Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Monday, July 31, 2006

The Indigenous Psychology
Psikologi adalah ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan dan mengendalikan peristiwa mental dan tingkah laku manusia, “Psychology is the science that attempts to describe, predict, and control mental and behavioral events.”9 Tingkahlaku dan senyuman adalah ekpressi jiwa. Untuk memahami makna senyum dan aksi orang seperti Amrozi yang tersenyum ketika dijatuhi hukuman mati misalnya dibutuhkan Psikologi. Selama ini Psikologi difahami sebagai Western Psychology yang mengasumsikan perilaku dan tingkahlaku manusia sebagai sesuatu yang universal, tetapi yang sesungguhnya Psychology Barat hanya benar untuk menganalisis manusia Barat, karena sesuai dengan kultur sekuler yang melatarbelakangi lahirnya ilmu tersebut. Di belahan dunia lain, perilaku manusia dipengaruhi oleh sistem nilai yang berbeda dengan sistem nilai masyarakat Barat. Apa yang diklaim sebagai human universals, haruslah diuji sahih dengan multiple indigenous psychology.

Indigenous psychology dapat didefinisikan sebagai pandangan psikologi yang asli pribumi, yang tidak trasported dari wilayah lain, dan memang didesain khusus untuk masyarakat itu. Dengan kata lain indigenous psychology adalah pemahaman yang berdasar pada fakta-fakta atau keterangan yang dihubungkan dengan konteks kebudayaan setempat.

Memahami senyum Amrozi misalnya tidaklah cukup hanya dengan membandingkan senyuman orang Barat. Ia harus dicari akarnya pada cultur Jawa Timur, cultur santri, cultur pekerja wiraswasta dan cultur pejuang bersenjata (mujahid, muqatil), karena dia bukan hanya sekedar orang Lamongan, tetapi ia dan teman-temannya (Imam Samudera cs) pernah terlibat dalam perang (fisik dan mental) melawan penjajah Uni Sovyet di Afganistan, sebagai pejuang anti penjajah komunis kafir (mujahid) dan petempur di lapangan (muqatil), dan uniknya, dilatih oleh instruktur CIA (Amerika).

Islamic Indigenous Psychology
Jiwa bukan hanya dibahas oleh Psikologi dan filsafat, tetapi juga oleh agama. Al Qur’an (dan hadis) lebih dari 300 kali berbicara tentang jiwa (nafs), tetapi perbedaan sejarah keilmuan Islam menyebabkan ilmu semacam psychologi tidak lahir dari peradaban Islam. Di Barat pertumbuhan ilmu pengetahuan terpisah sama sekali-bahkan bermusuhan- dengan Gereja, oleh karena itu psychology (dan ilmu lainya) sama sekali tidak dibimbing oleh agama (Gereja), dan oleh karena itu Psychology tidak menyentuh iman, dosa dan keyakinan kepada akhirat, mengenal sehat dan tidak sehat tetapi tidak mengenal baik bnuruk. Psikologi Agama pun sebagai ilmu Barat tidak berbicara tentang kebenaran agama tetapi tentang bagaimana pengalaman beragama mempengaruhi tingkah laku penganutnya.

Dalam sejarah keilmuan Islam, al Qur’an sangat mendorong penganutnya untuk menggunakan akalnya. Perjalanan ilmu pengetahuan bukan saja diilhami oleh kitab suci, tetapi juga dikawal oleh para ulama. Kajian tentang jiwa tidak dibahas sebagai tingkah laku, tetapi dibahas dalam konteks hubungan manusia dengan Tuhan, oleh karena itu ilmu yang lahir bukan psikologi, tetapi ilmu akhlak dan tasauf. Ilmu akhlak berbicara bagaimana memperbaiki perilaku manusia, sedangkan tasauf berbicara tentang bagaimana manusia bisa merasa dekat (mendekatkan jiwa) dengan Tuhan.

Islamic Psychology adalah satu kajian yang bernuansa psikosufistik, bersumber dari al Qur’an sebagai sumber utama, dengan assumsi bahwa al Qur’an adalah brosur tentang jiwa yang dikeluarkan oleh Sang Pencipta. Disamping al Qur’an juga dari hadis dan tradisi keilmuan Islam, ditambah penelitian empirik. Psikologi Barat digunakan sebagai alat bantu untuk memahami ayat al Qur‘an dan konsep-konsep psikologi, karena ternyata jejak-jejak pemikiran Ibn Sina tentang pengobatan jiwa, Ibn Sirin tentang tafsir mimpi, Imam Gazali, al Muhasibi tentang kajian pribadi ternyata sudah diserap dalam Psikologi Barat.

Jika Psikologi modern dibatasi hanya untuk menguraikan, meramalkan dan mengendalikan peristiwa mental dan tingkah laku manusia, “Psychology is the science that attempts to describe, predict, and control mental and behavioral events, Psikologi Islam menambahkan tugasnya; juga untuk bagaimana membentuk tingkah laku yang baik serta mendorong manusia agar merasa dekat dengan Tuhan.

Teori Sepeda Motor
Harus diakui bahwa Psychology sebagai ilmu pengetahuan sudah sangat maju, kaya dengan methodology dan kaya dengan hasil penelitian empiric, sementara Psikologi Islam masih sangat miskin dengan penelitian empiric. Ibarat sepeda motor, Barat langsung menaiki sepeda motor itu ke berbagai medan jalanan tanpa melihat brosur dari pabriknya. Dari pengalaman lapangan yang banyak itu Barat sudah memiliki banyak pengetahuan tentang karakteristik sepeda motor itu. Tetapi karena tidak membaca brosur dari pabrik, maka Psikologi barat sering mengalami trial and error. Lihat saja bagaimana perkembangan lahirnya teori Psikoanalisa, behaviourisme, Kognitip hingga Humanisme.. Sekarang Barat baru saja meraba-raba wilayah kecerdasan spiritual yang sesungguhnya lebih merupakan wilayah agama. Pada saatnya nanti pasti akan ketemu, bahasan kecerdasan spiritual Psikologi dan kecerdasan ruhaniyah tasauf (agama).

Sedangkan Psikologi Islam, ketika melihat sepeda motor, yang pertama kali dilakukan adalah membaca brosurnya dari pabrik. Al Qur’an adalah brosur tentang manusia (dan jiwanya) yang disusun oleh sang Pencipta. Sekarang Psikologi Islam baru menguasai karakteristik sepeda motor itu dari bahan-bahan yang ada di brosur, belum banyak pengalaman empiric di lapangan. Pada saatnya nanti, ketika Psikologi Islam juga sudah kaya dengan pengalaman empiric, Psikologi Islam akan bisa menjadi mazhab ke lima setelah Psikologi Humanisme

The concept of Islamic Psychology
Sebutan insan dalam al Qur’an bermakna manusia sebagai makhluk psikologis, insan berasal dari kata nasiya yansa yang artinya lupa, dari ‘uns yang artinya harmoni dan mesra, dan dari kata nasa yanusu yang artinya bergejolak. Jadi psikologi manusia berada diantara wilayah kesadaran hingga lupa, dari wilayah mesra hingga benci, dan dari wilayah bergejolak hingga tenang. Menurut al Qur’an desain kejiwaan manusia diciptakan Tuhan dengan sangat sempurna, berisi kapasitas-kapasitas kejiwaan; berfikir, merasa dan berkehendak. Jiwa merupakan sistem (disebut sistem nafsani), terdiri dari subsistem ‘Aql, Qalb, Bashirah, Syahwat dan Hawa.

1. ‘Aql (akal) merupakan problem solving capacity, yang kerjanya berfikir dan bisa membedakan yang buruk dari yang baik. Akal bisa menemukan kebenaran tetapi tidak bisa menentukannya, oleh karena itu kebenaran ‘aqly sifatnya relatif.

2. Qalb (hati), merupakan perdana menteri dari sistem nafsani. Dialah yang memimpin kerja jiwa manusia. Ia bisa memahami realita, apa yang aqal mengalami kesulitan. Sesuatu yang tidak rationil masih bisa difahami oleh qalb. Di dalam qalb ada berbagai kekuatan dan penyakit; seperti iman, cinta dengki, keberanian, kemarahan, kesombongan, kedamaian, kekufuran dan sebagainya. Qalb memiliki otoritas memutuskan sesuatu tindakan, oleh karena itu segala sesuatu yang disadari oleh qalb berimplikasi kepada pahala dan dosa. Apa yang sudah dilupakan oleh qalb masuk kedalam memory nafs (alam bawah sadar), dan apa yang sudah dilupakan terkadang muncul dalam mimpi. Sesuai dengan namanya qalb, ia sering tidak konsisten.

3. Bashirah (hati nurani), adalah pandangan mata batin sebagai lawan dari pandangan mata kepala. Berbeda dengan qalb yang tidak konsisten, bashirah selalu konsisten kepada kebenaran dan kejujuran. Ia tidak bisa diajak kompromi untuk menyimpang dari kebenaran. Bashirah disebut juga sebagai nuraniy, dari kata nur, dalam bahasa Indonesia menjadi hati nurani. Menurut tasauf, bashirah adalah cahaya ketuhanan yang ada dalam hati, nurun yaqdzifuhullah fi al qalb. Introspeksi, tangis kesadaran, relegiusitas, god spot, bersumber dari sini.

4. Syahwat adalah motif kepada tingkahlaku. Semua manusia memiliki syahwat terhadap lawan jenis (seksual), bangga terhadap anak-anak, menyukai benda (dan segala sesuatu yang) berharga, kendaraan bagus (gengsi dan kenyamanan), ternak dan kebun. Syahwat adalah sesuatu yang manusiawi dan netral. Menunaikan syahwat secara benar dan halal bernilai ibadah. Memanjakan syahwat berpotensi pada dosa dan kejahatan.

5. Hawa (hawa nafsu) adalah dorongan kepada obyek yang rendah dan tercela. Perilaku kejahatan, marah, frustrasi, sombong, perbuatan tidak bertanggung jawab, korupsi, sewenang-wenang dan sebagainya bersumber dari hawa. Karakteristik hawa adalah ingin segera menikmati apa yang diinginkan tanpa mempedulikan nilai-nilai moralitas. Orang yang mematuhi tuntutan hawa, tindakannya cenderung destruktif. Dalam bahasa Indonesia disebut hawa nafsu, atau menurut teori Freud disebut id.

Materi psikologi Islam tersebar di literatur klassik abad pertengahan, dibutuhkan kerja keras mengolah bahan yang baru bernuansa psikologi menjadi psikologi Islam. Jika sekarang masih ada orang yang menganggap Psikologi Islam itu tidak ada, itu karena orang itu belum tahu, persis seperti ketika bank Islam (bank tanpa bunga) diperkenalkan di Indonesia, masyarakat perbankan memustahilkan adanya bank tanpa bunga. Seekarang semua bank konvensional membuka bank Islam ( di Indonesia disebut bank syari`ah), yang pertama buka bernama bank mu`amalah, terutama setelah terbukti system bank syari’ah paling kuat ketahanannya menghadapi krisis moneter.

Read More
posted by : Mubarok institute
Perekat Tali Perkawinan
Untuk memperoleh sakinah atau ketentraman dalam hidup pernikahan, dua orang pasangan suami isteri itu harus bisa menyatu dalam satu ikatan. Menurut al Qur’an surat ar Rum diatas, tali temali perekat pernikahan itu adalah mawaddah dan rahmah, cinta dan kasih sayang. Yang ideal adalah jika antara suami dan isteri diikat oleh perasaan mawaddah dan rahmah sekaligus. Dalam bahasa Arab, mawaddah mengandung arti kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk. Jadi cinta mawaddah adalah perasaan yang mendalam, luas, dan bersih dari pikiran serta kehendak buruk. Sedangkan rahmah mengandung pengertian dorongan psikologis untuk melindungi orang yang tak berdaya.Rumah tangga yang direkat oleh mawaddah dan rahmah adalah pasangan dimana masing-masing secara naluriah memiliki gelora cinta mendalam untuk memiliki, tapi juga memiliki perasaan iba dan sayang dimana masing-masing terpanggil untuk berkorban dan melindungi pasangannya dari segala hal yang tidak disukainya.

Mawaddah dan rahmah itu sangat ideal.Artinya sungguh betapa bahagianya jika pasangan rumah tangga itu diikat oleh mawaddah dan rahmah sekaligus. Sesuatu yang ideal biasanya jarang terjadi. Bagimana jika tidak? Seandainya mawaddahnya putus, perasaan cintanya tidak lagi bergelora, asal masih ada rahmah, ada kasih sayang, maka rumah tangga itu masih terpelihara dengan baik. Betapa banyak suami isteri yang sebenarnya kurang dilandasi oleh cinta membara, tetapi karena masih ada rahmah, ada kasih sayang, maka rumah tangga itu tetap berjalan baik dan melahirkan generasi yang terpuji. Rahmah yang terpelihara pada akhirnya memang benar-benar mendatangkan rahmat Tuhan berupa mawaddah.

Di samping mawaddah dan rahmah, Nabi menggaris bawahi dengan pernyataan bahwa pernikahan adalah amanah. Kata Nabi wa akhaztumuhunna bi amanatillah, artinya: Kalian mengambil pasanganmu sebagai isteri (atau suami) adalah berdasar amanah Allah.

Dalam Al Qur’an, amanah diterangkan oleh para ahli tafsir sekurang-kurangnya mengandung tiga arti, yaitu: (1) titipan, (2) tanggung jawab, dan (3) kepatuhan kepada hukum Allah. Amanah mengandung arti tanggungjawab dengan berlaku adil dan rationil seraya menyadari implikasi dan konsekwensi dari apa yang dilakukannya.
Isteri adalah amanah Allah kepada suami, suami adalah amanah Allah kepada isteri. Keduanya harus komit kepada hak dan kewajibannya serta menyadari implikasi dan konsekwensi dari apa yang mereka lakukan. Kasus-kasus buruk dalam keluarga pada umumnya bersumber dari tidak dihiraukannya amanah ini.

Cinta adalah salah satu sifat Tuhan yang maha Agung, oleh karena itu juga di dalamnya, di dalam cinta ada keagungan, keagungan cinta. Manusia diperintahkan untuk meniru akhlak Tuhan. Dalam hal cinta, orang yang memiliki perasaan cinta dan bisa mencintai adalah manusia yang mulia. Namun cinta itu bertingkat-tingkat. Menurut Imam al Ghazali, ada empat tingkatan kualitas cinta:
1. Ada orang yang hanya mencintai diri sendiri, cinta diri. Segala ukuran kebaikan hanya diukur dengan kepentingan dirinya. Ini adalah cinta yang paling rendah kualitasnya.

2. Ada orang yang mencintai orang lain sepanjang orang itu membawa keuntungan bagi dirinya. Jika keuntungan dari cinta itu sudah tidak ada maka cintanyapun putus. Cinta tingkat ini adalah cinta pedagang, cinta transaksional.

3. Ada orang yang mencintai orang baik, meski ia tidak diuntungkan sedikitpun dari orang yang dicintainya itu. Cinta tingkat ini sudah termasuk cinta yang agung.

4. Ada orang yang mencintai kebaikan murni terlepas dari siapapun yang memiliki kebaikan itu. Cinta tingkat ini adalah yang tertinggi, dan merekalah yang dapat mencintai Tuhan, karena Tuhan itu adalah kebaikan an sich.

Read More
posted by : Mubarok institute

Sunday, July 30, 2006

IMAM SAAT BERIBADAH
Manusia adalah makhluk sosial dan budaya. Salah satu wujud kebudayaan dan kesosialannya, mereka mengenal lembaga kepemimpinan. Di mana pun dan pada zaman kapan pun masyarakat manusia mengenal kepemimpinan. Dalam bahasa Arab, pemimpin disebut imam, amir, ra’is, za’im dan qa’id. Dalam Iingkungan Islam, Imam dipergunakan untuk menyebut pemimpin ibadah dan pemimpin dalam pengertian umum, Amir (umara/amirul mukminin) dipergunakan untuk menyebut panglima, qa’id digunakan untuk menyebut komandan, sedangkan rais digunakan untuk menyebut kepala negara atau Presiden dan za‘im untuk menyebut pemimpin kemasyarakatan (non formal).

Agama Islam sangat menganjurkan ummatnya untuk menjalankan ibadah salat berjamaah. Salat jama’ah dipimpin oleh seorang imam, dan selebihnya menjadi makmum di belakangnya. Dalam salat jamaah, laiknya kepemimpinan dalam masyarakat, juga dikenal kriteria-kriteria (a) siapa yang layak menjadi imam salat, (b) apa etika seorang imam, (c) apa kewajiban makmum, dan (d) hak-hak makmum. Secara fiqhiyyah, siapa saja dengan syarat-syarat tertentu bisa menjadi imam salat, tetapi pada hakekatnya, karena salat merupakan amal ibadah dimana manusia menghadap, melapor dan berdialog dengan Tuhan Yang Maha Agung, maka hanya orang-orang tertentu yang layak menjadi imam salat jamaah.

Imam Ghazali dalam Ihya ‘Ulum ad Din, kitab fiqh yang sufistik, menyebut enam kriteria persyaratan etis seorang imam. (1) Mempunyai kredibilitas moral dan senioritas keilmuan agama; Bermakmum kepada orang yang dikenal rendah kredibilitasnya akan membuat makmum tidak dapat tuma’ninah (2) Tidak boleh rangkap jabatan, sebagai muazzin dan imam sekaligus, (3) Sang imam sendiri harus terbiasa disiplin salat awal waktu setiap harinya, (4) Imam harus ikhlas menjalankan amanah Allah, (5) Sebelum bertakbir harus meyakinkan dirinya bahwa barisan makmum di belakangnya telah berbaris rapih, dan (6) bertakbir dengan suara lantang serta membaca Al Qur’an dengan fasih.

Shalat berjamaah melambangkan sistem kepemimpinan dalam masyarakat, oleh karena itu, karena seorang imam akan menjadi panutan yang diikuti secara patuh oleh makmum di belakangnya, maka seorang imam harus mengerti aspirasi makmum di belakangnya. Seorang imam salat berjamaah tidak boleh beruku’ atau sujud berlama-lama, karena belum tentu semua makmum di belakangnya sanggup melakukannya. Ia juga tidak boleh membaca ayat Al Qur’an terlalu panjang sekiranya ia tahu bahwa jamaah di belakangnya sedang berpacu dengan berbagai urusan pekerjaan. Imam juga harus memberi peluang makmum menggenapi kekurangannya, yakni diam sejenak sebelum membaca ayat Al Qur’an, memberi kesempatan makmum yang belum sempurna membaca Fatihah. Laiknya sistem kepemimpinan, makmum harus patuh total mengikuti gerak imam yang sudah dipilih secara syah, tidak boleh pula mendahului gerakan imam, tetapi jika imam melakukan kekeliruan, makmum diberi hak untuk mengingatkan, yakni dengan mengucapkan kalimat Subhanallah. Sebagai imbangan dari keharusan makmum mematuhi imam, seorang imam secara sportif langsung harus mengundurkan diri jika di tengah-tengah salat ia terkena hadas, buang angin misalnya, karena buang angin membatalkan wudu, dan batalnya wudu membuat salatnya tidak sah.

“Jabatan” Imam salat sangat tinggi kedudukannya dalam agama, melebihi jabatan muazzin. Tetapi profesi imam bukan bersifat duniawi, oleh karena itu banyak orang justeru merasa tidak layak menjadi imam salat jamaah. Para sahabat dulu juga tidak berebutan untuk menjadi imam, sebaliknya justru saling dorong-mendorong yang lain. Seorang imam salat yang ideal adalah imam yang bisa meneladani perilaku Rasulullah dan sahabat model Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Imam salat adalah teladan bagi makmum, karena semua gerakan imam akan diikuti oleh makmum di belakangnya. Karena itu Imam Ghazali membuat bab tentang imam dengan judul (al-bab fi al imamah wa al qudwah) Bab tentang keimaman dan keteladanan di dalam buku karya utamanya Ihya’.

Read More
posted by : Mubarok institute

Wednesday, July 26, 2006

PERANAN PEMIMPIN DALAM MENANGGULANGI KRISIS BANGSA
Al-Qur’an mengabadikan dalam banyak ayat-ayatnya sejumlah nama tokoh/pemimpin masyarakat dari ummat-ummat terdahulu bukan saja pemimpin-pemimpin pahlawan perjuangan kebenaran dan keadilan seperti para nabi dan rasul, tetapi juga diabadikan nama tokoh-tokoh pemimpin kezaliman (ketidak benaran dan ketidak-adilan) seperti Fir‘aun, Haman, Qorun, Namruz dan lain sebagainya.

Kita semua ummat zaman akhir ini diajak berfikir dan mengambil pelajaran dari sejarah masa lalu itu, di antaranya bahwa betapa perilaku yang berubah dalam diri para pemimpin (dari komitmen idealisme ke penyelewengan) berujung pada merajalelanya kezaliman dan penindasan (ketidak-benaran dan ketidak-adilan), dan akhirnya menyeret mereka bersama-sama dengan ummatnya ke dalam suatu perubahan total dimana rakyat ditelan oleh krisis, yang disadari atau tidak mereka para pemimpin telah menjadi faktor penyebabnya. Al-Qur’an kemudian menjelaskan bahwa hal yang demikian — yakni kehidupan jaya yang mereka nikmati berubah menjadi derita — terjadi disebabkan karena terjadinya perubahan yang mereka lakukan atas sikap hidupnya dan perilakunya yang berujung pada kezaliman dan penindasan (Dzalika bi anna Allah lam yaku mughayyiran ni‘matan ’an‘amaha ‘ala qaumin hatta yughayyiru ma bi anfusihim, al-Anfal ayat 53).

Dengan merujuk petunjuk al-Qur’an tersebut di atas, dapat kita lihat betapa faktor peran pemuka masyarakat menjadi penting dalam suatu perubahan yang terjadi atas sesuatu masyarakat dari suatu kondisi positif beralih ke kondisi negatif. Oleh karena itu, upaya penanggulangan krisis moral yang disadari menjadi pangkal krisis-krisis lainnya yang sedang melanda bangsa dan negara kita dewasa ini, haruslah bertitik tolak dari reformasi moral kepemimpinan. Upaya ini harus dimulai dari pembersihan niat, perilaku dan moralitas pemimpin-pemimpin masyarakat/pemegang kendali di sektor-sektor kehidupan masyarakat (ulama dan umara). Mereka diharapkan mampu mengembangkan dalam kehidupan pribadinya masing-masing, pola hidup BERSIH, SEDERHANA, dan MENGABDI. Yang lebih penting lagi bagi ulama dan umara adalah upaya menjadikan dirinya (kehidupan pribadinya) suatu keteladanan dan pencerminan yang meyakinkan bahwa penerapan pola kehidupan yang Bersih, Sederhana dan Mengabdi yang merupakan wujud nyata dari moralitas luhur (Akhlak Mulia) itu dilaksanakan dengan sungguh-sungguh.

Dengan demikian, maka masyarakat akan percaya kepada pemuka atau pemimpinnya. Pola hidup BSM (Bersih, Sederhana dan Mengabdi) itu yang perlu dimasyarakatkan dengan kepeloporan para ulama dan umara hingga menjadi moral ekonomi, moral politik dan moral hukum, dan terus diupayakan pengembangannya di sektor-sektor kehidupan lainnya sehingga pada saatnya menjadi Akhlak Bangsa dan Moral Nasional sebagai landasan Pembangunan Nasional. Umara (Para Pemuka Pemerintahan dan Pemuka-Pemuka lainnya) perlu berupaya menciptakan suatu iklim yang kondusif bagi pemasyarakatan dan penyebarluasan pesan-pesan moral (yang terutama ditangani para ulama). Juga dipandang perlu, ulama dan umara secara bersama-sama menyatakan perang terhadap kejahatan dalam suatu kampanye antikejahatan, yang membina terus-menerus upaya menegakkan kedaulatan moral menjadi bagian dari kedaulatan rakyat. Insya Allah taufiq dan ma‘unah-Nya akan senantiasa menyertai bangsa Indonesia.

Read More
posted by : Mubarok institute

Tuesday, July 25, 2006

ADAB BERDOA
Pergaulan manusia mengenal apa yang disebut sopan santun, etika atau adab. Orang yang bergaul secara beradab biasanya lancar dalam bertransaksi, sebaliknya orang yang tidak beradab sering mengalami kesulitan yang tidak perlu terjadi. “Pergaulan” manusia dengan Tuhannya, terlebih ketika sedang mengajukan permohonan atau berdoa, tentulah ada adabnya, ada etikanya. Tanpa adab, boleh jadi doa manusia tak di dengar.

Menurut Imam Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulum ad Din, ada sepuluh adab yang harus diperhatikan ketika seseorang berdoa kepada Allah.
Pertama, pilih waktu yang tepat untuk mengajukan doa. Waktu-waktu yang tepat untuk berdoa antara lain: (1) hari wukuf di Arafah, (2) dalam bulan Ramadlan, (3) pada hari Jum’at, (4) waktu sahur, yakni tengah malam menjelang fajar.
Kedua, pilih saat yang baik. Sangat baik orang berdoa ketika: (1) sedang berada di medan perang jihad, (2) ketika sedang turun hujan, (3) ketika pas mendengar iqamat salat fardu, (4) ketika usai salat, (5) ketika sedang menjalankan ibadah puasa, (6) ketika hati dalam keadaan bening, ikhlas, (7) ketika sedang sujud salat.
Ketiga, usahakan berdoa sambil menghadap kiblat dan menengadahkan tangan ke atas.
Keempat, merendahkan suaranya, antara terdengar dan tidak (oleh telinga).
Kelima, jangan memaksakan diri menggunakan kalimat-kalimat puitis.
Keenam, Hendaknya berdoa sambil menunduk, merendah, cemas tetapi berharap dikabulkan.

Ketujuh, yakinlah bahwa Tuhan mendengar dan akan mengabulkan doa kita.
Kedelapan, usahakan mengulang doa, sekurang-kurangnya tiga kali.
Kesembilan, memulai doa dengan pujian kepada Allah, jangan langsung meminta sesuatu.
Kesepuluh, di samping etika lahir, hendaknya memelihara adab batin, antara lain (1) serius bertaubat, (2) tidak melakukan kejahatan, dan (3) penuh perhatian kepada Allah.

Read More
posted by : Mubarok institute

Monday, July 24, 2006

Persaingan di Jalan Raya
Jika anda ingin mengetahui tabiat manusia, lihatlah perilaku pengendara di jalanan, semuanya berebut untuk mendahului yang lain, sangat sedikit yang secara sengaja mengalah untuk memberi kesempatan kepada orang lain. Lampu merahpun sering diabaikan pengendara jika nampak tidak ada polisi di sana. Apa akibat dari perilaku egois itu ?. Akibatnya adalah kemacetan total yang menyengsarakan orang banyak. Memang di dalam sistem kehidupan, untuk kesejahteraan hidup bersama diperlukan adanya pengorbanan dari pihak-pihak tertentu. Untuk pesta perkawinanpun ternyata harus ada ayam atau kambing yang dikorbankan, ada juru masak yang sejak kemarin tidak tidur, ada panitia yang bekerja keras dan seterusnya. Negara kita berdiri juga antara lain berkat pengorbanan para pahlawan bangsa. Jika tidak ada satu pihakpun yang bersedia mengorbankan dirinya maka sistem kehidupan menjadi macet, kenyamanan akan berubah menjadi kesumpekan. Dalam agama, kesediaan berkorban demi mengutamakan orang lain disebut itsar.

Mengutamakan orang lain meski diri sendiri dalam keadaan sulit merupakan puncak kebajikan. Keutamaan ini, seperti yang disebut al Qur’an, dicontohkan oleh penduduk kota Yatsrib (sahabat-sahabat Ansor) terhadap pengungsi ( Muhajirin) dari Makkah, yakni meski orang Madinah hidup dalam kesulitan (walau kana bihim khashashah), tetapi mereka mengutamakan membantu pengungsi yang datang dari Makkah (Muhajirin). Dengan semangat itsar itulah akhirnya dua kelompok masyarakat, yakni Ansor dan Muhajirin, dibawah bimbingan Rasul berhasil berperan sebagai pilar utama membangun masyarakat Madani , dan kota Yatsrib diubah namanya menjadi Madinah al Munawwarah (kota masyarakat berbudaya tinggi yang tercerahkan).

Kesediaan berkorban demi kesejahteraan bersama memang merupakan karakteristik masyarakat berbudaya tinggi. Krisis multi dimensi yang terjadi di negeri kita antara lain disebabkan karena kuatnya egoisme dan lemahnya itsar. Penguasa politik all out mempertahankan posisinya sambil menekan habis peluang aspirasi politik lawan, pengusaha besar mengekploitasi habis semua peluang ekonomi sambil mendesak ke pinggir peluang ekonomi kecil, birokrat memusatkan perhatiannya pada interst pribadi sambil menutup mata atas bencana yang menimpa bangsa, semuanya persis seperti perilaku pengendara lalu lintas di jalanan. Puncak dari egoisme itulah yang menyebabkan kehidupan sekarang bagaikan kemacetan lalu lintas, macet politik, macet ekonomi dan macet budaya. Semua mengeluh tentang narkoba, tetapi semua tak berdaya untuk melakukan sesuatu, semua mengeluh tentang siaran televisi yang sangat vulgar pornografi, tetapi seperti tak ada jalan untuk menghentikannya, semua mengeluh tentang harga diri bangsa yang diinjak-injak asing, tetapi semuanya hanya berhenti pada mengeluh, bahkan semua mengeluh tentang kepemimpinan nasional, tetapi semua tejebak dalam kemacetan politik.

Untuk menghindari kemacetan, harus banyak dibuka jalan alternatif, rambu-rambu lalu lintas harus ditempatkan di tempat yang strategis dan harus dijamin efektifitasnya oleh perangkat hukum. Begitu pula dalam kehidupan secara umum. Jendela katarsis harus terbuka, sistem harus berjalan fair, dan pemihakan kepada si lemah harus melekat dalam sistem.Untuk mengarah ke sana pasti ada pihak-pihak tertentu yang harus siap berkorban. Jika semuanya tak mau berkorban, jangan berharap krisis bangsa ini akan berakhir. Wallohu a`lam.

Read More
posted by : Mubarok institute

Sunday, July 23, 2006

Shalat sebagai Zikir
Surat Thaha/20:14 secara tegas menyatakan tujuan shalat yaitu agar manusia selalu ingat kepada Allah SWT, waqim as shalata li zikri, dirikanlah shalat untuk mengingatKu. Dengan demikian maka salat secara fungsional memang dimaksud agar manusia selalu ingat kepada Allah SWT.

Mengapa shalat diwajibkan lima kali sehari, nampaknya relevan dengan tabiat manusia yang suka pelupa dan mudah tergoda merespon stimulus buruk yang datang silih berganti. Seluruh bacaan shalat yang diajarkan oleh Nabi juga berisi zikir kepada Allah SWT, baik bentuk pujian maupun doa.

Kalimat zikir mengandung arti mengingat dan menyebut. Bagi orang awam, sekurang-kurangnya ada lima event setiap harinya menyebut nama Allah SWT. Bagi orang alim dan arif, shalat lima waktu berfungsi sebagai rangkaian waktu yang memelihara keakraban hubungannya dengan Allah Robb al ‘Izzati. Bagi yang termasuk kategori ‘arifin, pusat perhatian dalam hidupnya adalah shalat dan menunggu datangnya waktu shalat berikutnya, sehingga tak sedikitpun ada jeda dari mengingat Allah SWT.


Read More
posted by : Mubarok institute

Tuesday, July 18, 2006

Kenapa Kita Mesti Berdoa?
sejak alam barzah manusia sudah disain oleh Sang Pencipta sebagai makhluk yang mengakui adanya Tuhan Yang Maha Kuasa (Q/7:172). Oleh karena itu naluri manusia cenderung mencari perlindungan kepada Yang Maha Kuat, terutama ketika sedang merasa terancam. Bukan hanya orang beragama orang atheis pun ketika melepas prajuritnya ke medan perang, mereka mengucapkan "Semoga kalian menang perang.". Kalimat semoga adalah ungkapan religius, ungkapan doa, yakni mengharapkan campur tangan kekuatan gaib yang diyakini lebih besar dibanding kekuatan manusia.

Dalam perspektif way of life seorang muslim, kehadiran manusia dimuka bumi diberi status sebagai khalifah Allah, sebagai wakil Allah yang diberi amanat untuk menegakkan keberana dalam kehidupan manusia untuk mencvapai ridha Allah sebagai tujuan hidupnya. Untuk mencapai itu manusia diberi alat hidup, yaitu dirinya, fisik maupun psikis dan harta atau alam yang memang disediakan Tuhan sebagai fasilitas.


Dengan potensi itu manusia menjadi makhluk yang paling besar peluangnya menjadi yang terhebat dimuka bumi. Akan tetapi disis lain, manusia juga diberi status oleh Allah SWT sebagai abdun, sebagai hamba yang memiliki serba keterbatasan dan Allah tidak menciptakan manusia kecuali agar mengakui dirinya sebagai abdun, yang harus mengabdi atau beribadah, menyembah kepada Sang Pencipta (Q/51:56). Inilah status kembar manusia dihadapan Allah SWT. Di satu sisi manusia adalah besar, karena memiliki tanggungjawab dan wewenang yang besar dan menjadi wakil Allah SWT Yang Maha Besar. disisi lainnya manusia adalah kecil, karena seorang hamba yang lemah, terbatas dan hidupnya sangat bergantung kepada berbagai faktor. Manusia akan menjadi kuat apabila ia menempel kepada kekuatan Allah SWT Yang Maha Kuat. Ia selalu berkata bahwa tiada daya dan kekuatan yang effektif tanpa seizin Allah Yang Maha Agung. "La haula wala quwwata illa billah al'aliyy al'Azim. Sebaliknya manusia akan diperdaya dan dipermainkan oleh perbuatannya sendiri yang menipu, jika ia jauh dari ridha dan Rahmat Allah SWT. Allah akan mengangkat martabat manusia yang rendah hati dan akan menjatuhkan kedalam kehinaan terhadap manusia yang menyombongkan diri. Disinilah medan seni antara usaha dan doa.

Disatu sisi, al-quran banyak sekali memerintahkan manusia agar bekerja dan berusaha tetapi disisi lain al-Quran juga memerintahkan agar orang bertawakal (berpasrah diri kepada Allah SWT) atas hasil dari pekerjaan dan usahanya. Disamping menyuruh bekerja, alQuran juga menyuruhnya untuk berdoa kepada Allah SWT, disertai jaminan bahwa Allah akan mengabulkan doa manusia (Q/40:60) karena Allah SWT memang mendengarkan doa-doa hambanya(Q/14:39) Sabda Nabi, doa adalah sumsumnya ibadah, "ad du'a much chul 'ibadah."

Dalam realitas kehidupan sebagaimana yang melanda bangsa Indonesia dewasa ini bisa terjadi, banyak tentara tidak menjamin ketahanan nasional, banyak polisi tidak menjamin keamanan, banyak sumberdaya alam tidak menjamin kemakmuran, banyak orang pandai tidak menjamin keberhasilan. Dalam perspektif Islam bahwa dikatakan penentu keberhasilan pembangunan bangsa bukan ditentukan oleh unsur-unsur tersebut diatas namun oleh doa seorang hamba yang dekat kepada Allah SWT. Ada sebuah hadist, bahwa dimuka bumi ini ada beberapa orang yang penampilan "kumuh", tidak memiliki status sosial tetapi jika ia sudah menengadahkan tangannya kepada Allah SWT maka doanya itulah yang signifikan menyelesaikan masalah bangsa bukan oleh elit-elit bangsa (in aqsama 'alallah la abarruhu). Siapa orang itu? Dia adalah orang taqwa, kekasih Allah SWT tetapi ia tersembunyi identitas sebenarnya. Jika dia berada didekat kita, tak seorangpun mengenalnya, tetapi jika dia tidak ada maka ia selalu dicari-cari.

fenomena kita mengenal doa politik, ada istighotsah kubra dan doa-doa masal lainnya, yang tujuannya mencari solusi spirittual atas problem bangsa yang rumit. Mengapa doa-doa tersebut sepertinya tidak didengar? Inilah yang harus menjadi renungan kita bersama-sama, jangan-jangan doa yang kita panjatkan tidak ikhlas atau melanggar koridor sunatullah atau tidak memenuhi adabnya? Wallahu a'lam.

Read More
posted by : Mubarok institute

Monday, July 17, 2006

KONSELING PERKAWINAN ISLAMI
Oleh : Prof. Dr. Achmad Mubarok, MA
Disampaikan dalam Diklat Calon Penghulu, diselengggarakan oleh Balai Diklat Keagamaan Jakarta (Departemen Agama, Jum`at 14 Juli 2006

Pendahuluan

Manusia adalah makhluk yang berfikir dan merasa, tetapi terkadang terganggu pikiran dan perasaannya sehingga salah piker dan salah merasa. Ketika seseorang mengidap hal demikian, yakni salah berfikir dan salah merasa, maka ia bisa sedih, bosan, malas, kesepian. Gangguan seperti ini menurut ilmu psikologi disebut gangguan kejiwaan ringan (neurosis atau mental disorder). Jika kesedihan, kebosanan, malas dan kesepian menjadi berkepanjangan hingga ngomong ngawur, perilakunya juga ngawur, nggak bisa dinalar, maka itu namanya gangguan kejiwaan berat (psikosis). Meski demikian ia masih sadar bahwa ia sedang mengalami gangguan jiwa. Jika ia ngomong ngawur dan bertindak ngawur tetapi tidak menyadari, maka orang itu sudah masuk kategori sakit jiwa atau gila.. Orang yang mengidap neurosis banyak yang bisa mengobati diri sendiri atau melalui bantuan konselor, tetapi orang yang sudah mengidap psikosis harus mengikuti terapi mental, sedang orang yang sakit jiwa harus dibawa ke rumah sakit jiwa.

Kehidupan perkawinan

Perkawinan dapat disebut menyatukan dua keunikan. Perbedaan watak, karakter, selera dan pengetahuan dari dua orang (suami dan isteri) disatukan dalam rumah tangga, hidup bersama dalam waktu yang lama. Ada pasangan yang cepat menyatu, ada yang lama baru bisa menyatu, ada yang kadang menyatu kadang-kadang bertikai, ada yang selalu bertikai tetapi mereka tak sanggup berpisah. Hanya di tempat tidur mereka menyatu hingga anaknya banyak, tetapi di luar itu mereka selalu bertikai.

Kehidupan berumah tangga ada yang berjalan mulus, lancar, sukses dan bahagia, ada yang setelah lama mulus tiba-tiba dilanda badai, ada yang selalu menghadapi ombak dan badai tetapi selalu bisa menyelamatkan diri.

Komunikasi antara suami isteri bersifat khas, tidak mesti logis. Hal-hal yang logis justeru sering disalah fahami, karena komunikasi suami isteri tidak semata-mata menggunakan nalar, tetapi juga sarat dengan muatan perasaan. Hal-hal yang menurut nalar sesungguhnya kecil, bisa saja menjadi sumber prahara rumah tangga jika disikapi dengan sepenuh rasa. Ada suami isteri yang selalu bisa menyelesaikan perselisihan tanpa bantuan orang lain, tetapi banyak suami isteri yang justeru memerlukan bantuan orang lain untuk meluruskan pikiran dan perasaannya. Dalam istilah psikologi, orang yang bisa membantu orang lain mengatasi masalah kejiwaan (al irsyad an nafsy) mereka disebut konselor, dalam bahasa Arab disebut muhtasib.

Pengertian konseling

Konseling adalah usaha membantu orang yang sedang mengalami ganguan kejiwaan agar mereka bisa memutuskan sendiri apa yang terbaik bagi mereka. Yeng membantu disebut konselor, yang dibantu disebut klien. Seorang konselor bukan subyek, karena konselor hanya membantu, subyeknya adalah klien itu sendiri dan obyeknya adalah masalah yang dihadapi. Yang dapat dilakukan oleh seorang konselor antara lain membantu klien untuk ;
1. memahami diri sendiri
2. mengukur kemampuannya
3. mengetahui kesiapan dan kecenderungannya’
4. memperjelas orientasi, motivasi dan aspirasinya,
5. mengetahui kesulitan dan problem lingkungan dimana ia hidup, serta peluang yang terbuka baginya
6. membantu menggunakan pengetahuan tersebut (1 s/d 5) untuk menetapkan tujuan yang paling kongkrit bagi dirinya
7. mendorong klien untuk berani mengambil keputusan yang sesuai dengan kemampuannya, dan memanfaatkan se optimal mungkin potensi yang ada pada dirinya untuk merebut peluang yang terbuka.

Jika klien nya orang awam, konseling dibutuhkan untuk :

1. membantu pengembangan diri dan memilih gaya hidup (life style) yang sesuai dengan aspirasinya
2. menjaga agar mereka tidak terjatuh pada keadaan merasa tidak wajar dan tidak bahagia
3. membantu menentukan pilihan-pilihan
4. membantu meringankan perasaan, frustrasi dn sebangsanya.

Sistematika Terapi Psikologis Dalam Konseling Islami

Seorang klien yang semula mengidap rasa keterasingan, asing dari diri sendiri, asing dari problem yang dihadapi, asing dari lingkungan hidupnya sehingga ia tidak tahu masalahnya dn tidak berani mengambil tindakan bahkan tidak lagi tahu apa yang diinginkan, dapat dibantu memecahkan persoalannya dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. diajak memahami realita apa sebenarnya yang sedang dihadapi, mislnya ditinggal mati orang yang dicintai, dicerai suami, kehilangan jabatan, kehilangan harta, kehilangan kekasih, sakit yang berklepanjangan, dikhiananti bawahan, dizalimi oleh orang yang selama ini dibantu dan sebagainya; bahwa realita itu adalah benar-benar realita dan harus diterima, suka atau tidak suka karena itu memang realita.
2. Diajak kembali mengenali siapa dirinya, apa posisinya, dan apa kemampuan-kemampuan yang dimiliki. Misalnya diingatkan bahwa ia adalah seorang ayah dari anak-anak yang membutuhkan kehadirannya. Atau bahwa kepandaiannya banyak dibutuhkan orang lain, atau bahwa dia adalah hamba Allah yang tidak bisa menghindar dari kehendak Nya, dan apa yang dialami adalah bagian dari kehendak Nya yang kita belum tahu apa maksud dan hikmahnya.
3. Mengajak klien memahami keadaan yang sedang berlangsung di sekitarnya, bahwa keadaan memang selalu berubah; misalnya perubahan nilai, perubahan struktur, perubahan zaman, dan bahwa perubahan adalah sunnatullah yang tidak bisa ditolak, tetapi yang penting bagaimana kita mensikapi dan mengantisipasi perubahan itu.
4. Diajak untuk meyakini bahwa Tuhan itu Maha Adil, maha Pengasih, maha Mengetahui, maha Pengampun, dan semua manusia diberi peluang oleh Tuhan. Juga diajak meyakini bahwa dengki, iri hati dan putus asa adalah tercela dan tidak berguna. Bahwa berbuat dan salah itu lebih baik daripada tidak berbuat karena takur salah.

Wilayah Konseling Perkawinan

Problem diseputar perkawinan atau kehidupan berkeluarga biasanya berada di sekitar;

1. Kesulitan memilih jodoh, suami atau isteri
2. ekonomi yang kurang mencukupi
3. perbedaan watak, temperamen dan karakter yang terlalu tajam antara suami dan isteri
4. ketidak puasan dalam hubungan seksual
5. kejenuhan rutinitas
6. hubungan antar keluarga besan yang kurang baik
7. ada orang ketiga, WIL atau PIL
8. masalah harta warisan
9. dominasi orang tua/mertua
10. kesalah pahaman antara suami isteri
11. poligami
12. perceraian

Penghulu yang ideal

Penghulu bukan hanya petugas pencatat nikah, tetapi jabatan kepenghuluan memiliki wilayah horizontal dan vertical. Oleh karena itu idealnya seorang penghulu bukan saja menguasai bidang-bidang tersebut diatas (1 s/d 12) tetapi juga menguasai psikologi keluarga, yang dengan itu penghulu bukan hanya bisa memberi nasehat perkawinan, tetapi juga bisa menjadi konselor perkawinan . Seorang muballigh dituntut untuk mampu berbicara agar orang-orang enak mendengarnya, sedang seorang konselor dituntut untuk sangggup menjadi pendengar yang baik dari keluhan-keluhan klien. Seorang klien terkadang tidak membutuhkan nasehat, tetapi hanya butuh tempat curah perhatian (curhat), karena begitu curhat beban menjadi ringan. Jika sudah merasa ringan kok dinasehati, maka nasehat itu sendiri menjadi beban. Wallohu a`lamu bissawab.

Read More
posted by : Mubarok institute

Wednesday, July 12, 2006

Ukhuwah Pluralis
Sungguh bahwa allah SWT menempatkan manusia keseluruhan sebagai Bani Adam dalam kedudukan yang mulia, "Walaqad karramna Bani Adam." (Q/17:70). Manusia diciptakan Allah SWT dengan identitas yang berbeda-beda agar mereka saling mengenal dan saling memberi manfaat yang satu dengan yang lainnya (Q/49:13). Tiap-tiap umat diberi aturan dan jalan (yang berbeda), padahal seandainya Tuhan mau, seluruh manusia bisa disatukan dalam kesatuan umat. Allah SWT menciptakan perbedaan itu untuk memberikan peluang berkompetisi secara sehat dalam menggapai kebajikan, "fastabiqul khairat."(Q/5:48). Oleh karena itu sebagaimana dikatakan oleh rasul SAW, agar seluruh manusia itu menjadi saudara antara satu dengan yang lainnya, "Wakunu 'ibadallahi ikhwana."(Hadist Bukhari).

Dalam bahasa arab, ada kalimat "ukhuwah."(Persaudaraan), ada kalimat "ikhwah"(saudara seketurunan) dan "ikhwan" (saudara bukan seketurunan). Dalam quran kata "akhu"(saudara) digunakan untuk menyebut saudara kandung atau seketurunan(Q/4:23), saudara sebangsa(Q/7:65) saudara semasyarakat walau berselisih faham(Q/38:23) dan saudara seiman(Q49:10). Quran bukan hanya menyebut persaudaraan kemanusiaan (ukhuwah insaniyyah) tetapi bahkan menyebut binatang dan burung sebagai umat seperti manusia (Q/6:38). Sebagai saudara semakhluk (ukhuwah makhluqiyah) Istilah "ukhuwah islamiyah." bukan bermakna persaudaraan antara orang-orang Islam, tetapi persaudaraan yang didasarkan pada ajaran Islam atau persaudaraan yang bersifat islami. Oleh karena itu cakupannya "ukhuwah Islamiyyah"bukan hanya menyangkut sesama orang Islam namun juga menyangkut dengan non Muslim bahkan makhluk yang lainnya. Misalnya, seorang pemiliki kuda, tidak boleh membebani kudanya dengan beban yang melampaui batas kewajaran. Ajaran ini termasuk ajaran ukhuwwah Islamiyyah. bagaimana seorang muslim bergaul dengan kuda miliknya.

Dari ayat-ayat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Quran dan Hadist sekurang-kurangnya memperkenalkan empat macam ukhuwah yaitu:
1. Khuwah 'ubudiyyah: Persaudaraan karena sesama makhluk yang tunduk kepada Allah SWT.
2. Ukhuwah Insaniyyah atau basyariyyah: Persaudaraan karena sama-sama manusia secara keseluruhan.
3. Ukhuwah wathaniyyah wa an nasab: Persaudaraan karena keterikatan keturuanan dan kebangsaan.
4. Ukhuwah diniyyah, persaudaraan karena seagama.

Bagaimana ukhuwah berlangsaung, tak lepas dari faktor penunjang. Faktor penunjang signifikan membentuk persaudaraan adalah persamaan. Semakin banyak persamaan, baik persamaan rasa maupun persamaan cita-cita maka semakin kokoh ukhuwahnya. Ukhuwa biasanya melahirkan aksi solidaritas. Contohnya diantara kelompok masyarakat yang sedang berselisih, segera terjalin persaudaraan ketika semuanya menjadi korban banjir, karena banjir menyatukan perasaan, yakni sama-sama merasa menderita. Kesamaan perasaan itu kemudian memunculkan kesadaran untuk saling membantu.

Petunjuk al-Quran Tentang Ukhuwah
1. Tetaplah berkompetisi secara sehat dalam melakukan kebajikan, meski mereka berbeda agama, ideologi, status: "fastaqul khairat."(Q/5:48). Jangan berfikir menjadi manusia dalam kesaragaman, memaksa orang lain untuk berpendirian seperti kita. Misalnya, Allah SWT menciptakan kita perbedaan sebagai rahmat, untuk menguji mereka siapa diantara mereka yang memberikan kontribusi terbesar dalam kebajikan

2. Memelihara amanah (tanggung jawab) sebagai khalifah Allah dimuka bumi, dimana manusia dibebani keharusan menegakkan kebenaran dan keadilan (Q/38:26). Serta memelihara keseimbangan lingkungan alam (Q/112:4).

3. Kuat pendirian tetapi menghargai pendirian orang lain "lakum dinukum wliyadin." (Q/112:4). Tidak perlu bertengkar dengan asumsi bahwa kebenaran akan terbuka nanti dihadapan Allah SWT(Q/42:15).

4. Meski berbeda ideologi dan pandangan tetapi harus berusaha mencari titik temu, "kalimatin sawa" tidak bermusuhan seraya mengakui eksistensi masing-masing(Q/3:64).

5. Tidak mengapa bekerjasa dengan pihak yang berbeda pendirian dalam hal kemaslahatan umum, atas dasar saling menghargai eksistensi, berkeadilan, dan tidak saling menimbulkan kerugian.(Q/60:8) Dalam hal kebutuhan pokok (mengatasi kelaparana, bencana alam, wabah penyakit). Solidaritas sosial dilaksanakan tanpa memandang agama, etnis dan identitas lainnya (Q/2:272).

6. Tidak memandang rendah kelompok lain, tidak pula meledek atau membenci mereka (Q/49:11)

7. Jika ada persilihan diantara kaum beriman, maka islahnya haruslah merujuk kepada petunjuk al-Quran dan Sunah Nabi SAW. (Q/4:59)

al-Quran menyebut bahwa pada hakekatnya seorang mukin itu bersaudara seperti saudara sekandung, "innamal mu'minuna ikhwah." (Q/49/10). Hadist nabi bahwa memisalkan hubungan antara mukmin itu bagaikan hubungan anggota badan dalam satu tubuh dimana jika satu anggota tubuh sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain juga merasa sakit. Nabi juga mengingatkan bahwa hendaknya diantara sesama manusia tidak mengembangkan fikiran negatif (buruk sangka), tidak mencari-cari kesalahan orang lain, tidak saling mendengki, tidak saling membenci, tidak saling membelakangi tetapi kembangkanlah persaudaraan (HR Abu Hurairah).

Meskipun demikian persaudaraan dan solidaritasnya harus berpijak pada kebenaran, bukan mentang-mentang saudara lalu buta terhadap masalah. al-Quran mengingatkan kepada orang mukmin agar tidak tergoda untyuk melakukan perbuatan melampaui batas ketika orang lain melakukan hal yang sama kepada mereka. Sesama mukmin diperintahkan bekerjasama dalam hal kebajikan dan taqwa serta dilarang bekerjasama dalam membela perbuatan dosa dan permusuhan. "Ta'awanu 'alal birri wat taqwa wala ta'awanu 'alal istmi wal 'udwan." (Q5:2) Wallohu a'lamu bissawab.

Read More
posted by : Mubarok institute

Tuesday, July 11, 2006

Psikologi Shalat
Kualitas shalat seseorang diukur dari tingkat kekhusyu'annya. Shalat dapat disebut sebagai zikir manalakala orang yang shalatnya itu menyadari sepenuhnya apa yang dilakukan dan apa yang diucapkan dalam shalatnya. Karena zikir itu sendiri adalah kesadaran. Lawan dari zikir adalah lalai, oleh karena itu Quran juga mengingatkan orang yang berzikir(shalat) agar jangan lalai, "wala takun min alghafilin" (Q/7:205).

Shalatnya orang yang lalai pasti tidak efektif karena tidak komunikatif. Hadist riwayat abu Hurairah menyebutkan betapa banyak orang yang shalat tetapi tidak memperoleh apa-apa selain capek dan lelah. "Kam min qa imin hazzuhu min shalatihi at ta'abu wa an nasobu." shalat sebagai zikir bukan kata-kata, ruku' dan sujud tetapi dialog, muhawarah dan munajat seorang Hamba dengan Tuhannya. Kuncinya dari muhawarah dan munajat adalah kehadiran hati, "hudur al qalb" dalam shalatnya.

Jadi khusyu' adalah hadirnya hati dalam setiap aktifitas shalat. Makna shalat terletak pada seberapa besar kehadiran hati didalamnya. Imam Ghazali dalam Ihya' Ulumuddin menyebutkan enam makna batin yang dapat menyempurnakan makna shalat yaitu (1)Kehadiran hati, (2) Kefahaman, (3)Ta'zim, mengagungkan Allah SWT (4) Segan, haibah (5)Berharap, roja (6)Malu.

Disamping enam hal yang bersifat maknawi bagi orang awam masih dibutuhkan situasi fisik yang kondusif untuk shalat, agarperhatiannya tidak terpecahsehingga hatinya hadir. Bagi yang sudah kuat konsentrasinya maka lingkungan fisik tidak lagi menjadi stimulus yang mengganggu, apa yang bagi orang awam, sesuatu yang didengar, yang dilihat, justru menarik perhatiannya, lupa kepada Allah SWT yang sedang diajak berbicara. Demikian juga bagi orang banyak problem yang tidak halal, ruang gelap, ruang kosong, menutup mata dan menutup telinga tidak akan membantu mengkonsentrasikan hatinya kepada Allah SWT, karena dua hal yang bertentangan.

Read More
posted by : Mubarok institute
Problem Dunia Pendidikan Kita
Sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal:

Pertama, oleh faktor hereditas, faktor keturunan. Manusia Indonesia dewasa ini adalah terunan langsung manusia Indonesia generasi 45 dan cucu gerenasi 1928, cicitnya generasi 1912. Menurut Ibn Khaldun, jatuhnya bangun bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi. Pertama, generasi pendobrak. Kedua, generasi pembangun. Ketiga, generasi penikmat. Jika pada bangsa ini sudah banyak kelompok generasi penikmat, yakni generasi yang hanya asyik menikmati pembangunan, maka itu satu tanda bahwa bangsa itu mengalami kemunduran. Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun satu abad, yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini bahwa baru setengah abad lebih, ketika generasi pendobrak masih satu dua yang hidup, ketika generasi pembangun masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun, sudah muncul sangat banyak generasi penimat dan mereka bukan hanya kurang terpelajar tetapi justru kebanyakkan kelompok terpelajar. Salah didikkah mereka?

Kedua, Dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia. Lalu apa yang salah pada pendidikan generasi ini? Sekurangnya ada sembilan poin kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini, meliputi:

(a) Pengelolaan pendidikan dimasa lampau terlalu berlebihan pada aspek kognitif, mengabaikan dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi split personality, kepribadian yang pecah.

(b) Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya memandang Jakarta (Ibukota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu melihat peluang dan potensi besar didaerah masing-masing.

(c) Gagal melahirkan lulusan SDM yang siap berkompetisi didunia global.

(d) Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang berdispilin.

(e) pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan Hak-Hak Azasi Manusia. Sebagai contoh, pada masa orde baru, guru negeri disekolah lingkungan diknas mencapai 1 guru untuk 14 siswa, namun di madrasah (depag) 1 guru negeri untuk 2000 siswa. Anggaran pendidikan SMA Negeri mencapai Rp.400. ribu/siswa/tahun sementara madrasah Aliyah hanya 4.000/siswa/tahun.

(f)Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan oleh uniformitas yang sangat sentralistik. Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan pendidikan menjadi tidak tumbuh.

(g)Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan otonomi daerah.

(h) Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya, bertentangan dengan semangat Bhineka Tunggal Ika.

(i) Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan melalui PPKN terlalu kering sehingga kontraproduktif.

Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang telah melahirkan buahnya yang pahit, yakni:

1. generasi muda yang langitnya rendah, tidak memiliki imanjinasi idealistik.
2. Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global.
3. Birokrasi yang lamban, korup dan tidak kreatif.
4. Masyarakat luas mudah bertindak anarkis.
5. Sumber daya alam (terutama Hutan) yang rusak parah.
6. Cendikiawan yang hipokrit.
7. Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair.
8. Hutang luar negeri yang tak tertanggungkan.
9. Merajalelanya tokoh pemimpin yang bermoral rendah.
10. pemimpin daerah yang kebingungan . Bupati daerah minus tetap berharap kucuran dari pusat, bupati plus menghambur-hamburkan untuk hal-hal yang tidak strategis.

Read More
posted by : Mubarok institute

Thursday, July 06, 2006

"Pencegahan Terorisme dengan Pendekatan Islamic Indigenous Psychology"
Pidato Pengukuhan Guru Besar
Prof. Dr. Achmad Mubarok, MA

Globalisasi telah menjadikan bumi ini menjadi kampung besar. Setiap Peristiwa yang terjadi di bagian belahan bumi ini diketahui dan direspond secara serentak oleh seluruh penduduk bumi ini, Bom yang meledak di Palestina atau di Irak bukan saja membunuh orang Palistina dan Irak tetapi langsung melukai hati aspiran-aspiran pejuang kebebasan di seluruh dunia.

Globalisasi telah mengubah peta peperangan dimana musuh tidak lagi berhadap-hadapan dalam dua front, tetapi semua kepentingan diberbagai tempat di dunia menjadi target serangan musuh. Negara kuat seperti Amerika merasa berhak untuk menyerang dan menghancurkan negara manapun yang dipandangnya mengancam kepentingan nasional Amerika. Sebaliknya para aspiran kemerdekaan yang merasa terluka hatinya oleh praktek terorisme yang dilakukan oleh Pemerintah Amerika merasa berhak untuk menyerang semua kepentingan Amerika di seluruh dunia.

Peperangan antara teroris dan anti teror di dunia sekarang secara garis besar sesunguhnya adalah perang antara dua kelompok teroris;
Pertama , Teroris kuat, dalam hal ini negara besar (kuat), yang dengan dalih melindungi kepentingan nasionalnya merasa berhak untuk menghancurkan lawan, dimanapun berada. Amerika (di Afgan dan Irak) dan Israel (di Palestin) serta Uni Sovyet (ketika menjajah Afganistan) dalam perspektip ini adalah negara terrorits, maksudnya, terorisme yang dilakukan oleh negara, lounching by state.
Kedua, Terorist Terpojok, yakni mereka yang lemah dan kalah dalam percaturan resmi, tetapi tidak mau menyerah. Kelompok ini merasa berhak untuk membela diri, dan melakukan gerilya sesuai dengan kemampuan minimal yang mereka miliki. Pooling pendapat di Eropa yang hasilnya tidak dipublikasi menempatkan Israel sebagai negara yang paling berbahaya di dunia, Iran ditempatkan sebagai berbahaya ke tiga dan Indonesia memperoleh urutan ke tujuh.

Indonesia memang menjadi terkenal dengan adanya bom Bali dan bom Marriot serta bom Kuningan. Tetapi setelah kita mengikuti jalannya persidangan kasus ketiga bom tersebut, menjadi jelas bahwa ada hal yang harus diperjelas anatomi masalahnya.
Siapa sebenarnya aktor intelektual kasus bom di Indonesia? Bom dahsyat Bali masih menyisakan pertanyaan, benarkah Amrozi sanggup membuat bom sedahsyat itu, jika benar barangkali PINDAD perlu merekrutnya menjadi tenaga ahli.

Fenomena Terorisme di Indonesia
Sudah bukan rahasia lagi bahwa penyusupan agen dalam perang merupakan kelaziman. Hingga hari ini kita tidak tahu siapa Umar Faruk, DR. Azhari, Nurdin M. Top, bahkan Usamah bin Laden yang sesungguhnya. Oleh karena itu dalam perspektip pooling pendapat di Eropa, sesungguhnya negara urutan pertama (Israel) itulah sebenarnya akar masalah terorisme global, sedangkan urutan berikutnya tak lebih hanya limbah saja.

Manusia sebagai makhluk psikologis adalah makhluk yang bisa berfikir, berperasaan dan berkehendak. Perilakunya dipengaruhi oleh fikiran dan perasaannya. Sebagai makhluk budaya, manusia adalah makhluk yang memiliki konsep, gagasan dan keyakinan yang memandu perilakunya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,
Perilaku, termasuk teror, tidak cukup hanya dinilai dengan besar kecilnya bom, tetapi pada apa yang melatar belakangi munculnya perilaku itu
Psikologi, meski sering diterjemahkan dengan Ilmu Jiwa, bukanlah ilmu yang berbicara tentang jiwa, tetapi ilmu yang membicarakan perilaku manusia dengan asumsi bahwa perilaku manusia itu merupakan gejala dari jiwanya.

Memahami Perilaku “Teroris”
Sesuai dengan sejarahnya, Psikologi lahir pada era sekuler dimana ada konflik antara ilmu dan gereja, oleh karena itu perkembangan Psikologi jauh dari bimbingan agama. Jadinya psikologi tidak menyentuh aspek iman, tidak mengenal dosa tidak mengenal nilai-nilai sakral, tidak pula mengenal baik dan buruk..
Hukum-hukum perilaku yang dirumuskan Psikologi keseluruhannya hanya berdimensi horizontal. Mazhab-mazhab Psikologipun muncul dengan trial and error, dimulai dengan mazhab Psikoanalisa yang menganggap manusia sebagai homo volens, makhluk yang perilakunya dikendalikan oleh alam bawah sadarnya, kemudian dikoreksi oleh mazhab Behaviourisme yang menempatkan manusia sebagai homo mechanicus,
Makhluk mesin yang dikendalikan oleh faktor luar, dikoreksi lagi oleh mazhab kognitip yang menempatkan manusia sebagai homo sapiens, makhluk berfikir yang tidak tunduk begitu saja kepada lingkungan tetapi sanggup mendistorsinya, dan kemudian disempurnakan oleh mazhab Humanisme yang menempatkan manusia sebagai homo ludens, makhluk yang mengerti akan makna hidup. Psikologi mazhab mutakhir inilah yang telah mulai meraba-raba dimensi vertikal dari jiwa, yaitu apa yang sekarang dikenal dengan istilah kecerdasan spiritual.

Psikologi Barat telah terbukti tidak memadai untuk memahami fenomena kejiwaan yang berdimensi vertikal, terbukti semua teori Barat gagal ketika harus memahami venomena Revolusi Iran yang dipimpin oleh Imam Khumaini.

Menurut Uichol Kim, seorang spikolog asal Korea, teori psikologi Barat hanya memadai untuk memahami venomena kejiwaan masyarakat Barat sesuai dengan kultur sekuler dimana ilmu itu lahir. Untuk memahami perilaku manusia di belahan bumi lain harus digunakan basis kultur dimana manusia itu hidup Psikologi Barat pun tidak memadai untuk menerangkan fenomena senyum Amrozi , karena senyum Amrozi ketika menerima vonis hukuman mati bukan hanya berdimensi horizoantal, tetapi juga berdimensi vertikal Berbeda dengan sejarah keilmuan Barat yang berlawanan dengan agama (gereja), pertumbuhan ilmu pengetahuan dalam sejarah Islam justeru berada dibawah panduan para ulama. Jiwa dalam ilmu keislaman tidak dibahas sebagai perilaku, tetapi dibahas dalam konteks hubungan manusia dengan Tuhan, yaitu dalam ilm Akhlak dan Ilmu Tasauf. Jika Psikologi bertugas menerangkan makna, meramalkan dan mengendalikan perilaku, Ilmu Akhlak berbicara tentang perilaku yang baik dan yang buruk dan bagaimana membentuk perilaku yang baik, Ilmu Tasauf berbicara tentang bagaimana jiwa manusia dapat merasa dekat dengan Tuhan.

Dalam kerangka pikir inilah lahir apa yang disebut Psikologi Islam, yakni ilmu yang bukan saja berbicara tentang tingkah laku, tetapi juga berbicara bagaimana membangun perilaku yang baik dan bagaimana manusia bisa merasa dekat dengan Tuhan. Sebagai ilmu baru, ilmu Psikologi Islam masih harus menghadapi tantangan epistimologis, tetapi melihat kecenderungan Psikologi Barat yang sudah mulai meraba-raba wilayah vertikal, Psikologi Islam akan dapat menjadi mazhab kelima setelah mazhab Humanisme.

Urgensi Psikologi Islam bagi bangsa Indonesia
Banyak sekali problem kemasyarakatan di Indonesia yang membutuhkan pendekatan indigeous psychology, dalam hal ini Islamic Indigenous Psychology.
Aspirasi garis keras muncul di kalangan ummat Islam pada umumnya merupakan respond yang kurang tepat terhadap ketidakadilan yang dialami.
Aspiran garis keras pada umumnya tidak bisa membedakan antara kebudayaan dan agama, padahal Islam memandang; pada dasarnya semua kebudayaan bersifat mubah sepanjang tidak mengandung elemen-elemen haram. Kebudayaan adalah konsep, oleh karena itu wujud suatu perilaku harus dilihat apa konsepnya, baru dapat ditetapkan nilainya. Pencampuradukan agama dan kebudayaan itu terjadi karena adanya sikap fanatik.

Pengertian Fanatik
Fanatik adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyebut suatu keyakinan atau suatu pandangan tentang sesuatu, yang positip atau yang negatip, pandangan mana tidak memiliki sandaran teori atau pijakan kenyataan, tetapi dianut secara mendalam sehingga susah diluruskan atau diubah
Fanatisme biasanya tidak rationil, oleh karena itu argumen rationilpun susah digunakan untuk meluruskannya. Fanatisme dapat disebut sebagai orientasi dan sentimen yang mempengaruhi seseorang dalam : (a) berbuat sesuatu, menempuh sesuatu atau memberi sesuatu, (b) dalam berfikir dan memutuskan, (c) dalam mempersepsi dan memahami sesuatu, dan (d) dalam merasa
Secara psikologis, seseorang yang fanatik biasanya tidak mampu memahami apa-apa yang ada di luar dirinya, tidak faham terhadap masalah orang atau kelompok lain, tidak mengerti faham atau filsafat selain yang mereka yakini. Tanda-tanda yang jelas dari sifat fanatik adalah ketidak mampuan memahami karakteristik individual orang lain yang berada diluar kelompoknya, benar atau salah. Secara garis besar fanatisme mengambil bentuk : (a) fanatik warna kulit, (b) fanatik etnik/kesukuan, dan (c) fanatik klas sosial. Fanatik Agama sebenarnya bukan bersumber dari agama itu sendiri, tetapi biasanya merupakan kepanjangan dari fanatik etnik atau klas sosial.
Di sisi lain , fanatisme merupakan usaha perlawanan kepada kelompok dominan dari kelompok-kelompok minoritas yang pada umumnya tertindas. Minoritas bisa dalam arti jumlah manusia (kuantitas), bisa juga dalam arti minoritas peran (Kualitas). Di negara besar semacam Amerika misalnya juga masih terdapat kelompok fanatik seperti : Fanatisme kulit hitam (negro), Fanatisme anti Yahudi,Fanatisme pemuda kelahiran Amerika melawan imigran, dan fanatisme kelompok agama melawan kelompok agama lain.

Analisis Terhadap Fanatisme
Fanatisme dapat dijumpai di setiap lapisan masyarakat, di negri maju, maupun di negeri terbelakang, pada kelompok intelektual maupun pada kelompak awam, pada masyarakat beragama maupun pada masyarakat atheis. Pertanyaan yang muncul ialah apakah fanatisme itu merupakan sifat bawaan manusia atau karena direkayasa ?
Ada teori yang lebih masuk akal yaitu bahwa fanatisme itu berakar pada pengalaman hidup secara aktual. Pengalaman kegagalan dan frustrasi terutama pada masa kanak-kanak dapat menumbuhkan tingkat emosi yang menyerupai dendam dan agressi kepada kesuksesan, dan kesuksesan itu kemudian dipersonifikasi menjadi orang lain yang sukses. Seseorang yang selalu gagal terkadang merasa tidak disukai oleh orang lain yang sukses. Perasaan itu kemudian berkembang menjadi merasa terancam oleh orang sukses yang akan menghancurkan dirinya. Munculnya kelompok ultra ektrim dalam suatu masyarakat biasanya berawal dari terpinggirkannya peran sekelompok orang dalam sistem sosial (ekonomi dan politik) masyarakat dimana orang-orang itu tinggal. Kita bisa menelaah fenomena gerakan ektrim radikal pada masa orde baru dimana kelompok yang ektrim selalu berasal dari kelompok yang terpinggirkan atau merasa terancam,
Jalan fikiran orang fanatik itu bermula dari perasaan bahwa orang lain tidak menyukai dirinya, dan bahkan mengancam eksistensi dirinya. Perasaan ini berkembang sedemikian rupa sehinga ia menjadi frustrasi. Frustrasi menumbuhkan rasa takut dan tidak percaya kepada orang lain. Selanjutnya perasaan itu berkembang menjadi rasa benci kepada orang lain. Sebagai orang yang merasa terancam maka secara psikologis ia terdorong untuk membela diri dari ancaman, dan dengan prinsip lebih baik menyerang lebih dahulu daripada diserang, maka orang itu menjadi agressip.
Perilaku fanatik seseorang/sekelompok orang, tidak cukup dengan menggunakan satu teori , karena fanatik bisa disebabkan oleh banyak faktor, . Munculnya perilaku fanatik pada seseorang atau sekelompok orang di suatu tempat atau di suatu masa. boleh jadi (a) merupakan akibat lagis dari sistem budaya lokal, tetapi boleh jadi (b) merupakan perwujudan dari motiv pemenuhan diri kebutuhan kejiwaan indifidu/sosial yang terlalu lama tidak terpenuhi.

Karena perilaku fanatik mempunyai akar yang berbeda-beda, maka cara penyembuhannya juga berbeda-beda.Perilaku fanatik yang disebabkan oleh masalah ketimpangan ekonomi, pengobatannya harus menyentuh masalah ekonomi, dan perilaku fanatik yang disebabkan oleh perasaan tertekan , terpojok dan terancam, maka pengobatannya juga dengan menghilangkan sebab-sebab timbulnya perasaan itu. Pada akhirnya, pelaksanaan hukum dan kebijaksanaan ekonomi yang memenuhi tuntutan rasa keadilan masyarakat secara alamiah akan melunturkan sikap fanatik pada mereka yang selama ini merasa teraniaya dan terancam.Menekan dengan kekerasan terhadap aspiran pejuang kebebabasan akan membuat pandangannya semakin keras, dan semakin tidak mengenal konpromi, dan ujungnya bisa menjadi teroris beneran.

Biaya memahami perilaku orang-orang yang dianggap berbahaya itu lebih murah dibanding biaya menumpas mereka dengan keras, apalagi jika berbasis teori psikologi yang tidak tepat. Nah Psikologi yang tepat untuk memahami fenomena “terorisme” di Indonesia adalah Islamic Indigenous Psychology, yang Insya Allah akan menjadi mazhab ke lima dalam sejarah ilmu Psikologi.

Read More
posted by : Mubarok institute

Tuesday, July 04, 2006

AGAMA DAN GANGGUAN KEJIWAAN
Oleh : Prof.Dr. Achmad Mubarok, MA
Disampaikan dalam Seminar Umum yang dikerjasamakan oleh Kajian Kang Jalal dengan Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina, di Jakarta, 7 Juli 2006

Pendahuluan

Sesungguhnya sudah menjadi tabiat kehidupan bahwa ada orang sehat dan ada orang sakit, ada orang normal dan ada yang abnormal, ada yang memiliki tingkat kesehatan mental sangat tinggi, ada yang lemah mental. Ada yang jiwanya sehat, ada yang terganggu kejiwaannya dan bahkan ada yang sakit jiwa. Masalahnya menjadi heboh ketika ada orang yang terpelajar dan dikenal sebagai orang yang mengerti agama serta menjalankan ibadah agamanya secara taat tetapi melakukan sesuatu yang menurut suatu ukuran disebabkan karena mengidap gangguan kejiwaan. Publik menjadi sangat tergoda untuk mengetahui, adakah hubungan antara corak keberagamaan seseorang dengan perilaku menyimpang? Makalah ini bukan membahas kasus yang terjadi di Bandung beberapa waktu yang lalu karena penulis tidak mengenal mereka, meski ide penyelenggaraan seminar ini dari kasus tersebut.


Konsep Sehat wal Afiat

Term sehat wal afiat biasanya digunakan untuk menyebut tingkat kesehatan yang prima, terkadang hanya untuk menyebut kesehatan fisik, terkadang dimaksud untuk menyebut kesehatan lahir batin. Tetapi jika kita melacak asal-usul istilah itu, maka sesungguhnya ada perbedaan yang nyata antara sehat dan afiat. Sehat (al shihhah) merujuk kepada fungsi, sedang afiat (al `afiyah) merujuk kepada maksud penciptaan. Mata yang sehat adalah mata yang berfungsi untuk melihat tanpa membutuhkan alat Bantu, sedangkan mata yang afiat adalah mata yang mudah untuk melihat obyek yang halal, tetapi susah untuk melihat obyek yang diharamkan –ngintip misalnya- karena maksud diciptakannya mata adalah untuk membantu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang halal dan mana yang haram. Begitulah seterusnya pada telinga, kaki, tangan dan seluruh anggauta badan. Dengan demikian maka suami yang perkasa di rumah saja, maka ia adalah suami yang sehat wal afiat, tetapi jika di luar rumah juga perkasa, maka ia adalah suami yang sehat tetapi tidak ,afiat. Oleh karena itu sesudah salat witir kita diajarkan untuk berdoa, Allohumma inna nas aluka al `afiyah, wa nas aluka tamam al `afiyah, wanas aluka as syukra `ala al fiyah.. Jadi sehat wal `afiyat sesungguhnya juga mencakup kesehatan mental.

Agama Sebagai Konsep

Sesungguhnya agama –dalam hal ini Islam- adalah konsep hidup yang disusun oleh Tuhan untuk manusia. Sebagai konsep yang disusun oleh Tuhan yang Maha Sempurna, konsep Islam pastilah sempurna, dan ia terpelihara di lauh mahfudz (langit) yang duplikatnya bisa digali dari wahyu al Qur’an. Jika orang mengatakan Islam adalah sempurna dan benar secara mutlak, (al islamu ya`lu wa la yu`la `alaih) maka yang dimaksud adalah dalam pengertian ini.
Ketika konsep itu diturunkan ke muka bumi dan dicontohkan oleh Muhammad s.a.w sebagai utusan Tuhan, maka pada tingkat ini Islam juga sempurna dan benar secara mutlak. Tetapi apa yang diperspesi oleh para sahabat (masyarakat Islam pertama) tidak lagi bersifat sempurna dan tidak lagi mengandung kemutlakan, karena pemahaman manusia yang kodratnya tidak sempurna tidak pernah sempurna. Pemahaman para sahabat Nabi, bahkan sahabat besar seperti Abu baker, Umar, Usman dan Ali apa lagi sahabat-sahabat lain, dipengaruhi oleh karakter, kapasitas intelektual dan frekwensi komunikasi mereka dengan Rasul.Dari itu maka kita sudah dapat membedakan karakteristik sosok Abu baker yang ektrim lembut dan sosok Umar bin Khattab yang ektrim keras. Kita pun dapat melihat adanya perbedaan pendapat bahkan konflik antar sahabat. Tetapi kedekatan psikologi mereka dengan Rasul, tarikan cinta masih lebih kuat disbanding tarikan interest. Oleh karena itu Nabi menggambarkan perbedaan para sahabat dengan ragam bintang di langit, sahabat2wku semua itu ibarat bintang gemintang di langit, dengan siapapun kalian mengikuti, kalian akan memperoleh petunjuk (ashaby ka an nujum, biayyi iqtadaitum ihtadaitum).

Pada saat generasi sahabat sudah habis, para ulama menjadi dominant. Konsep Islam dikembangkan melalui ijtihad, dengan sumber teks al Qur’an dan tradisi Nabi. Pada tingkat ini sudah barang tentu konsep Islam sudah tidak lagi “sempurna” karena ijtihad memang tidak melahirkan kesempurnaan. Lahirnya mazhab-mazhab menunjukkan ketidak sempurnaan konsep tetapi sekaligus menunjukkan fleksibelitas ajaran Islam, karena kata Nabi, ijtihad yang benar memperoleh pahala dua, ijtihad yang salah memperoleh pahala satu.

Berikutnya, konsep Islam bercampur dengan budaya masyarakat kaum muslimin, ada yang lebih kental sebagai budaya Islam, ada juga yang sudah bisa disebut sebagai budaya muslimin.

Corak Keberagamaan

Manusia memiliki karakteristik psikologis yang berbeda-beda, yang berdampak pula pada perbedaan karakteristik keberagamaannya. Dalam perspektip Psikologi Islam, system nafsani manusia bekerja dengan sinergi subsitem `aql, qalb, bashirah, syahwat dan hawa. `Aql (akal) merupakan problem solving capacity yang kerjanya berfikir, Qalb (hati) merupakan alat untuk memahami realita, Bashirah (nurani) merupakan cahaya ketuhanan yang ada dalam hati (nurun yaqdzifuhulloh fi al qalbi), syahwat merupakan penggerak tingkah laku (motiv) dan hawa (hawa nafsu)merupakan penguji system. Orang yang lebih menggunakan akalnya biasa logic, terkadang kering, orang yang lebih menggunakan hatinya biasanya perasa, orang yang lebih mengunakan nuraninya biasanya pilihannya selalu tepat, orang yang lebih memanjakan syahwatnya mudah tergoda oleh kemewahan, dan orang yang lebih mengikuti hawa nafsunya cenderung sesat dan destruktip.

Nah beregamaan seseorang juga diwarnai oleh karakteristik kejiwaannya, apakah lebih logic, lebih perasa, lebih mengikuti cahaya, lebih mengabdi syahwat atau lebih mengikuti hawa nafsu.
Keberagamaan Yang Logik.
Produk logika agama adalah pada ilmu yang bernama fiqh. Ilmu fiqh selalu menggunakan ilmu manthiq (logika) dalam merumuskan hokum-hukumnya, sah tidak sah, halal, haram dan seterusnya. Ketika orang yang berfiqih juga kuat dorongan syahwatnya maka ia bias menjadi munafiq, karena dalil agama bias dibelokkan menjadi halal atau haram bergantung kepada interestnya.

Keberagamaan yang penuh perasaan

Setiap kali ummat dilanda krisis materialisme (hubbul mal wal jah) maka fenomena tasauf selalu muncul.Tasauf merupakan olah rasa dimana merasa dekat dengan Tuhan lebih diutamakan daripada kebenaran logic. Nah ketika seorang mutasawwif sudah sama sekali tidak memperhatikan logika (fiqh atau syari’at) maka ketika itulah ia berpeluang menjadi zindiq, menjadi kafir, karena ia tertipu oleh perasaannya. Ia merasa sudah mikraj ke langit, padahal ia berada di dalam ruang simulasi jin atau syaitan.

Keberagamaan Yang Syahwati

Manusia dilengkapi Tuhan dengan dorongan syahwat atas lain jenis (seksual)anak-anak (kebanggaan naluriah), benda berharga (manfaat dan gengsi), kendaraan bagus (manfaat dan gengsi) ternak dan lading (manfaat dan gengsi). Orang sering tak sadar, dalam ekpressi keagamaan sesunguhnya mereka didorong oleh motiv syahwati. Ia merasa sangat bersemangat dalam membela syi`ar agama, tanpa disadari (dalam alam bawah sadar) mereka sesungguhnya sedang melakukan pemenuhan syahwat. Bahkan ketika mereka berteriak-teriak membela agama dari ancaman luar, sesungguhnya mereka sedang mengamankan kepentingan syahwat sendiri.

Keberagamaan hawiyyi (mengikuti hawa nafsu)

Ali bin Abi Talib r.a. ketika dalam medan perang jihad sudah hampir berhasil membunuh musuh. Tiba-tiba si kafir yang sudah terpojok meludahi wajah Ali dengan ludah yang banyak. Spontan Ali terusik perasaannya dan marah. Begitu sadar sedang dalam kemarahan, maka Ali mengalihkan jihadnya dari membunuh musuh ke menekan hawa nafsunya agar tidak membunuh ketika hati sedang marah, dan musuhnya justeru disuruh pergi dari mukanya. Mengapa Ali berbuat demikian ? karena jika Ali membunuh musuh dalam keadaan marah karena diludahi, maka ia tidak lagi sedang berjihad di jalan Allah, tetapi di jalan syaitan, karena marah (ghadlab) memang media syaitan dalam menyesatkan manusia. Nah bandingkan dengan apa yang dilakukan oleh Amrozi cs., apakah mereka sedang berjihad atau sedang melakukan perilaku menyimpang. Memerangi hawa nafsu itulah jihad al akbar (perjuangan besar) sedangkan perang fisik adalah jihad al asghar (perjuangan kecil).

Keberagamaan yang nuraniyy

Nuraniyyun artinya bersifat cahaya. Nurani atau hati nurani dalam al Qur’an disebut bashirah yang artinya pandangan mata batin sebagai lawan dari pandangan mata kepala. Nurani bercahaya manakala hati bersih dari kotoran batin. Cahaya nurani dapat menembus sekat-sekat ruang dan waktu , sehingga ia seperti bisa meramalkan masa depan. Dalam bahasa tasauf, orang yang nuraninya hidup dapat melihat dengan penglihatan Tuhan dan dapat mendengar dengan pendengaran Tuhan. Cahaya nurani redup oleh dosa kecil, dan tertutup oleh keserakahan dan maksiat. Orang yang keberagamaanya bersifat nuraniyy pada umumnya ia akrab dengan penderitaan manusia, dan bahkan makhluk. Cahaya nurani merupakan perwujudan dari rahmat Allah dimana ia memperolehnya karena ia menyayangi makhluk Alloh. Hal ini selalu diingatkan oleh Nabi, sayangi yang di bumi, niscaya Tuhan yang di langit menyayangimu, irhamu man fi al ardhi yarhamukum man fi as sama. Orang yang sadis kepada hewan apalagi kepada manusia pasti nuraninya mati. Jika orang nuraninya mati maka ia seperti orang yang berjalan di tengah kegelapan, dan karena kegelapan ia tidak bisa menempatkan sesuatu pada tempatnya. Kegelapan dalam bahasa Arab disebut dzulm-dzulumat, orangnya disebut dzalim.. Praktek terorisme misalnya dapat dilihat akar sejarahnya pada tokoh Syi`ah ekstrim Hasan bin Sabah dari sekte Hassyasyin (1057) yang diberi gelar The Old Man of The Mountain in Alamut (dekat laut Kaspia) yang mengorganisir pemuda untuk melakukan pembunuhan terhadap lawan-lawan politiknya secara tiba-tiba dengan terlebih dahulu menggunakan hasyis/narkoba.

Beragama secara sehat

Kita tidak boleh mengklaim diri sebagai yang terbenar, karena kebenaran hanya milik Alloh, tetapi kita dianjurkan untuk selalu mendekati kebenaran sambil tetap mengakui bahwa hanya Allah yang paling tahu terhadap kebenaran (wallohu a`lamu bi as shawab). Ukuran kebenaran beragama secara keilmuan adalah apabila kita berpegang teguh kepada Al Qur’an dan Sunnnah Rasul, dan dalam mencari kebenaran tetap mengikuti system pemahaman (ijtihad) yang telah dibangun oleh para pendahulu kita. Beragama yang sehat adalah beragama yang mengikuti panduan secara komprehensip, vertical dan horizontal, bahkan internal. Perilaku menyimpang dari orang beragama bisa karena gangguan kejiwaan atau karena sesat piker dan salah merasa. Oleh karena itu orang beragama dalam hidupnya harus bisa berfikir sehat (logic), senang bertafakkur dan jangan lupa tadabbur. Olah rasa(tasauf) harus berdiri diatas landasan syari`ah, beragama juga harus berilmu; Mengutip Murtadla Muthahhari dalam buku Allah fi Hayat al Insan, hubungan agama dan ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut :

Ilmu mempercepat anda sampai ke tujuan
Agama menentukan arah yang dituju
Ilmu menyesuaikan manusia dengan lingkunganya
Agama menyesuaikan manusia dengan jati dirinya
Ilmu hiasan lahir, sedangkan agama hiasan batin
Ilmu memberikan kekuatan dan menerangi jalan
Agama memberi harapan dan dorongan bagi jiwa
Ilmu menjawab pertanyaan yang dimulai dengan “bagaimana”
Agama menjawab, yang dimulai dengan “mengapa”
Ilmu tidak jarang mengeruhkan pikiran pemiliknya
Sedang agama selalu menenangkan jiwa pemeluknya yang tulus. Wallohu a`lam

Read More
posted by : Mubarok institute
Psikologi Amanah
Ada dua term yang berdekatan yaitu Siddiq dan Amanah. Shiddiq berarti benar dan jujur sedangkan amanah berarti bertanggungjawab. Dalam bahasa Indonesia, amanah sering diterjemahkan jujur. Jujur lebih merupakan "sifat dalam" yang bernuansa lurus. Amanah lebih merupakan aplikasi tanggungjawab dalam kehidupan. Terkadang jujur berkonotasi negatif. "Jujur amat lu." Satu kejujuran yang bernuansa lurus naif, dan memang orang yang naif (o'on), biasanya jujur dalam segala hal sampai yang rahasiapun dibuka apa adanya. Sedangkan amanah lebih mengedepankan tanggungjawab dan sadar akan resiko, oleh karena itu orang yang amanah akan menseleksi apa-apa yang bisa dikatakan sejujurnya dan apa-apa yang tidak perlu dikatakan.

Dalam bahasa sehari-hari, karakteristik orang yang jujur sering digambarkan sebagai orang yang tidak suka bohong, bisa dipercaya dan gaya hidupnya lurus. Kebalikkan dari sifat jujur adalah suka dusta dan berkhianat, oleh karena itu gaya hidupnya penuh tipudaya. Sifat amanah dan contoh orang jujur disebut dalam Quran adalah Nabi Muhammad dan Nabi Musa. Pada masa mudanya Muhammad diberi gelar oleh masyarakatnya dengan sebutan al-Amin. Muhammad al-Amin artinya orang yang amanah. yang dapat dipercaya. Predikat ini diberikan oleh masyarakat karena belum pernah menjumpai Muhammad berdusta. Apapun yang dikatakan oleh Muhammad, masyarakat pasti percaya. Karena selama hidupnya muhammad tak pernah dijumpai berdusta. Sementara Nabi Musa disebut juga sebagai sosok yang kuat dan jujur (al qawiyyu al amin Q/al Qasas:26)

Dalam bahasa Arab maupun istilah syara' amanah mengandung banyak arti tetapi secara umum seorang yang berakhlak amanah atau jujur adalah orang yang bisa memelihara hak-hak Allah dan hak-hak manusia pada dirinya, yang dengan itu ia tidak pernah menyia-nyiakan tugas yang diembannya baik tugas ibadah maupun muamalah. Amanah juga berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya yang layak dan patut. Dari pengertian ini maka secara lebih rinci, karakter orang yang jujur atau amanah adalah sebagai berikut:
(a) Bisa memikul tanggungjawab dari apa yang menjadi kewajibannay.
(b) Menempatkan orang dalam tugas sesuai dengan kapabilitasnya bukan karena pertimbangan keuntungan yang tersebunyi atau nepotisme.
(c) Jika diberi titipan ia bisa menjaga apa yang dititipkan dalam keadaan utuh.
(d) Jika menjalankan tugas ia tidak mengambil keuntungan pribadi dari tugas itu (korupsi)
(e) Tidak menyembunyikan apa-apa yang mestinya dibayarkan baik menyangkut hubungan dengan Tuhan (zakat) dengan negara (pajak) maupun dengan keluarga (nafkah).
(f) Mampu menyimpan apa yang harus dirahasiakan, baik rahasia tugas maupun rahasia kehormatan.
(g) Jika berjanji ia menunaikan janjinya.

Kejujuran merupakan nurani yang ada didalam hati, bukan pengetahuan yang ada difikiran. Oleh karena itu pengetahuan agama, pengetahuan tentang nilai kejujuran tidak cukup untuk membuat orang menjadi jujur. Kejujuran tidak berlangsung begitu saja tetapi membutuhkan dukungan infrastruktur yang kondusif untuk itu. Tak jarang orang baik benar-benar jujur kemudian hilang kejujurannya ketika ia memikul tanggungjawab tugas yang menggoda tanpa sistem pengawasan yang memadai.

Manajemen Kejujuran
Meskipun fitrah manusia pada dasarnya baik, jujur, lugu, berketuhanan dan memiliki rasa keadilan tetapi ia juga memiliki syahwat dan nafsu yang cenderung menuntut pemuasan mendesak. Sudah menjadi sunnah kehiduapn bahwa daya tarik keburukan itu lebih kuat dibanding daya tarik kebaikan. Untuk menggapai kebaikan orang harus berfikir dengan skala jauh, sementara keburukan justru menggoda dengan argumen praktis dan langsung dengan slogan "yang penting sekarang." Banyak orang mendalami ilmu kebaikan dalam kurun waktu yang panjang hingga menguasai teori dan hukum-hukumnya tetapi tiba-tiba ia terjerumus kepada keburukan yang baru saja dikenalnya. Secara individu, manusia harus memenej hidupnya secara amanah, membiasakan diri tingkah lakunya yang termonitor oleh keluarga yang dengan itu suasana menjadi kondusif untuk jujur. Secara nasional, kejujuran juga dapat disosialisasikan dan direkayasa melalui sistem politik, ekonomi, sosial budaya.

Read More
posted by : Mubarok institute
Pengembangan Healing dan Konseling Berbasis Psikologi Islam
Pengembangan Healing dan Konseling Berbasis Psikologi Islam
oleh : Prof. Dr. Achmad mubarok, MA
disampaikan di Universitas Al Azhar Indonesia
Kamis 22 Juni 2006

Sebagai makhluk hidup manusia memiliki kesamaan dengan makhluk hidup lainnya, yakni lahir, tumbuh, berkembang, mengalami dinamika stabil-labil, sehat dan sakit, normal-abnormal dan berakhir dengan kematian. Berbeda dengan hewan, manusia adalah makhluk yang bisa menjadi subyek dan obyek sekaligus, oleh karena itu manusia selalu tertarik untuk membicarakan, menganalisa dan melakukan hal-hal yang diperlukan diri sendiri. Sebagian besar ilmu pengetahuan dan teknologi yang disusun dan dibangun oleh manusia adalah untuk kepentingan diri manusia itu sendiri, menyangkut kesehatannya, kenyamanannya , kesejahteraannya dan semua hal yang dipandang dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Meski demikian, banyak hal yang dilakukan oleh manusia tak jarang justeru membuat manusia menjadi semakin tidak sehat dan tidak nyaman dalam hidunya. Persenjataan dan budaya hedonis materialis justeru membuat manusia semakin kehilangan martabatnya.

Konsep Sehat wal `Afiat

Sehari-hari kita mengunakan istilah sehat wal afiat untuk menyebut kondisi kesehatan yang prima. Tetapi jika kita merujuk kepada asal istilah itu yakni “as shihhah wa al `afiyah” disitu ada dua dimensi pengertian. Kata Sehat merujuk pada fungsi, sedangkan kata afiat merujuk kepada kesesuaian dengan maksud penciptaan. Mata yang sehat adalah mata yang dapat digunakan untuk melihat tanpa alat bantu, sedangkan mata yang afiat adalah mata yang tidak bisa digunakan untuk melihat sesuatu yang dilarang melihatnya, misalnya ngintip orang mandi, karena maksud Tuhan menciptakan mata adalah sebagai penunjuk pada kebenaran, membedakannya dari yang salah. Tangan yang sehat adalah tangan yang mudah digunakan untuk mengerjakan pekerjaan yang halal, sedangkan tangan yang afiat adalah tangan yang tidak bisa digunakan untuk mengerjakan melakukan sesuatu yang diharamkan, karena maksud diciptakan tangan oleh Tuhan adalah untuk berbuat baik dan mencegah kejahatan. Suami yang perkasa di rumah saja adalah suami yang sehat wal afiat, tetapi yang perkasa juga di luar rumah adalah suami yang sehat tetapi tidak afiat.






Konsep Kesehatan

Kita bukan hanya mengenal kesehatan tubuh, tetapi juga ada kesehatan mental dan bahkan kesehatan masyarakat. Jika kita menengok bangsa kita sekarang, nampaknya bangsa ini memang sedang tidak sehat dan juga tidak afiat. Akibatnya banyak hal menjadi tidak berfungsi. banyak tentara tidak menjamin ketahanan nasional, banyak polisi tidak menjamin rasa aman, banyak sumberdaya alam tidak menjamin kemakmuran, banyak orang pinter tidak menjamin kemudahan, banyak kyai tidak juga menjamin ketakwaan.

Jika kita sakit gigi, maka kita pergi dokter gigi, jika sakit perut ita pergi ke dokter penyakit dalam. Nah problemnya ada orang yang yang secara fisik ia sehat tetapi ia mengalami gangguan sehingga fisiknyapun kurang berfungsi. Secara medik ia sehat, tetapi ia merasa tidak sehat sehingga ia tidak bisa mikir, tidak bisa konsentrasi, tidak bisa tidur bahkan di kamar tidur jga tidak berfungsi. Ada orang penyandang cacad tetapi fikiranya jernih, gagasannya cemerlang dan ia ceria menjalani hidupnya, sementara ada orang yang secara fisik sehat dan memiliki semua kebutuhan fasilitas, tetapi justeru fikiranya kacau, tindakannya juga kacau, dan ia tidak bisa menikmati hidup ini.



Konsep manusia

Sering kita mendengar ungkapan; orang itu yang penting hatinya, yang penting jiwanya. Nah dalam perspektip ini hakikat manusia adalah jiwanya. Orang gila secara fisik adalah manusia, tetapi ia sudah tidak diperhitungkan karena jiwanya sakit (tidak berfungsi). Di maki2 orang gila, orang tidak tersinggung, karena jika tersinggung apalagi membalas maka itu menujukkan serumpun.

Orang gila tidak menyadari sakitnya, tetapi orang yang mengalami ganggguan kejiwaan, ia menyadari jiwanya sedang terganggu. Orang gila tak bisa berfikir mengenai dirinya, sedangkan orang yang terganggu kejiwaannya jsuetru selalu berfikir dan bertanya, mengapa aku begini. Nah dari ini maka kita mengenal ada Rumah Sakit mum, Rumah Sakit Jiwa dan Lembaga bimbingan mental atau healing/konseling.



Problem Masyarakat modern

Zaman modern dalam era globalisasi berlangsung sangat cepat dan praktis dan serentak seperti banjir bandang. Padahal kesiapan mental orang menghadapi era global tidak sama. Ketidak seimbangan itu kemudian menimbulkan gangguan kejiwaan, dan banyak orang terkungkung dalam kerangkeng manusia modern sebagai the hollow man, manusia yang sudah kehilangan makna, resah setiap kali harus mengambil keputusan bahkan tidak tahu apa yang diinginkan. Mereka terasing di tengah keramaian, kehilangan keberdayaan di tengah kompetisi. Ketimpangan itu menyebabkan mereka sibuk bekerja menyesuaikan diri dengan trend zaman, tetapi sesungguhnya mereka sedang melayani kemauan orang lain (sosial) .Mereka sibuk melayani kemauan orang lain sampai lupa kemauan sendiri. Akibatnya dalam pergaulan mereka selalu memakai topeng sosial, ketika tertawa, ketika tersenyum dan bahkan ketika berbuat kebaikan. Saking seringnya memakai topeng sosial sampai ia lupa wajah sendiri.

Ciri2 gangguan kejiwaan manusia modern adalah dimulai dengan mengidap kecemasan, disusul merasa kesepian, kemudian mengidap kebosanan dan ujungnya adalah perilaku menyimpang, yah anarki dalam semua bidang, di rumah, di jalanan, di tempat kerja, di universitas bahkan di parlemen.

Di Indonesia ada lima lapisan strata sosial; (1) sedikit kelompok ultra modern di kota-kota besar, (2) kelompok modern, (3) masyarakat urban, (4) masyarakat tradisionil, (5) suku terasing dan bahkan masih ada yang berada di zaman koteka. Kelompok pertama dan kedua relatip siap menghadapi setiap perubahan, nah kelompok ke 3 dan ke empatlah yang paling banyak menjadi korban. Jika laju kerusakan sosial ini tak terbendung, maka kemajuan pembangunan ekonomi Indonesia menjadi tak bermakna.



Healing dan Konseling; Pendekatan Psikologi Islam

Di kalangan masyarakat terpelajar sudah dikenal adanya layanan konseling, karena pasarnya ada. Orang terpelajar secara sadar mencari solusi problemnya dengan mencari konselor, sementara orang awam tidak tahu persis apa problemnya, dan tak tahu juga harus kemana. Namun demikian bukan berarti masyarakat awam tidak mengenal terapi yang bernuansa psikologi. Di kalangan masyarakat santri, orang yang mengalami problem kejiwaan biasanya pergi kepada kyai, dan kyai memberikan layanan yang bernuansa psikologis, tetapi bukan berbasis psikologi, yakni berbasis akhlak dan tasauf. Sebagaimana diketahui dalam sejarah keilmuan Islam tidak muncul ilmu semacam psikologi yang berbicara tentang tingkah laku. Jiwa dalam sejarah keilmua Islam dibahas dalam ilmu akhlak dan ilmu tasauf. Apa yang dilakukan oleh para kyai barangkali memang tidak “ilmiah”, tetapi tak terbantah justeru banyak yang bernilai tepat guna, karena sesuai dengan kejiwaan klien yang santri. Hingga hari ini masih banyak orang mencari “pendekaan alternatip” setelah gagal menjalani terapi modern melalui konselor psikologi.



Karakteristik Psikologi Islam

Jika psikologi merupakan hasil pemikiran dan laboratorium yang menghasilkan hukum-hukum kejiwaan manusia, Psikologi Islam merumuskan hukum2 kejiwaan pertama melalui teks wahyu, yakni apa kata al Qur’an (dan hadis) tentang jiwa
. Selanjutnya ulama “Psikologi Islam” ini berijtihad dengan penghayatan atas jiwa sendiri dan orang lain (menjadikan diri sendiri menjadi obyek penghayatan), sementara teori2 psikologi modern dijadikan alat bantu dalam memahami sumber wahyu.

Jika tugas psikologi itu hanya mengungkap makna tingkah laku, meramalkan dan mengendalikan tingkah laku, maka tugas Psikologi Islam menambahnya dengan berusaha membentuk tingkah laku yang baik (akhlak) hingga jiwa seseorang dapat merasa dekat dengan Tuhan (tasauf). Jika psikologi Barat hanya berdimensi horizontal, psikologi Islam melengkapinya dengan dimensi vertikal.



Konseling Islami

Ciri healing dan konseling Islam adalah pada menggunakan getar iman (daya rohaniah) dalam mengatasi problem kejiwaan. Oleh karena itu maka terapi sabar, tawakkal, ikhlas, itsar, sadaqah, ridla, cinta, ibadah, suluk, zikir, jihad dan lain-lainnya pasti digunakan sesuai dengan problemnya.



Problem Pemahaman

Yang menjadi problem dari term tersebut diatas ialah bahwa psikolog muslim masih memahaminya sebagai term akhlak dan tasauf, bukan sebagai term psikologi. Tawakkal menurut term tasauf lebih menekankan kepasrahannya, sementara menurut psikologi justeru lebih menekankan kesiapan komprehensip menghadapi tugas. Sabar menurut nuansa tasauf lebih menekankan pada menerima dengan pasif, sementara menurut psikologi sabar justeru merupakan dinamika kerja di medan sulit. Demikian juga term-term lain, menjadi sangat berbeda ketika dilihat dari sudut yang berbeda. Disinilah tantangan ilmu Psikologi Islam. Diperlukan dialog dan interaksi antara konsep perilaku horizontal dengan konsep orientasi vertikal. Insya Allah 20-30 tahun mendatang, interaksi dua kutub ini akan menghasilkan psikologi mazhab kelima yang sudah bisa diterima oleh semua kalangan ilmiah. Insya Allah, Wallohu a`lamu bissawab.

Read More
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger