bagi yang lain. Sampah menjadi pupuk pepohonan, limbah manusia menjadi konsumsi binatang atau ikan,pokoknya tidak ada energi yang terbuang, karena tidak ada satupun ciptaan Tuhan yang tak berguna, robbana ma kholaqta haza bathila, kata al Qur’an.

Kebutuhan
Sesungguhnya setiap makhluk termasuk manusia memiliki standard kebutuhan universal. Bagi binatang semua kebuTuhan hidupnya sudah terhampar di bumi, tinggal mengambil kapan menginginkan, tidak perlu memiliki gudang persediaan. Tetapi bagi manusia sebagai makhluk psikologis, makhluk social dan makhluk budaya, manusia memiliki konsep kebutuhan yang berbeda-beda, bahkan mana kebuTuhan primer dan mana yang sekunder manusia memiliki konsep yang berbeda. Bagi seorang dosen, buku adalah kebutuhan primer, tapi bagi petani di kampong buku masuk kategori kebuTuhan sekunder. Dari segi kecukupan, ada orang yang merasa sudah tercukupi jika kebuTuhan hari ini sudah tersedia, soal besok ya besok saja. Yang lain baru merasa tercukupi jika kebuTuhan untuk besok hari juga sudah tersedia. Yang lain lagi ada yang baru bisa tenang jika kebutuihan untuk satu bulan sudah berada dalam genggaman tangannya. Nah ada juga yang baru bisa tenang jika kebutuhan untuk tujuh turunan sudah terjamin.

Tingkatan rizki
Yang dimaksud dengan rizki adalah segala sesuatu yang memberi manfaat, kullu ma yustafad,.makanan menjadi rizki jika memberi manfaat,maka sate kambing pedas bukan rizki bagi orang yang mengidap sakit maag, atau pengidap darah tinggi. Gula bukan rizki bagi orang yang mengidap sakit gula. Sebaliknya udara, ilmu, tetangga, handai taulan,jabatan, suami,isteri adalah rizki jika itu semua memberi manfaat. Bahwa Tuhan sudah menyediakan rizki yang dibutuhkan oleh semua makhluknya adalah sepenuhnya benar , tetapi karena manusia memiliki konsep kebutuhan yang berbeda,maka jaminan rizki Alloh SWT kepada menusia diberikan secara bertingkqat.

a.Rizki Yang Dijamin. Rizki yang dijamin oleh Alloh SWT adalah kebutuhan dasar,kebutuhan universal, seperti oksigen, air, dan makanan.Dimanapun manusia hidup disitu dijamin ada sesuatu yang bisa dimakan agar manusia bisa tetap eksis.Di laut, di hutan bahkan di padang pasir sekalipun tersedia makanan danminuman untuk penghuninya.Manusia yang ditantang untukmencari dan mengolahnya. Tetapi kebutuhan pulsa, kosmetik dan yang sebangsa itutidak dijamin.

b.Rizki yang harus dipilih. Alloh menawarkan banyak fasilitas rizki, ada yang sangat bermutu, ada yang bermutu, yang kurang bermutu dan ada yang tidak bermutu. Bagi setiap orang ,rizki yang ditawarkan itu juga ada yang sangat cocok, cocok, kurang cocok dan ada yang tidak cocok. Nah manusia dipersilahkan memilih mana yang dipandang terbaik, sangat cocok dan halal,atau mau memilih yang meski kurang baik tetapi yang penting halal, atau yang dinilai bermutu, mudah memperolehnya,meski haram. Nah tiap orang akan menikmati tingkat manfaat dari rizki itu. Ada yang memperoleh sedikit, kurang bermutu, tetapi manfaatnya besar, disebut berkah. Ada yang memperoleh banyak,berkualitas tinggi tetapi tidak membawa manfaat, disebut tidak berkah.. Perampok atau koruptor bisa memperoleh dalam jumlah besar dalam waktu pendek, tetapi yang banyak itu ternyata tidakmembawa kebahagiaan,dan bahkan cepat habis tak berbekas.

c.Rizki yang harus diperjuangkan. Adakalanya Alloh SWT menyediakan begitu banyak rizki,tetapi orang tidak mudah mengambilnya, betapapun sudah menjadi pilihannya. Untuk mengambilnya orang harus berjuang keras melawan jarak,ruang dan waktu yang kesemuanya mengandung resiko berat, ada yang berhasil dan banyak yang gagal. Hanya orang kuat dan diridai Tuhan yang berhasil.

d.Rizki yang dihalangi. Ada orang kaya mendadak dengan memperoleh uang banyak dalamwaktu sekejap. Tetapi rupanya rizkiitu termasuk rizki yang dihalangi. Saking gembiranya dapat rizki nomplok orang itu menjadi gila, dan setelah gilamaka uang banyakitulalu menjadi tidak menjadi rizki, karena orang gila tidaklagi dapat menikmati kekayaan. Ada juga orang kaya yang mempunyai banyak hal, tetapi kemudian ia menderita sakit yang menyebabkan ia tidakbisa menelan makanan. Maka setelah itu makanan yang disantapharus melalui infus. Ia punya makanan banyak tetapi ia dihalangi untuk menikmati lezatnya makanan. Atau adalagi orang ganteng yang baru berhasilmempersunting gadis cantik. Tiba-tiba dalamperjalanan pulang turun dari gedung resepsi, ia terpeleset jatuh yang menyebabkan syaraf tertentu terganggu dan menyebabkan impoten permanen. Nah, isteri cantik itu tidaklagimenjadi rizki, sebaliknya menjadi siksaan, karena ia tidaklagi bermakna di depan isterinya.

Read More
posted by : Mubarok institute
Memaknai Tahun Baru 2009
Baru saja kita memasuki tahun baru 2009. Banyak orang menghitung secara teliti apa yang akan terjadi, sebagian lagi ada yang sudah siap-siap untuk bersenang-senang, sebagian lagi ada yang berdebar-debar, dan masih besar jumlahnya mereka yang tak peduli datang dan perginya tahun.

Berbicara tahun baru sesungguhnya adalah berbicara tentang waktu.. Jika diperbesar maka tahun menjadi windu dan abad, tetapi jika diperkecil maka tahun menjadi bulan,minggu,hari,jam,menit dan detik. Ada orang yang terfokus pada besaran angka tahun dan abad, disamping ada yang terfokus pada jam dan menit. Meski demikian waktu akan tetap berlalu, diperhatikan atau dilupakan.

Bagi manusia ekonomi, tahun baru 2009 mendatang sudah dapat dibayangkan sulitnya berbisnis karena dampak krisis global justeru baru benar-benar sampai ke Indonesia pada tahun 2009. Bagi Pemerintah Pusat, juga sudah terbayang beban berat yang harus dipikul pada tahun 2009, karena kondisi ekonomi yang berat, ekport turun, investor susah masuk, ancaman PHK buruh membayang disamping hiruk-pikuk hajatan pemilu dan pilpres. Tetapi bagi Partai Politik, tahun 2009 justeru sangat menggairahkan. Mereka berusaha menjual idenya dengan segala cara agar dibeli oleh pemilih pada pileg awal 2009, sekaligus mengincar kursi RI 1 dan RI 2 tiga bulan berikutnya.

Orang Barat yang materialistis memandang waktu sebagai uang, time is money. Kehilangan waktu sama dengan kehilangan uang, oleh karena itu mereka bisa menuntut ganti rugi dengan nilai uang jika mereka merasa terampas waktunya. Orang Arab memandang waktu lebih sebagai kesempatan berharga, al waqtu kassaifi, iza lam taqtho` qotho`aka. Waktu itu tak ubahnya sebilah pedang, jika tidak kau gunakan pedang itu maka ia akan memenggalmu.

Menurut hadis Nabi, waktu bukan diukur dengan panjang pendeknya, tetapi bergantung apa yang dikerjakan di dalamnya. Waktu sedikit yang produktip itu lebih baik dari pada waktu lama yang terbuang percuma. Sebaik-baik orang adalah orang yang umurnya panjang dan baik prestasinya, dan sebaliknya seburuk-buruk orang adalah juga orang yang panjang umurnya tetapi buruk prestasinya,Khoirunnas man thola `umruhu wa hasuna `amaluhu, wa syarrunnas man thola `umruhu wa sa’a amaluhu.

Demikian juga masa jabatan bagi pejabat. Satu kali masa jabatan yang produktip itu lebih baik dari beberapa kali masa jabatan yang destruktip. Seorang pemimpin yang baik menurut ukuran waktu adalah orang yang jejak kepemimpinannya berlangsung lama hingga puluhan tahun sepeninggalnya, karena selama menduduki jabatan, ia berhasil membangun sistem yang kuat dan aman, memberi peluang kepada orang yang produktip, dan mempersempit ruang orang untuk menyimpang. Etika agama mengajarkan bahwa waktu sesaat bagi pemimpin yang adil itu lebih berharga dibanding 60 tahun ibadahnya orang bodoh. Oleh karena itu Nabi menempatkan pemimpin yang adil (imamun `adilun) dalam deretan pertama tujuh kelompok manusia pilihan, (sab`atun fi dzilllillah yaumala dzillailla dzilluh).

Ada pengalaman kecil. Pada pertengahan Desember 2008 saya menghadiri pelantikan Gubernu Kaltim, Awang farook. Yang menarik, orang sangat terkesan kepada PLT Gubernur masa peralihan, yaitu Tarmizi Karim (mantan bupati Loksumawe) dan isterinya.Hanya dalam waktu lima bulan menjadi Pelaksana tugas Gubernur, Tarmizi dan isterinya bisa menanamkan pola perilaku seorang pemimpin Daerah, sehingga banyak orang memuji, dan secara terbuka orang berharap agar Gubernur terpilih dapat meniru perilaku Plt Gubernur.

Al Qur’an surat al`shr mengatakan, demi masa asar,(maksudnya usia senja atau masa-masa kritis dalam karir), sesungguhnya manusia pada masa itu berpotensi menderita kerugian, kecuali bagi mereka yang beriman, yang membuktikan imannya dalam bentuk perbuatan serta memiliki kepedulian dalam hal kebenaran dan kesabaran. Selamat Tahun Baru 2009, juga Tahun Baru Hijriah 1429.

Read More
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger