Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Tuesday, April 27, 2010

Infrastruktur Kepribadian 3
4.Pembiasaan Kepada Pola Tingkah Laku Konstruktif
Jika transfer ilmu pengetahuan dapat dilakukan melalui pengajaran maka pembentukan pola tingkahlaku merupakan tujuan dari pendidikan. Pendidikan adalah transfer budaya, sementara kebudayaan masyarakat manapun mengandung unsur-unsur (a) akhlak atau etik, (b) estetika, (c) ilmu pengetahuan dan (d) teknologi. Tingkahlaku manusia tidak selamanya logis, sebaliknya sebagian besar perilaku manusia justeru terbangun melalui pembiasaan. Orang yang sudah biasa bangun pagi tetap saja bangun pagi meski tidurnya terlambat. Enaknya masakan pedas bagi seseorang misalnya adalah bukan masalah logis tidak logis, tetapi lebih pada pembiasaan rasa. Demikian juga rasa bersih, rasa tertib, rasa disiplin juga tertanam melalui proses pembiasaan. Orang yang telah memahami logika kejujuran tidak otomatis menjadi orang jujur, sebaliknya boleh jadi pengetahuan itu justeru digunakan untuk mengelabui orang-orang lain yang berfikir jujur. Demikian juga sopan santun adalah sesuatu yang tidak mesti logis, tetapi ia terbentuk melalui pembiasaan.
Dalam pembentukan karakter seseorang, hal-hal yang perlu dijadikan kebiasaan tingkah laku adalah
a. sopan santun atau etiket,
b. hidup bersih dan tertib,
c. kejujuran dan disiplin.

a. Pembiasaan tingkah laku Sopan
Sopan santun atau etiket adalah akhlak yang bersifat lahir. Ukuran sopan santun bertumpu pada cara pandang suatu masyarakat. Artinya suatu tingkah laku yang dipandang sopan oleh suatu masyarakat mungkin dipandang sebaliknya oleh masyarakat lain, disebabkan karena cara pandang yang berbeda. Sopan santun diperlukan ketika seseorang berkomunikasi dengan orang lain; dengan penekanan terutama (1) kepada orang yang lebih tua, orang tua, guru atau atasan, (2) kepada yang lebih muda; anak, murid atau bawahan, dan (3) kepada orang yang setingkat, sebaya usia maupun setingkat status sosial. Sopan santun juga diperlukan ketika komunikasi kepada orang lain dengan kategori (1) kawan dan (2) lawan. Sopan santun kepada lawan mempunyai kekuatan diplomasi yang lebih kuat dibanding perilaku kasar. Kesopanan dapat menambat hati lawan, sementara kekasaran hanya menabur dendam.
Seorang hukama, Ahnaf bin Qais mengatakan bahwa  kunci kesuksesan orang dalam pergaulan itu secara bertingkat ada enam, (1)  kepekaan akal, (2) sopan santun tinggi, (3) sahabat sejati, (4) hati yang mengikat, (5) kemampuan untuk diam, dan (6) cepat mati. Maksud dari maqalah tersebut ialah bahwa sangat beruntung jika orang memiliki akal yang peka, yakni yang cerdas dalam mencari solusi tetapi juga mampu memahami situasi, yakni memiliki juga kecerdasan emosional.. Jika tidak mempunyai kepekaan akal, orang masih tertolong jika memiliki sopan santun yang tinggi. Kalaulah kurang sopan, tidak mengapa asal banyak memiliki sahabat yang bisa meyakinkan orang lain atas kekurangan itu, atau masih memiliki kelembutan hati meski disalah pahami. Jika keempat hal itu tidak ada pada seseorang, ia masih bisa selamat asal banyak diam, dan jika diampun tidak bisa maka yang terbaik baginya adalah cepat mati.
Sopan santun pada anak-anak tertanam melalui kebiasaan sehari-hari di rumah. Apa yang diajarkan dan dicontohkan oleh orang tua di rumah akan melekat pada diri anak itu. Sopan santu pada remaja tertanam disamping melalui kebiasaan di dalam rumah juga terbentuk melalui pergaulan dengan teman sebaya, melalui tontonan yang dilihat, melalui tata pergaulan yang dilihat dan diterapkan di sekolahnya. Sedangkan sopan santun pada orang dewasa disamping bermodalkan apa yang sudah dimiliki sejak kanak-kanak dan remaja , terbentuk melalui perilaku tokoh masyarakat, terutama tokoh yang dihormati atau yang diidolakan. Fatsoen politik kalangan elit yang tidak santun akan diikuti oleh mahasiswa dan masyarakat dengan perilaku yang lebih tidak santun.

Read More
posted by : Mubarok institute

Tuesday, April 20, 2010

Infrastruktur Kepribadian 2
3. Membangun Tokoh Idola
Pada masa anak dan remaja, motif imitasi dan identifikasi sedang dalam pertumbuhan dan mencapai puncaknya. Ketika masa kanak-kanak, ayah adalah tokoh identifikasinya. Bagi kanak-kanak figur ayah adalah tokoh yang terhebat dalam alam psikologinya. Seorang ayah yang bisa memenuhi motif identifikasi anaknya hingga anak itu meningkat remaja, maka ia akan tetap menjadi tokoh idola anaknya. Di mata anak, ayah tetaplah besar meski secara sosial mungkin tidak. Sebaliknya seorang ayah yang gagal menjadi tokoh idola anaknya ketika masih anak-anak dan remaja, maka di mata anak, ayah tetap tidak besar meskipun boleh jadi secara sosial ia adalah tokoh besar. Seorang anak membutuhkan ayah sebagai ayahnya sendiri, bukan ayahnya orang banyak. Dalam perspektif ini maka seseorang yang tidak mengenal siapa ayahnya (atau siapa ibunya) mengalami krisis identitas, karena kehilangan tokoh idola.
Untuk bisa menjadi idola anak, apa yang diinginkannya tentang anaknya, mau dibentuk menjadi apa dan siapa. Tanpa konsep itu maka seorang ayah tidak bisa mendesain kapasitas dan corak moralitas anaknya.
Pada usia sekolah kedudukan orang tua disaingi oleh guru. Ketika seseorang meningkat menjadi remaja, tokoh identifikasinya berubah kepada tokoh-tokoh “selebritis” terkenal. Ketika seseorang dalam usia mahasiswa, ketika mereka sudah bisa berfikir logis, bisa membandingkan berbagai aliran pemikiran dari literature yang dibaca, tokoh idola yang dipilih pada umumnya adalah tokoh yang memiliki gagasan yang kuat, khas, menonjol, melawan arus atau yang telah membuktikan mampu melahirkan karya-karya besar, apakah orang itu masih hidup atau sudah menjadi catatan sejarah. Bagi orang dewasa seusia mahasiswa, tokoh idola sangat berperan dalam membangun cita-cita masa depan. Pemikiran besar dari orang besar itu mengilhami orang muda untuk berfikir besar. Orang besar adalah orang yang ruang lingkup pemikirannya luas melampaui ruang sosial, ruang geografi serta ruang zaman dimana orang besar itu hidup. Tokoh-tokoh besar dunia yang banyak dijadikan idola pemuda antara lain, Hitler, Napoleon, Jamal Abdul Nasser, Sukarno, Imam Khumaini, Gaddafi dan lain-lain.
Pengenalan kepada orang besar itu bisa dilakukan dengan membaca biografinya atau mengunjungi jejak sejarah dari tokoh tersebut. Orang besar adalah orang yang bisa “bermimpi” tentang suatu hal yang mustahil tapi kemudian bisa mewujudkan impiannya dalam kenyataan. Semua karya besar pada mulanya secara sinis dipandang orang sebagai impian kosong.

Read More
posted by : Mubarok institute

Wednesday, April 14, 2010

Infrastruktur Kepribadian I
Membangun kepribadian bukanlah pekerjaan yang sederhana. Ia membutuhkan situasi psikologis dan sugesti yang kondusif bagi internalisasi nilai. Infrastruktur yang harus disediakan bagi pembentukan insan yang berkepribadian antara lain:
1.Pengetahuan tentang nilai
Tingkah laku manusia dipengaruhi oleh aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Jika sesorang memiliki nilai kapasitas yang seimbang dari ketiga aspek tersebut, maka secara teori ia dapat hidup harmoni dengan lingkungan dan dengan dirinya karena ia mampu mengamati dan merespon permasalahan secara benar dan proporsional. Jadi pengetahuan tentang nilai akhlak itu sangat besar pengaruhnya dalam pembentukan kepribadian terutama bagi anak yang memiliki fitrah bawaan yang baik. Pengetahuan tentang nilai-nilai akhlak bisa disampaikan; (a) oleh orang tua di rumah, sejak dini, melalui dongeng sebelum tidur, kemudian melalui nasehat rutin, nasehat khusus sehubungan dengan event-event penting, misalnya ketika akan berangkat merantau, ketika dalam proses memilih jodoh, ketika memulai hidup rumah tangga, ketika menduduki suatu jabatan dan sebagainya, (b) oleh guru sekolah, berupa pelajaran ilmu akhlak atau budi pekerti, meski pada umumnya lebih pada aspek kognitif, sedikit aspek afektif, tetapi disiplin sekolah, cukup besar pengaruhnya dalam diri si murid, sekurang-kurangnya masuk ke dalam alam bawah sadar, (c) oleh ulama atau orang bijak setiap usai shalat atau dalam pengajian, atau dalam pertemuan khusus, (d) oleh cendekiawan melalui forum diskusi, (e) melalui literatur yang terprogram, dan (f) bisa juga diperoleh dari peristiwa yang mengesankan hatinya yang kemudian dijadikan pelajaran.

2. Menciptakan lingkungan yang kondusif
Menurut suatu penelitian yang dikutip oleh Prof. Dr. Zakiah Dradjat, disebutkan bahwa perilaku manusia 83 % dipengaruhi oleh apa yang dilihat, 11% oleh apa yang didengar, dan 6 % sisanya oleh gabungan dari berbagai stimulus. Dalam perspektif ini maka pengaruh lingkungan terhadap pembentukan kepribadian orang sangat besar, di dalam rumah dan di luar rumah.
Tamsil perumpamaan kekuatan lingkungan disebutkan dalam hadis nabi yang mengatakan bahwa bergaul dengan orang baik itu seperti berdekatan dengan penjual minyak wangi, meskipun tidak membeli tetapi dirinya ikut berbau wangi karena watak penjual minyak wangi itu selalu menempelkan minyak wangi yang dijajakannya itu kepada setiap orang yang mendekat (sebagai promosi), sementara bergaul dengan orang jahat itu ibarat berakrab-akrab dengan tukang pandai besi (yang sedang bekerja), kalau tidak terpercik apinya, hampir pasti abunya akan mengotori pakaiannya.

Read More
posted by : Mubarok institute

Tuesday, April 13, 2010

Operator Baru
Mohon maaf sekitar 2 (dua) bulan lebih kami tidak bisa melayani pengunjung karena operator blog saudara Agussyafi'i berhalangan. Sementara itu Bapak Prof. Achmad Mubarok sedang dalam puncak kesibukan.
Kini baru ada operator baru, yakni saudara Adnan.

Selamat datang kembali di Blog Mubarok Institute

Read More
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger