Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Wednesday, October 31, 2007

AJI MUMPUNG 1
Budaya Jawa mengenal kesaktian. Orang sakti adalah oang yang memiliki kemampuan menghadapi hambatan dengan cara luar biasa, misalnya tidak mempan peluru atau senjata tajam, bisa berjalan diatas air, bisa menghilang dari pandangan mata dan sebagainya. Kesaktian ada yang diyakini bersumber dari kekuatan yang melekat pada dirinya, ada juga kesaktian yang melekat pada benda-benda tertentu. Benda yang memiliki tuah kesaktian itu disebut aji-aji, atau jimat, dri bahasa Arab `azimat”, ada yang berujud keris, cincin, besi kuning dan lain-lainnya. Orang yang ingin sakti biasanya ingin mengumpulkan benda-benda bertuah kesaktian sebanyak-banyaknya. Para pemimpin politik meninginkn aji-aji yang diperuntukkan guna memperkokoh kekusaananya, pernjahat menginginkan aji-aji yang untuk mempedaya korban, orang malas kerja menginginkan aji-aji yang dapat digunakan untuk memperoleh harta tanpa kerja, dan orang genit mencari aji-aji yang dapat digunakan untuk memelet lawan jenis.

Cara berfikir jalan pintas ini juga dilekatkan kepada pejabat birokrasi yang suka memperkaya diri dengan jalan pintas, yakni dengan mensiasati peraturan atau menyimpang dari aturan, atau nekad melanggar aturan demi unuk memperoleh uang banyak dalam waktu singkat. Praktek ini juga disebut korupsi. Pusat perhatian pejabat koruptor adalah pada bagaimana mengumpulkan kekayayaan sebanyak-banyaknya ke kantong sendiri selagi memegang wewenang, mumpung masih menjabat. Karena ada kesamaan cara berfikir dengan cara berfikir orang sakti yang menghadapi hambatan dengan cara luar biasa, maka kepandaian para kouptor ini disebut dengan aji mumung, yakni memanfaatkan peluang semaksimal mungkin selagi mememegang kekuasaan. Para pelaku aji mumpung ini memang orang yang memiliki kecerdasan menyangkut angka-angka, tetapi tidak cerdas menyangkut ruang dan waktu. Ia cerdas menghitung angka-angka rupiah yang bisa digelapkan, tetapi tidak cerdas pada ruang yang akan ditempati dan seberapa lama ia dalam keadaan tidak nyaman. Bayangkan , seorang mantan pejabat pemiilik aji mumpung bisa memiliki rumah sampai 25 rumah di Jakarta, deposito dengan entah berapa digit, tapi pada usia senja panca pension, ia terseret ke masalah hokum untuk mempertanggungjawbkan aji mumpungnya sewaktu menjabat, dan klimaknya tak satupun rumahnya yang bisa ditempati, karena ia harus menempati ruang kecil di penjara selama 7 tahun. Bayangkan, mestinya dalam usia senja tinggal berbahagia bersama cucu, ehh… malah waktunya harus dihabiskan di ruang sempit penjara.

Read More
posted by : Mubarok institute

Tuesday, October 30, 2007

Adil dan Zalim.
Adil artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya, yang salah ditempatkan pada kelompok orang salah dan yang benar ditempatkan pada kelompok orang benar. Keadilan hokum biasanya diukur dengan pasal-pasal dan ayat-ayat hokum, oleh karena itu seberapa lama orang jahat harus dihukum disesuaikan dengan bunyi pasal-pasal KUHP. Hanya saja harus dibedakan antara keadilan hokum dengan rasa keadilan. Keadilan berdasar KUHP belum tentu menjamin adanya rasa keadilan.

Pencuri ayam bisa dihukum enam bulan, sementara koruptor seratus juta yang setara dengan harga sepuluh juta ekor ayam bisa terhindar dari jeratan ayat-ayat hokum, karena ia pandai mensiasati pasal-pasal hukum. Nuansa keadilan adalah keseimbangan, oleh karena itu lambang lembaga hokum adalah alat timbang. Keseimbangan merupakan karakteristik alam ciptaan Tuhan yang Maha Adil. Jika keseimbangan alam dirusak oleh tangan manusia maka bencana menimpa manusia. Demikian juga penguasa yang tidak adil, dampaknya adalah bencana yang menimpa rakyatnya. Lawan dari adil adalah zalim.

Zalim berasal dari bahasa Arab dzolama - yadzlimu –dzulmun= dzulumat- dzalim-madzlum yang arti dasarnya adalah gelap. Orang zalim adalah orang yang perilakunya seperti orang yang berada dalam kegelapan sehingga ia tidak menempakan sesuatu pada tempatnya, mislnya orang yang tidak bersalah dihukum, uang milik Negara dimasukkan ke kantong sendiri, sudah punya isteri malah bawa isteri orang. Dalam bahasa sehari-hari orang zalim biasa disebut sewenang-wenang.

Read More
posted by : Mubarok institute
Kebijaksanaan
Jika zalim difahami sebagai meletakkan sesuatu pada tempatnya, bijaksana difahami sebagai meletakkan sesuatu tepat pada tempatnya. Pencuri professional sudah semestinya dijebloskan ke dalam penjara sesuai dengan bunyi pasal-pasal hokum, itu adil. Tetapi rasanya tidak bijaksana jika yang dipenjara itu orang miskin yang kelaparan dan terpaksa mencuri makanan.

Banyak orang pintar tetapi belum tentu bijak. Ke”bijak”an hanya dimiliki oleh orang yang bukan saja pintar, tetapi luas pandangan dan banyak pengalaman. Pengalaman sukses bisa memperkuat motivasi, tetapi belum tentu melahirkan ke”bijak”an. Sebaliknya kegagalan yang berkali-kali justeru bisa melahirkan karakter bijak. Oleh karena itu anak muda pada umumnya kuat, lincah dan tegas tetapi belum tentu bijak, nah orang tua, karena sudah banyak makan asam garam kehidupan, yang sukses dan yang gagal, maka ia bisa bertindak bijaksana.

Read More
posted by : Mubarok institute
Arif..
Kata arif berasal dari bahasa Arab `arofa –ma`rifat -`arif-ma`ruf yang arti dasarnya adalah kenal. Kenal berbeda dengan tahu. Tahu bersifat kognitip, bersifat pengetahuan, berbasis pengamatan atau teori. Sedangkan kenal sudah bersifat afektip berbasis pengalaman langsung. Ada seorang wanita yang sudah hidup bersama dengan suaminya selama 20 tahun, ternyata ia belum mengenal siapa sesungguhnya suaminya itu. Ia dibuat terkaget-kaget setelah mengenal siapa sesungguhnya manusia yang sudah seranjang selama duapuluh tahun, karena selama ini ia keliru pandang atau tertipu oleh penampilan lahir.

Sifat arif bukan hanya horizontal tetapi juga vertical. Orang yang scara vertical sudah arif disebut mencapai ma`rifat, yaitu mengenal Tuhan, bukan sekedar tahu ada Tuhan. Oleh karena orang arif sudah mengenal Tuhannya sebagai Yang Maha Baik,maka ia tabah ketika menerima kegagalan atau musibah, karena boleh jadi musibah itu hanya sekedar ujian yang diberikan Tuhan kepadanya. Ia sadar-sesadarnya bahwa kesulitan adalah bagian dari system kehidupan. Ia sadar bahwa Tuhan menciptakan system hukum dimana tidak ada gelap yang selamanya, setiap habis gelap pasti terbit terang. Begitupun dalam hidup, dibalik kesulitan ada kemudahan.

Orang arif tetap tersenyum dalam kesulitan, bersiap kecewa dan sedihpun tanpa kata-kata. Orang yang tidak arif mudah fgrustrasi, mengeluh dlam kesulitan, tidak siap kecewa, dan jika bersedih ia ungkapkan dengan berbagai kata cacian. Orang arif juga sudah mengenal dirinya, maka iapun tahu diri. Jika orang sudah mengenal siapa dirinya, pasti ia mengenal siapa Tuhannya, man `arofa nafsahu `arofa robbahu.

Read More
posted by : Mubarok institute

Thursday, October 25, 2007

Apa itu Cinta?
Cinta adalah salah satu sifat Alloh yang maha Agung, oleh karena itu juga di dalamnya, di dalam cinta ada keagungan, keagungan cinta. Manusia diperintahkan untuk meniru akhlak Alloh. Dalam hal cinta, orang yang memiliki perasaan cinta dan bisa mencintai adalah ma­nusia yang mulia.

Namun cinta itu bertingkat-tingkat. Menurut Imam al Ghazali, ada empat tingkatan kualitas cinta:

1. Ada orang yang hanya mencintai diri sendiri, cinta diri. Segala ukuran kebaikan hanya diukur dengan kepentingan dirinya. Ini adalah cinta yang paling rendah kualitasnya.

2. Ada orang yang mencintai orang lain sepanjang orang itu membawa keuntungan bagi dirinya. Jika ke­un­tungan dari cinta itu sudah tidak ada maka cintanya­pun putus. Cinta tingkat ini adalah cinta pedagang, cinta transaksional.

3. Ada orang yang mencintai orang baik, meski ia tidak diuntungkan sedikitpun dari orang yang dicintainya itu. Cinta tingkat ini sudah termasuk cinta yang agung.

4. Ada orang yang mencintai kebaikan murni terlepas dari siapapun yang memiliki kebaikan itu. Cinta tingkat ini adalah yang tertinggi, dan merekalah yang dapat mencintai Alloh, karena Alloh itu adalah kebaikan an sich.

Read More
posted by : Mubarok institute

Monday, October 22, 2007

Langkah Strategis Pemba­ngunan Keluarga Bangsa
Dengan assumsi bahwa dalam usianya genap satu abad (2045) bangsa Indonesia sudah harus dapat mewujudkan dirinya sebagai keluarga bangsa yang “sakinah”, maka langkah strategis sebagai kelanjutan atau koreksi atas reformasi,

adalah harus segera di­agen­dakan hal-hal sebagai berikut:

1. Menjamin pengelolaan Penyelengaraan Pemerintahan secara benar dan baik (good governance). Ciri pengelolaan penyelenggaraan Pemerintahan yang baik dan benar adalah keikut sertaan masyarakat luas yang diatur dalam sistem untuk mengawasi jalannya pemerintahan sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan pemerintahan bisa diakses infor­masinya oleh publik (transparan), sehingga bukan saja jendela katarsis terbuka tetapi proses politik di semua lapisan pe­merintahan dapat berjalan sesuai dengan jadwal putarannya, tidak stagnant. Jika sistem ini berjalan maka Pemerintahan yang bersih (clean government) mudah terwujud. Hal ini berkaitan dengan sikap terbuka yang harus dibudayakan, sebagai lawan dari feodalisme yang biasanya menyimpan “rahasia”. Budaya feodal Jawa dalam pemerintahan orde baru telah membuat korupsi seperti gunung es, dibuktikan susah, padahal praktek korupsi sudah sangat meluas. Membuang budaya feodal dalam pemerintahan caranya adalah dengan me­misahkan secara jelas mana urusan negara (publik) dan mana urusan pribadi. Kehidupan pribadi dihormati kerahasiaannya, tetapi urusan pemerintahan merupakan hal yang harus bisa diakses oleh publik, dan memang menjadi hak publik untuk mengetahuinya. Dalam kehidupan keluargapun, urusan hubungan suami isteri merupakan rahasia di dalam kamar tertutup yang tidak bisa diakses oleh angota keluarga, tetapi kebijakan dan perekonomian keluarga seyogyanya bisa diakses oleh semua anggauta keluarga.

2. Meningkatkan keamanan di tengah masyara­kat dan ketahanan wilayah NKRI. Hal ini berkaitan dengan profesionalitas dan harkat kepolisian dan TNI. Profesionalitas kepolisian dan TNI berhubungan dengan pendidikan dan peralatan yang dibutuhkan, sedangkan harkat mereka berhubungan dengan sistem rekruitmen dan sistem pembinaan jabatan karier. Sistem pendidikan dan sistem rekruitmen yang transparan logis akan merangsang semangat pengabdian. Sebaliknya sistem pendidikan dan rekruitmen yang sarat KKN akan melahirkan aparat yang mudah tergoda menjadi penindas, mafia dan backing kejahatan. Peralatan yang memadai akan meningkatkan harga diri dan efektifitas tugas sesuai dengan besarnya pen­duduk dan luasnya wilayah NKRI .

3. Membenahi Ekonomi Bangsa Secara Demo­kratis. Pemerintah harus mempunyai kemauan yang kuat untuk membenahi perekonomian bangsa dengan semangat pemihakan kepada rakyat banyak. Garis ekonomi bangsa harus imbang antara menerima perdagangan bebas sebagai konsekwensi adanya globalisasi dengan proteksi kepentingan nasional. Amerika yang sudah begitu majupun masih tetap melakukan proteksi bagi kepentingan ekonomi dalam negerinya.

4. Meningkatkan komitmen penegakan hukum. Hal itu harus dilakukan secara seimbang antara penyempurnaan perangkat hukum dengan keteladanan penegakan hukum tanpa pandang bulu. Belajar kepada Cina, penegakkan hukum secara tegas kepada elit politik secara drastis menurunkan angka kejahatan dan meningkat­kan kesejahteraan ekonomi secara spektakuler hanya dalam satu dekade. Kita harus mengem­bangkan dan memperkuat pranata-pranata demokrasi dan pembagian tugas dan wewenang yang jelas an­tara pemerintahan, perwakilan dan pengadilan.

5. Menetapkan strategi pendidikan nasional berorientasi setengah abad ke depan. Harus diakui bahwa generasi sekarang merupa­kan produk sistem pendidikan yang keliru, dan dampak negatipnya terhadap kualitas SDM masih belum hilang hingga sepuluh-duapuluh tahun mendatang. Cina selalu mengirim mahasiswa studi ke luar negeri, meski yang kembali hanya 10 %, sisanya tetap tinggal dan bekerja di luar negeri. Cina perantauan tidak dipandang sebagai penghianat bangsa, seba­liknya mun­culnya China town dimana-mana justeru menguntungkan ekonomi Cina dalam sistem ekonomi global. India melakukan stra­tegi pendidikan dalam bentuk menyediakan anggaran pendidikan yang sangat besar hanya untuk 10 % penduduknya. Hasilnya, 10% dari satu milyard penduduk India setara dengan seratus juta orang India merupakan SDM yang sangat terdidik, dan mereka kini menguasai pasar tenaga kerja skill di negara maju dan perda­gangan menengah di berbagai negara, sementara tenaga ahli kita bahkan kalah ber­saing di negeri sendiri, dan ke luar negeri hanya bisa mengirim tenaga babu. Pada waktu masa petro dollar 30 tahun yang lalu, Malaysia tidak meng­gunakan uangnya untuk membangun gedung, tetapi untuk mengirim putera-putera bangsa belajar di luar negeri, sedangkan kita mengha­biskan uang itu untuk membangun hutan beton di kota-kota (jasad bangsa) sementara anggaran pendidikan tetap hanya 10%. Sekarang Malaysia menikmati kualitas SDMnya dan kita meratapi kualitas SDM kita.

6. Menggalakkan diplomasi international. Sebagai bangsa besar, Indonesia harus rajin tampil dalam forum-forum international, merespon setiap ke­jadian penting di dunia dan mengambil peran aktif dalam usaha bersama menciptakan per­damaian dunia. Inisiatif Hasyim Muzadi (Ketua PBNU) menengahi konflik di Thailand secara jujur harus diacungi jempol. Paradigma penempatan dubes sebagai penghargaan atau pembuangan pejabat, harus diganti dengan paradigma diplomasi dan kaderisasi. Dubes tidak harus orang tua, tetapi boleh generasi muda. Dubes tidak harus anggun, tetapi boleh juga atau semestinya bisa menjadi penjaja dagangan atau salesman produk dalam negeri.

7. Meneruskan Rekonsili Nasional. Kita harus bisa menatap kesalahan masa lalu sebagai pelajaran berharga, sebagai dasar untuk menatap masa depan bangsa, dan selanjutnya berani menetapkan batas bahwa mulai hari ini masa lalu kita tutup, dan untuk selanjutnya segala kebijakan berorientasi kepada program masa depan.

Read More
posted by : Mubarok institute

Sunday, October 21, 2007

Selamat Hari Raya Idul Fitri
Tiada gading yang tak retak, Kami pengasuh rubrik Mubarok Institute mengucapkan mohon maaf lahir batin atas segala kekhilafan dan kesalahan. Selamat hari raya Idul Fitri 1428 H


Read More
posted by : Mubarok institute

Wednesday, October 03, 2007

S y a h i d
Barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (Q/4:69).

Semboyan yang terkenal pada perjuangan fisik kemerdekaan RI limapuluh tujuh tahun yang lalu adalah Merdeka atau Mati. Sementara itu di lingkungan pejuang santri - Hizbullah - slogan yang dikumandangkan adalah ‘isy kariman aw mut syahidan, Hidup sebagai orang terhormat atau Mati sebagai syahid.

Bagi orang yang ingin tetap hidup, mati adalah sesuatu yang menakutkan, tetapi bagi orang yang mengutamakan makna hidup, mati tidak harus menakutkan, tergantung bagaimanna caranya mati. Orang kafir takut mati karena tidak tahu apa yang ada di balik kematian, seperti ketakutan seseorang pada kegelapan , sedanngkan orang yang memiliki motif mati syahid justeru merindukan kematian syahadah, karena terangnya keadaan di balik kematian, yakni kebahagiaan ukhrawi yang diyakini pasti lebih baik dibanding dunia dengan segala isinya.

Term syahid dalam berbagai kata bentukannya disebut al Qur’an sebanyak 160 kali, tetapi hampir semuanya mengandung makna kesaksian, al hudur ma’a al musyyahadah, baik yang berkenaan dengan Tuhan maupun yang berkenaan dengan manusia. Term syahadah - syuhada yang berkenaan dengan mati hanya terdapat dalam surat an Nisa 69 di mana dinyatakan bahwa orang yang mati syahid kelak akan dikumpulkan bersama para Nabi , shiddiqin dan orang-orang saleh.

Dari perbandingan itulah maka para mufassir kebanyakan berpendapat bahwa kesyahidan bukan hanya diperoleh melalui peperangan dan gugur melawan orang kafir. Imam al Fakhr ar Razi dalam Tafsir al Kabir misalnya menekankan bahwa orang yang mati syahid adalah orang yang mati dalam rangka kesaksiaannya atas kebenaran Islam. Dalam bahasa Arab, STTB atau ijazah juga disebut sebagai syahadah, karena lembaran kertas itu memberikan kesaksiaan atas tingkatan keilmuan pemiliknya.

Terlepas dari perbedaan pandangan kesyahidan, tradisi Islam hinga kini tetap memuliakan kesyahidan. Imam Khumaini dalam Yad nama-yi Ustad-i Syahid Murtadla Muthahhari misalnya mengatakan bahwa Islam tumbuh melalui pengorbanan dan kesyahidan putera-putera tercintanya. Sejak pertama diwahyukan hingga kini, Islam selalu diwarnai syahadah dan heroisme.

Psikologi tidak mampu mengurai secara memadai adanya motif syahadah. Dalam teori Psikoanalisa misalnya dikenal adanya motif kematian, thanatos, tetapi syahadah sangat berbeda dengan thanatos. Instink thanatos bersifat agressip tetapi destruktip, sedangkan motiv syahadah meskipun juga agressip tetapi postip dan konstruktip, karena motiv syahadah berdiri di atas nilai-nilai mulia, yaitu menghancurkan kebatilan dan menegakkan kebenaran, sementara thanatos bekerja hanya untuk memuaskan motiv individualnya.

Kuatnya motiv mati syahid atau syahadah adalah karena kuatnya keyakinan atas apa yang akan diperoleh di alam akhirat, yang diyakini lebih baik dari apa yang dimiliknya di dunia. Al Qur’an memberikan dorongaan yang sangat kuat untuk memperoleh peringkat syahadah dengan menyatakan bahwa orang yang gugur syahid di jalan Allah sebenarnya tidak mati, tetapi tetap hidup (Q/2:154, Q/3:169), dan tetap memperoleh rizki dari Allah (Q/Q/22:58, Q/3:169). Kepada mereka dijanjikan bahwa amal mereka tidak sia-sia (Q/47:4), diampuni dosanya (Q/3:195), memperoleh pahala besar (Q/4:74) dan masuk sorga (Q/9:111, Q/3:195). Wallohu a`lam

Read More
posted by : Mubarok institute

Monday, October 01, 2007

PUASA; Sebuah Menejemen Peningkatan Kualitas diri
Manusia mempersepsi benda dengan ukuran-ukuran kualitas, emas diukur dengan karat, makanan diukur dengan kandungan gizi dan rasa, pakaian diukur dengan jenis bahan dan mode, burung diukur dengan keindahan bulu dan kicauannya, sapi diukur dengan berat dagingnya, pokoknya semua benda ada ukuran kualitasnya, dan dari ukuran itu ditentukan nilai dan harganya. Lalu bagaimana dengan kualitas diri kita ?

Kualitas Manusia
Manusia adalah makhluk yang mempunyai dua dimensi,; lahir dan batin, fisik dan psikis, jasmani dan rohani, maka kualitas manusia juga diukur dari dua dimensi. Kualitas fisik manusia disebut dengan sebutan ayu, ganteng, kuat atau lemah. Sedangkan kualitas ruhani manusia disebut dengan sebutan-sebutan lembut, halus, baik, jahat, jujur, pemaaf, sombong, cerdas, dungu dan lain sebagainya.

Kulitas Manusia Menurut al Qur’an.
Al qur’an mengintrodusir banyak istilah merujuk kepada kualitas diri manusia, seperti muslim, mu`min, muttaqin, mukhlish, muhsin, shalih, shabur dan halim, disamping kafir, musyrik, fasiq, munafiq, zalim dan jahil. Al Qur’an mengisyaratkan bahwa pada dasarnya manusia memiliki potensi menjalankan kebaikan dengan mudah (laha ma kasabat) dan harus bersusah payah melawan dirinya untuk berbuat jahat (wa `alaiha ma iktasabat). Akan tetapi daya tarik keburukan lebih kuat dibanding daya tarik kebaikan. Nabi menggambarkan dengan permisalan; surga itu dikelilingi oleh hal-hal yang tidak menarik (mahfufat bi al makarih) sementara neraka dikelilingi oleh hal-hal yang menarik ( mahfufah bi as syahawat) Oleh karena itu untuk bisa membangun kualitas diri, manusia harus bisa meminij dengan baik agar antara potensi, godaan dan peluang bisa disinergikan kearah kesempurnaan diri. Manusia memiliki hak ikhtiar untuk mencapai kualitas dirinya. Manusia diberi kebebasan untuk menjadi mu`min atau menjadi kafir (faman sya‘a fal yu’min waman sya’a fal yakfur)

Perangkat Diri
Manusia oleh Tuhan diberi perangkat diri yang memungkinkan meminij hidup hingga mencapai tingkat integritas yang tinggi, yaitu Akal, Hati, Hati Nurani, syahwat dan Hawa nafsu.

Akal (`aql) adalah problem solving capacity, yang dengan akal manusia bisa mengatasi masalah, bisa menemukan kebenaran tetapi bukan menentukan kebenaran. Kerja akal adalah berfikir.

Hati (qalb) adalah alat untuk memahami realita. Hal-hal yang tidak rationil bisa difahami oleh hati. Dengan bekerjasama dengan akal, hati bisa melakukan tafakkur. Hati bertindak sebagai “perdana menteri” dalam “cabinet” kejiwaan manusia, oleh karena itu hanya perbuatan yang disadari oleh hati yang berimplikasi kepada pahala dan dosa. Hanya saja, sesuai dengan namanya qalb, hati memiliki karakter tidak konsisten, bisa berubah-ubah.

Hati nurani (alqur’an menyebutnya bashirah) adalah cahaya (nur) Tuhan yang ditempatkan didalam hati (nurun yaqdzifuhulloh fi al qalb). Nurani memiliki hotline dengan Tuhan, oleh karena itu nurani konsisten jujur, tidak bisa diajak kompromi dengan kebohongan. Hanya saja cahaya nurani bisa tertutup oleh keserakahan dan kemaksiatan. Oleh karena itu orang serakah dan pendosa nuraninya mati. Hati Nurani bersinerji dengan akal dan hati, membuat manusia bukan saja bertafakkur, tapi bahkan bisa melakukan tadabbur.

Syahwat adalah dorongan kepada apa saja yang diinginkan (nuzu` annafs ila ma turiduhu) atau dalam psikologi disebut motiv atau penggerak tingkah laku. Syahwat bersifat netral dan manusiawi, oleh karena itu menunaikan syahwat dengan mengikuti tuntunan agama menjadi ibadah. Sebaliknya ngumbar syahwat bisa meluncur ke dorongan hawa nafsu dan perbuatan mksiat dan dosa.

Hawa nafsu merupakan syahwat rendah, yakni penunaian syahwat yang tidak memperdulikan nilai 2 moralitas dan akibat.

Lima Perangkat kejiwaan inilah yang bekerja merespon stimulus, mempersepsi, mempertimbangkan, dan memutuskan. Dengan perangkat itu manusia bisa berfikir, bertafakkur (merenung) dan bertadabbur. Jika manusia lebih mengikuti akalnya maka ia hidup rationil, jika lebih menggunakan hatinya maka ia perasa, jika mengikuti nuraninya maka pilihannya pasti tepat, jika ngumbar nafsu maka ia cenderung hedonis dan jika lebih mengikuti hawa nafsu maka ia pasti tersesat dan keputusannya keliru.

Puasa Sebagai Menejemen Spiritual
Puasa tidak sama dengan orang kelaparan. Orang kelaparan terpaksa tidak makan minum karena tidak ada yang bisa dimakan atau diminum, sedangkan orang berpuasa secara sadar meninggalkan makan minum sebagai bentuk pengendalian diri karena adanya perintah Tuhan. Orang kelaparan adalah wujud kelemahan, sedangkan orang berpuasa merupakan wujud kekuatan. Hanya orang kuat yang bisa mengendalikan dirinya untuk tidak makan minum padahal ia ingin dan makanan tersedia.

Oleh karena itu puasa bukanlah aktifitas fisik, tetapi aktifitas spiritual, karena yang bekerja jiwanya. Oleh karena itu kualitas puasa juga diukur secara spiritual, bukan materialnya. Ada tiga ranking kualitas puasa; awam (tingkat dasar), khusus (tingkat menengah)dan super khusus (tingkat tinggi). Orang awam hanya mulutnya yang puasa yakni meninggalkan makan minum, sedangkan orang khusus mulutnya juga berpuasa dari kata-kata yang tidak perlu, matanya berpuasa dari melihat yang dilarang, telinganya berpuasa dari mendengar yang tidak berguna, dan seluruh anggauta badannya juga berpuasa dari melakukan hal yang dilarang dan yang tidak berguna.

Jadi puasa merupakan pekerjaan menejemen kejiwaan, mensinergikan fungsi-fungsi akal, hati, hati nurani, syahwat dan hawa nafsu. Jika seseorang berhasil menjalankan puasa pada tingkat karakteristk puasa orang khusus maka puasanya akan berdampak pada pembentukan integritas diri. Sedangkan puasa super khusus, itu tidak relefan dengan kita. Puasa jenis ini adalah puasanya para Nabi dan para wali, karena yang puasa bukan hanya mulut dan anggauta badan, hatinyapun berpuasa dari ingatan selain Alloh. Bayangkan Selama 14 jam, di dalam hati para nabi dan wali hanya ada Tuhan, tidak ada ingatan yang lain. Kita, jangankan 14 jam, selama salat yang hanya empat menitpun tidak bisa full mengingat Tuhan.

Banyak diantara kita yang malah selama empat rokaat salat, hatinya bukannya ke Tuhan yang diucapkan dalam bacaan salat, tetapi malah berwisata hingga berhasil mengunjungi empat obyek pariwisata. Dari itu maka Nabi mengingatkan bahwa; banyak orang puasa tapi mereka tidak memperoleh apa-apa selain lapar dan haus (rubba sho’imin laisa hadzzuhu illa al ju` wa al `athos) seperti juga banyak orang salat malam tapi tak memperoleh apa-apa selain lelah dan kantuk (rubba qo’imin laisa hadzzyhu illa assahr waat ta`ab). Wallohu a`lam

Read More
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger