Center For Indigenous Psychology (Pusat Pengembangan Psikologi Islam) diasuh oleh: Prof. DR Achmad Mubarok MA, Guru Besar Psikologi Islam UI, UIN Jakarta, UIA

Wednesday, September 27, 2006

DIMENSI AJARAN ISLAM
Pendahuluan

Islam sebagai agama bisa dilihat dari berbagai dimensi; sebagai keyakinan, sebagai ajaran dan sebagai aturan. Apa yang diyakini oleh seorang muslim, boleh jadi sesuai dengan ajaran dan aturan Islam, boleh jadi tidak, karena proses seseorang mencapai suatu keyakinan berbeda-beda, dan kemampuannya untuk mengakses sumber ajaran juga berbeda-beda. Diantara penganut satu agama bisa terjadi pertentangan hebat yang disebabkan oleh adanya perbedaan keyakinan. Sebagai ajaran, agama Islam merupakan ajaran kebenaran yang sempurna, yang datang dari Tuhan Yang Maha Benar. Akan tetapi manusia yang pada dasarnya tidak sempurna tidak akan sanggup menangkap kebenaran yang sempurna secara sempurna. Kebenaran bisa didekati dengan akal (masuk akal), bisa juga dengan perasaan (rasa kebenaran). Kerinduan manusia terhadap kebenaran ilahiyah bagaikan api yang selalu menuju keatas. Seberapa tinggi api menggapai ketingian dan seberapa lama api itu bertahan menyala bergantung pada bahan bakar yang tersedia pada setiap orang. Ada orang yang tak pernah berhenti mencari kebenaran, ada juga yang tak tahan lama, ada orang yang kemampuannya menggapai kebenaran sangat dalam (atau tinggi), tetapi ada yang hanya bisa mencapai permukaan saja.

Agama Islam sebagai aturan atau sebagai hukum dimaksud untuk mengatur tata kehidupan manusia. Sebagai aturan, agama berisi berisi perintah dan larangan, ada perintah keras (wajib) dan larangan keras (haram) , ada juga perintah anjuran (sunnat) dan larangan anjuran (makruh). Sumber hukum dalam Islam adalah al Qur’an, tetapi al Qur’an hanya mengatur secara umum, karena al Qur’an diperuntukkan bagi semua manusia sepanjang zaman dan dis eluruh pelosok dunia. Detail hukum kemudian dirumuskan dengan ijtihad. Karena sifatnya yang regional dan “menzaman” maka fatwa hukum bisa bisa berbeda-beda , ada yang menganggap bahwa hasil ijtihadnya itu sebagai hukum Tuhan, dan ada yang menganggap bahwa dalam hal detail tidak ada hukum Tuhan.

Memahami Ajaran Islam Dengan Pembidangan
Pembidangan yang sangat populer dari ajaran Islam adalah Aqidah, Syari`ah dan Akhlak, masing-masing sebagai subsistem dari sistem ajaran Islam. Artinya aqidah tanpa syari’ah dan akhlak adalah omong kosong, demikian juga syari`ah harus berdiri diatas pondasi aqidah, dan keduanya haruslah dijalin dengan akhlak. Syari’ah tanpa akhlak adalah kemunafikan, akidah tanpa akhlak adalah kesesatan.

Aqidah
Secara harfiah, `aqidah artinya adalah sesuatu yang mengikat, atau terikat, tersimpul (bandingkan istilah `aqad nikah). Sedangkan sebagai istilah, `aqidah Islam adalah sistem kepercayaan dalam Islam. Mengapa disebut `aqidah, karena kepercayaan itu mengikat penganutnya dalam bersikap dan bertingkah laku. Orang yang kuat akidahnya (keyakinannya) terhadap keadilan Tuhan, maka keyakinan itu mengikatnya dalam bersikap terhadap suatu nilai (misalnya berkorban dalam perjuangan) dan selanjutnya mengikat perilakunya (misalnya tidak mau kompromi terhadap kezaliman). Sebaliknya orang yang tidak kuat keyakinannya kepada keadilan Tuhan (ikatannya longgar) ia mudah menyerah dalam berjuang dan bisa dinegosiasi untuk toleran terhadap penyimpangan, mudah terpancing untuk membalas dendam dengan cara yang menyimpang dari aturan..

Sistem kepercayaan ini akhirnya berkembang menjadi ilmu, disebut ilmu Tauhid atau ilmu ushuluddin. Ilmu Tauhid berbicara tentang Rukun Iman yang enam (iman kepada Tuhan, malaikat, Rasul, Kitab Suci, Hari akhir dan takdir). Kajian filosofis dari ilmu Tauhid disebut Ilmu Kalam, disebut juga Theologi (ilmu yang berbicara tentang ketuhanan).

Secara garis besar, theologi Islam dapat dibagi menjadi dua type, yaitu Jabbariah dan Qadariah. Jabbariah lebih menekankan pada kekuasaan Tuhan Yang Maha Mutlak sehingga menempatkan manusia pada posisi seperti wayang yang segalanya tergantung kepada dalang. Manusia tidak mempunyai kekuasaan untuk menentukan perbuatannya, oleh karena itu seseorang masuk sorga atau neraka itu bukan karena prestasinya, tetapi sepenuhnya kehendak Tuhan. Faham Qadariyah lebih menekankan sifat keadilan Tuhan , oleh karena itu manusia ditempatkan dalam posisi yang memiliki kekuasaan untuk menentukan perbuatannya, dan dengan keadilan Nya, Tuhan akan memberi pahala kepada yang berbuat baik dan menghukum yang berdosa.

Secara sosial, penganut theologi Islam dapat dibagi menjadi dua, yaitu Sunny dan Syi`ah. Golongan Sunny memandang semua manusia sama di depan Tuhan, yang membedakan hanyalah ketaqwaannya kepada Nya, oleh karena itu setiap muslim dari manapun memiliki hak yang sama untuk menjadi pemimpin sepanjang memenuhi syarat. Golongan Sunnyi memandang empat sahabat besar (Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali) dalam posisi yang setara dan sah kekhalifahannya.

Sedangkan golongan Sunny mengklaim adanya hak-hak istimewa keturunan Nabi-dalam hal ini anak-anak Ali bin Abi Thalib melalui ibu Fatimah (puteri Nabi) sebagai pewaris syah kepemimpinan ummat Islam. Abu Bakar, Umar dan Usman dinilai merampas hak-hak politik Ali bin Abi Thalib. Anak cucu Ali bin Abu Thalib kemudian disebut sebagai golongan Alawiyyin atau secara sosiologis di Indonesia disebut habaib. Syi`ah itu sendiri artinya golongan, dan sepanjang sejarah Islam, kelompok ini selalu menjadi korban politik karena mereka sangat potensil mengobarkan semangat oposisi terhadap penguasa Sunny. Baru di Iran theologi Syi`ah mewujud dalam bentuk Pemerintahan Republik Islam Iran, yang dibangun dengan konsep wilayat al faqih (otoritas ulama) dimana para mullah (kelompok Alawiyyin yang terdidik) memiliki hak-hak istimewa politik (disebut imamat) dengan puncaknya Ayatullah al `Uzma (pertama Imam Khumaini kemudian digantikan Khameini).

Syari`ah
Secara harfiah, syari`ah artinya jalan, sedangkan sebagai istilah keislaman, syari`ah adalah dimensi hukum atau peraturan dari ajaran Islam. Mengapa disebut syari`ah adalah karena aturan itu dimaksud memberikan jalan atau mengatur lalu lintas perjalanan hidup manusia. Lalu lintas perjalanan hidup manusia itu ada yang bersifat vertikal dan ada yang bersifat horizontal, maka syari’ah juga mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan menusia dengan sesama manusia. Aturan hubungan manusia dengan Tuhan berujud kewajiban manusia menjalankan ritual ibadah (Rukun Islam yang lima). Aturan dalam ritual ibadah berisi ketentuan tentang syarat, rukun, sah, batal, sunnat (dalam haji ada wajib), makruh. Prinsip ibadah itu tunduk merendah kepada Tuhan, tidak banyak mempertanyakan kenapa begini dan begitu, pokoknya siap mengerjakan perintah dan tidak berani melanggar sedikitpun.

Sedangkan lalu lintas pergaulan manusia secara horizontal disebut mu`amalah. Prinsip bermu`amalah adalah saling memberi manfaat, mengajak kepada kebaikan universal (alkhair) , memperhatikan norma-norma kepatutan (al ma`ruf) dan mencegah kejahatan tersembunyi (al munkar). Karena manusia sangat heterogin, maka aturan bermu`amalah sifatnya dinamis, dan merespond perubahan, dengan prinsip-prinsip (1) pada dasarnya agama itu tidak picik, mudah dan tidak mempersulit (`adam al haraj). (2) memperkecil beban, tidak untuk memberatkan (at taqlil fi at taklif), dan (3) pengetrapan aturan hukum secara bertahap (at tadrij fi at tasyri`). Karena adanya prinsip-prinsip inilah maka peranan manusia –dalam hal ini ulama- dalam merumuskan aturan-aturan syari`at sangat besar dalam bentuk ijtihad, yakni dengan akal dan hatinya merumuskan ketentuan-ketentuan hukum berdasarkan al Qur’an dan hadis . Al Qur’an menjelaskan sangat detail tentang waris, tetapi selebihnya hanya dasar-dasarnya saja yang disebut. Tentang politik misalnya, al Qur’an tidak menentukan bentuk negara, apakah republik atau kerajaan. Contoh pemerintahan Nabi dan khulafa Rasyidin juga sangat terbuka untuk disebut kerajaan atau republik.

Dari sudut keilmuan, syari`ah kemudian melahirkan ilmu yang disebut fiqh, ahlinya disebut faqih-fuqaha. Karena fiqh itu produk ijtihad maka tidak bisa dihindar adanya perbedaan pendapat, maka lahirnya pemikian mazhab; yang terkenal Syafi`i, Maliki, Hanafi dan Hambali. Ulama yang tinggal di kota metropolitan pada umumnya memiliki pandangan yang dinamis dan rationil, sedangkan ulama yang tinggal di kota agraris (Madinah misalnya) pada umumnya puritan dan tradisional. Kajian fiqh berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, maka disamping ada fiqh ibadah, fiqh munakahat, fiqh al mawarits juga ada fiqh politik (fiqh as siyasah), sekarang sedang dikembangkan fiqh sosial, fiqh jender, fiqh Indonesia, fiqh gaul dan sebagainya.

Akhlak
Akhlak merupakan dimensi nilai dari syariat Islam. Kualitas keberagamaan justeru ditentukan oleh nilai akhlak. Jika syariat berbicara tentang syarat rukun, sah atau tidak sah, maka akhlak menekankan pada kualitas dari perbuatan, misalnya beramal dilihat dari keikhlasannya, shalat dilihat dari kekhusyu`annya, berjuang dilihat dari kesabaran nya, haji dari kemabrurannya, ilmu dilihat dari konsistensinya dengan perbuatan, harta dilihat dari aspek dari mana dan untuk apa, jabatan, dilihat dari ukuran apa yang telah diberikan bukan apa yang diterima.

Karena akhlak juga merupakan subsistem dari sistem ajaran Islam, maka pembidangan akhlak juga vertikal dan horizontal. Ada akhlak manusia kepada Tuhan, kepada sesama manusia, kepada diri sendiri dan kepada alam hewan dan tumbuhan. Definisi akhlak adalah ; keadaan batin yang menjadi sumber lahirnya perbuatan dimana perbuatan itu lahir secara spontan tanpa berfikir untung rugi. Kajian mendalam tentang akhlak dilakukan oleh ilmu yang disebut ilmu tasauf.


Memahami Ajaran Islam Dalam Struktur ISLAM-IMAN-IHSAN
Dalam hadis yang terkenal dikisahkan adanya dialog malaikat Jibril (yang menyamar menjadi tamu) dengan Nabi Muhammad tentang Islam, Iman dan Ihsan. Nabi menerangkan bahwa Islam adalah syahadat , salat dst (rukun Islam), Iman adalah percaya kepada Allah, malaikat dst (rukun iman) sedangkan ihsan adalah kualitas hubungan manusia dengan Tuhan (merasa melihat atau sekurang-kurangnya merasa dilihat oleh Tuhan ketika sedang beribadah, an ta`budallaha ka annaka tarahu wa in lam takun tarahu fa innahu yaraka). Konsep ihsanlah nanti yang menjadi pijakan ilmu tasauf, yaitu rasa dekat dan komunikatip dengan Tuhan.

Sebagai sistem, teori struktur Islam-Iman –Ihsan dapat dimisalkan sebagai buah kelapa dimana Islam adalah kulit, Iman adalah daging kelapa, sedangkan ihsan adalah minyaknya, ketiganya saling berhubungan. Kulit kelapa yang besar biasanya dagingnya besar dan minyaknya banyak. Daging kelapa bertahan lama jika ia tetap terbungkus kulitnya, jika dipisahkan maka ia cepat membusuk. Iman akan mudah luntur jika tidak dilindungi oleh amaliah ibadah. Tetapi ada juga kelapa yang kulitnya besar ternyata tidak ada dagingnya, dan apalagi minyaknya (gabug). Demikian juga ada orang yang demontrasi Islamnya sangat menonjol, tetapi kualitas imannya lemah, apalagi moralitasnya. Wallohu a`lamu bissawab.

Read More
posted by : Mubarok institute

Sunday, September 24, 2006

Ghibah dan Riya
Oleh Prof. DR. Achmad Mubarok MA*

Didalam Bulan suci Ramadhan sebaiknya ghibah dan riya dihindarkan
sebab selain merusak ibadah puasa juga merusak jiwa. Sebagaimana
penyakit fisik mengenal komplikasi, penyakit hati juga mengenalnya.
Demikian juga penyebab penyakit, baik penyakit fisik maupun penyakit
hati juga ada penyebab dominannya. Dari itu maka dalam ilmu
kesehatan dikenal slogan yang berbunyi : mencegah datangnya penyakit
itu lebih baik dari pada mengobati, wiqayatussihhati khoirun minal
`ilaj.

Sumber dari penyakit hati adalah hubbud dunya wa karahiyat al maut,
cinta dunia dan takut mati. Dunia disimbolkan dengan harta dan
kekuasaan/pangkat (al mal wa al jah wa al riyasat). Demikian juga
ghibah dan riya juga bersumber dari hal tersebut.
Ghibah atau menggunjing adalah menceriterakan atau menyebutkan
tentang seseorang tidak didepan orangnya atau secara gaib, satu hal
yang jika didengar oleh orang yang bersangkutan pasti ia tidak
menyukainya, meskipun yang dikatakan itu benar. Agama Islam
mengajarkan agar kita hanya berbicara hal yang baik dan perlu, jika
tidak ada hal baik yang perlu dikatakan maka sebaiknya diam(fal
yaqul khoiran au liyashmut). Nabi mengajarkan agar jika kita
berbicara maka pembicaraan itu merupakan perwujudan dari zikir, jika
diam maka diamnya merupakan perwujudan dari berfikir dan jika
melihat, maka penglihatannya itu merupakan perwujudan dari mengambil
pelajaran (shumti fikran, wa nuthqy zikran, wa nazory `ibratan).
Dalam perspektip ini maka pekerjaan menggunjing merupakan pekerjaan
yang kontra produktip, yang menurut Al Gazali disebabkan oleh
beberapa hal :

1. Menggunjing karena sedang menghilangkan rasa sebal kepada
yang digunjing.
2. Karena sedang mendukung teman yang kebetulan lawan dari yang
digunjing.
3. Merasa sedang dimusuhi oleh orang yang digunjing.
4. Ingin membersihkan diri dari anggapan orang tentang sesuatu
yang tidak baik.
5. Ingin dianggap lebih tinggi dari orang lain.
6. Semata-mata karena dengki
7. Sekedar bergurau
8. Menganggap rendah orang yang digunjing
9. Karena kagum kepada yang digunjing
10. Karena kasihan kepada yang digunjing
11. Bisa juga karena marah, yang marahnya itu karena membela
kebenaran.



Pekerjaan menggunjing bukan hanya contra produktip dan menyakiti
orang lajn, tetapi juga berdosa. Meski demikian ada gunjingan yang
dibolehkan, yaitu :

1. Ketika melaporkan perbuatan kriminal kepada petugas
berwenang.
2. Ketika meminta pertolongan untuk mencegah kemungkaran
3. Ketika menegur kelakuan orang lain (dakwah) atau ketika
menjadi saksi demi menyelamatkan orang yang tak bersalah.
4. Ketika meminta fatwa tentang perbuatan yang perlu keterangan
rinci.
5. Ketika menanyakan identitas seseorang (gelarnya, pangkatnya
dsb.)
6. Ketika mengingatkan kepada orang lain agar hati-hati
terhadap perilaku jahat yang jelas-jelas ia ketahuinya.



Riya
Sedangkan riya adalah melakukan sesuatu sekedar ingin dilihat atau
dinilai oleh orang lain, bukan ikhlas karena Allah.. Jadi kebalikan
dari riya adalah ikhlas. Dalam perspektip nilai amal, kualitas amal
sangat ditentukan oleh keikhlasan. Dalam sebuah hadis disebutkan
bahwa orang Islam itu sia-sia, kecuali yang mukmin, yang mukminpun
sia-sia kecuali yang pandai atau alim, tapi yang alimpun sia-sia
kecuali yang beramal, dan yang beramalpun sia-sia kecuali yang
ikhlas. (al Muslimun kulluhum halka illa al Mu'minun, wa al Mu'minun
kulluhum halka illa al `limun, wa al `alimun kulluhum halka illa al
`amilun, wa al `amilun kulluhum halka illa al mukhlisun).

Sebagaimana penyakit fisik dapat mengakibatkan konplikasi, penyakit
hati juga demikian. Dari cinta harta menjadi mencari gengsi,
kemudian dengki, takabbur, riya, ghibah dan seterusnya.

Bagaimana mengobati penyakit ghibah dan riya ?
Penyakit ghibah dan riya sebenarnya merupakan eskalasi dari penyakit
lain, oleh karena itu sebenarnya resep untuk mengobati penyakit itu
harus dengan menggunakan terapi umum penyakit hati. Ada sebuah hadis
tentang bagaimana mengobati penyakit hati, yang isinya sudah
didakwahkan dalam bentuk lagu sejak zaman para wali hingga Cak Nun,
yaitu yang berjudul Tamba ati.. Kata Cak Nun tamba ati (obat hati)
itu ada lima perkara :

1. Kerjakan salat malam.
2. Zikir panjang diwaktu malam
3. Membaca Qur'an dengan merenungkan maknanya
4. Biasakan puasa (perut lapar)
5. Bergaul dengan orang saleh.

Sedangkan pengobatan secara khusus ghibah, menurut para ulama
ada tiga hal, yaitu :
1. Banyak membaca yang memperluas ufuk wawasan
2. Aktip interospeksi, muhasabah, sibuk mengurusi keburukan
diri sendiri.
3. Memadukan ilmu dan amal.

Sebagai illustrasi tentang kecenderungan manusia, ada hadis yang
menceriterakan kisah Nabi Isa. Suatu hari Nabi Isa berjalan diringi
oleh murid-muridnya melewati sebuah bangkai binatang yang sangat
besar. Ketika sampai di tujuan, mereka ditanya oleh orang tentang
apa yang telah dilihat di perjalanan. Seorang muridnya mengatakan
bahwa ia melihat bangkai besar yang sangat menjijikkan. Yang lain
mengatakan melihat bangkai yang baunya sangat busuk, yang lain
menyebutkan menyeramkan, dan ketika Nabi Isa yang ditanya, beliau
mengatakan bahwa beliau melihat bangkai yang giginya sangat putih.

Dari hikayat itu nampak bahwa persepsi manusia terhadap sesuatu
bergantung kepada pusat perhatiaannya. Bagi yang pusat perhatianya
pada keburukan, maka bau busuk, menjijikkan dan menyeramkan langsung
terserap sebagai informasi yang disebarluaskan kepada orang lain,
tapi bagi Nabi Isa, bau busuk tidak menarik perhatiannya, karena
yang ada pada hati Nabi Isa hanya ada ruang memori kebaikan,
sehingga keburukan tidak terekam.

Wallohu a`lamu bissawab

Read More
posted by : Mubarok institute
Kiat Di Masjid selama Bulan Suci Ramadhan
Pada bulan suci ramadhan adakalanya kita setelah sahur hendak sholat berjamaah dirumah atau dimasjid, untuk itu diperlukan kiat-kiat untuk bisa menjalankan sholat berjamaahnya dengan baik maupun untuk menambah amal pahala dibulan suci ramadhan.

Setelah bangun tidur, sahur sebaiknya membersihkan diri, ditekankan untuk menjalankan salat subuh secara berjamaah, baik di rumah sekeluarga atau di masjid bersama masyarakat banyak (terutama pria).

Jika anda pergi ke masjid, maka adabnya adalah sebagai berikut:
1. Mengenakan pakaian yang bersih dan pantas, seperti yang dimaksud al Qur`an:
Artinya: Wahai bani Adam, kenakanlah pakaianmu yang indah di setiap kali kamu memasuki masjid. (Q/7:31)
2. Tidak mengotori masjid, misalnya meludah dengan sembarangan. Menurut hadis Rasulullah: meludah di masjid adalah dosa, penebusnya ialah dengan menghilangkannya.
3. Menghindarkan diri dari bau tak sedap yang menggaggu orang lain, seperti bau jengkol, bau bawang, atau bau badan karena belum mandi dan sebagainya. Rasulullah bersabda:
Barang siapa makan bawang putih, maka sekali-kali jangan mendekati masjid kami. (muttafaq `alaih)
4. Tidak membicarakan urusan bisnis, apalagi transaksi di dalam masjid, Rasulullah bersabda:
Seandainya kalian itu penduduk di sini (bukan tamu) sungguh akan kucambuki kalian, karena kalian berteriak-teriak di masjid Rasulullah. (H.R. Bukhari)
5. Mengerjakan salat tahiyatal masjid, dua rakaat. Rasulullah bersabda:
Apabila seseorang diantara kalian masuk masjid, maka janganlah duduk dulu sebelum salat dua rakaat.
6. Tidak meninggalkan masjid jika azan sudah dikumandangkan. Seperti yang dikatakan oleh hadis riwayat Abu Hurairah.
7. Memperpanjang jarak perjalanan ke masjid agar jumlah langkahnya lebih banyak, misalnya dengan mengambil rute yang berbeda-beda. Rasulullah bersabda:
Barang siapa bersuci di rumahnya, lalu pergi ke salah satu masjid untuk menunaikan kewajiban salat fardlu, maka semua langkahnya yang satu menggugurkan dosanya dan yang lain mengangkat derajatnya. (H.R. Muslim)
8. Sepanjang perjalanan menuju ke masjid hendaknya membaca doa, seperti yang diajarkan oleh Rasulullah :
Allahummaj `al fi qalbi nu ran, wafi lisa ni nu ran, waj `al fi sam 1I nu ran, waj `al fi basari nu ran, waj `al min khalfi nu ran, wa min ama mi nu ran, waj `al min fauqi nu ran, wamin tahti nu ran, Allahumma a`tini nu ran.
Artinya: Ya Allah jadikanlah cahaya di hatiku dan di lidahku, jadikanlah pula cahaya di pendengaranku dan penglihatanku, ya Allah, jadikanlah cahaya dari belakangku dan dari hadapanku, jadikanlah pula cahaya dari atasku dan dari bawahku, ya Allah berikanlah kepadaku cahaya Mu. (muttafaq `alaih)
9. Memulai dengan kaki kanan ketika memasuki masjid, sambil membaca doa:
Bismillahi was sala tu was sala mu `ala rasulillah. Allahumma iftah li abwa ba rahmatika
Artinya: Dengan nama Allah, salawat dan salam kepada Rasulullah Nya, ya Allah bukakanlah kepadaku semua pintu rahmat Mu. (H.R. Muslim)
10. Saat ke luar dari masjid, mendahulukan kaki kiri, dan membaca doa:
Bismillahi was sala tu was sala mu `ala rasulillahi Allahumma inni as`aluka min fadhlik
Artinya: Dengan nama Allah, salawat dan salam kepada Rasulullah Nya, Ya Allah sesungguhnya aku mohon anugerah Mu. (H.R. Muslim)


Read More
posted by : Mubarok institute

Thursday, September 21, 2006

Dengki Merusak Ibadah Puasa
Diantara penyakit yang merusak pahala puasa adalah dengki, dalam bahasa Arab disebut hasad. Dengki adalah perasaan tidak senang atas keberuntungan orang lain disertai usaha menghilangkan dan memindahkan keberuntungan itu kepada diri sendiri (an tatamanna zawala ni`mat al mahsud ilaika). Adapun menginginginkan hal yang serupa dengan yang diperoleh orang lain tidak termasuk dengki, karena al Qur’an bahkan menyuruh kita berlomba meraih kebajikan (fastabiq al khoirat).Mengapa orang mendengki ? Dasar dari sifat dengki adalah adanya keinginan orang untuk menjadi orang nomor satu, menjadi orang yang terhebat, terkaya, terhormat dan ter-ter yang lain, yang berkonotasi rendah.

Dalam bahasa agama, dunia dengan segala urusannya adalah sesuatu yang rendah. Dalam bahasa Arab, dun ya artinya dekat atau rendah atau hina. Jadi orang hanya mendengki manakala yang diperebutkan itu sesuatu yang rendah, hina dan berdimensi jangka pendek, ibarat orang yang memasuki lorong sempit yang hanya muat satu orang. Ruang sempit itulah yang menyebabkan para peminat harus berdesakan dan saling menyikut. Selanjutnya jika ada satu orang yang telah berhasil memasuki lorong dan berhasil menduduki kursi duniawi yang diperebutkan, kursi presiden misalnya, maka orang yang belum berhasil memandang orang yang telah berhasil sebagai hambatan yang harus disingkirkan, sementara orang yang telah berhasil menduduki kursi itu memandang orang lain yang berminat sebagai ancaman yang juga harus dihambat.

Adapun jika memperebutkan sesuatu yang besar, mulia dan berdimensi panjang hingga akhirat, maka diantara para peminat justeru terdapat hubungan. Orang yang merindukan derajat takwa misalnya, ia akan senang jika ada orang lain yang bermaksud sama. Demikian juga orang yang ikhlas berdekah, maka ia sangat senang jika ada orang lain yang juga gemar bersedekah. Jika diantara orang yang ingin menjadi orang dekat presiden terdapat saling iri, saling menjegal dan sebagainya, hal itu adalah karena sempitnya ruang untuk menjadi orang dekat presiden, Tetapi jika ingin menjadi orang yang dekat dengan Tuhan, maka seberapapun banyaknya orang yang menginginkan, disana tersedia ruangannya, karena Tuhan Maha Luas rahmat Nya.

Dengki itu sangat berbahaya, bukan hanya bagi diri pemiliknya tetapi juga bagi masyarakat luas. Dengki itu kata hadis nabi ibarat setitik api yang dapat membakar kayu bakar seberapapun banyaknya. Ia juga bagaikan pisau cukur yang bisa mencukur bersih amal seseorang. Kata Nabi, hanya dua hal orang boleh iri; yakni jika ada orang yang dikaruniai ilmu banyak, ia dapat mengajarkan kepada orang lain dan juga yang bersangkutan mengamalkannya. Kedua, jika ada orang yang dianugerahi banyak harta, tetapi ia membelanjakannya di jalan yang benar hingga habis, Wallohu a`lamu bissawab.

Read More
posted by : Mubarok institute
BUDAYA KOSMOPOLIT ISLAM DI PESANTREN
Pada saat memuncaknya peradaban Islam yang berpusat di Bagdad, maka budaya Islam merupakan pola budaya umum seluruh belahan bumi Timur, tetapi sekaligus merupakan budaya global, karena ketika itu benua Amerika sebagai belahan bumi barat belum ditemukan.Sebagai bandingan, ketika Bagdad sudah mengenal kolam renang (permandian umum) orang Perancis belum mengenal budaya mandi. Buktinya, istana Perancis yang memiliki seribu kamar hanya memiliki satu kamar mandi. Ketika duta besar Bagdad memberikan souvenir berupa jam air, Raja Perancis menanyakan, sihir apa yang dapat menggerakkan benda itu. Ketika dunia Islam sedang pesat-pesatnya ilmu pengetahuan, Barat masih berada dalam abad gelap (blue age).

Karakteristik peradaban Islam yang mengglobal itu memudahkan peneguhan agama Islam di Asia Tengara. Peranan saudagar anak benua India berlanjut terus tetapi mereka tidak lagi beragama Hindu dan Budha melainkan Islam (dari Gujarat). Pola budaya Perso Arab sebagai buah masuk Islamnya imperium Persia, kemudian menggeser pola budaya Sanskerta. Perkembangan selanjutnya, pola budaya Perso-Arab digantikan oleh pola budaya yang bercorak Arab dengan dominasi bahasa Arab. Bukti yang tak terbantahkan tergambar pada banyaknya kata-kata Arab dalam bahasa Melayu dan Indonesia. Kerajaan Hindu-Budha (Majapahit-Sriwijaya) yang sudah memasuki masa senja kemudian digantikan oleh munculnya kerajaan-kerajaan Islam (Aceh, Demak, Mataram, Ternate dll.).

Akulturasi budaya Islam dengan budaya sebelumnya nampak pada berkembangnya pesantren (pondok pesantren) Budaya Yunani mengenal pondokheyon, yakni asrama atau penginapan bagi orang-orang yang sedang menuntut ilmu pengetahuan. Kata pondokheyon ini kemudian pindah ke Arab menjadi funduq (sekarang artinya hotel). Pada masa kejayaan Islam, asrama bagi orang-orang yang menuntut ilmu, terutama ilmu hikmah (tasauf) disebut zawiyah(padepokan sufi), ribath(di Afrika) dan khaniqah (masa al Gazali),. Di Jawa, agama Hindu dn Budha mempunyai lembaga pendidikan yang disebut padepokan, dimana didalamnya ada unsur shastri-(guru) dan cantrik (murid). Nah ketika zaman kerajaan Islam, konsep lembaga pendidikan yang dikembangkan mengadopsi konsep pondokheyon, konsep zawiyah dan konsep padepokan Hindu Budha, menjadi bernama PONDOK PESANTREN. Pondok berasal dari konsep pondokheyon, pesantren berasal dari pe-cantrikan- juga dengan unsur kiyahi (dari konsep shastri) dan santri (dari konsep cantrik). Jadi konsep pesantren sesungguhnya merupakan hasil dari dialog peradaban. Karena pondok pesantren sangat memelihara tradisi, maka betapapun pesantren dianggap ketinggalan zaman, jejaknya akan selalu nampak, meski juga timbul tenggelam.

Read More
posted by : Mubarok institute
AKAR KLASSIK BHINNEKA TUNGGAL IKA
Kawasan Asia Tengara sudah lama menarik perhatian saudagar dari anak benua India dan Timur Tengah karena adanya komoditi yang eksotik, yaitu rempah-rempah dan wewangian. Dari kawasan Anak Benua India, datang saudagar yang beragama Hindu dan Budha ke negeri kita yang ketika itu masih bernama Nusantara, yakni kawasan dengan banyak nusa (pulau).. Karena kekosongan kekuatan politik di Nusantara, para saudagar India bukan saja berpengaruh dalam dunia perdagangan, tetapi juga dalam bidang budaya dan bahkan mempengaruhi politik. Pengaruh politik mereka tercermin pada berkembangnya budaya bercorak India dan peran utama bahasa Sanskerta. Jejak ke India-an kawasan ini secara antropologis dapat dilihat dalam nama Indonesia yang artinya “Kepulauan India”, sejalan dengan daratan tenggara Asia yang disebut Indocina, yakni “Cina-India”.

Sedangkan pengaruh saudagar India dalam bidang agama nampak pada jejak agama India yang tersimbolkan dalam candi Borobudur yang lebih melebar ke segala penjuru, sesuai dengan jiwa agama Budha yang meluas dan egaliter, dan candi Roro Jongrang (Prambanan) yang vertikal dan menjulang, sesuai dengan sifat agama Hindu yang mendalam dan bertingkat. Budhisme yang “didirikan” Sidarta Gautama merupakan “faham sufistik” yang ajarannya tersimpulkan dalam empat kebenaran dan delapan jalan. Sementara agama Hindhu sebenarnya merupakan tradisi ribuan tahun yang berkembang seperti bola salju sehingga nggak jelas mana yang asli dan mana yang perkembangan. Hingga kini tidak pernah disebut siapa pendiri pertama agama Hindhu. Yang nampak jelas pada agama Hindu adalah adanya kasta-kasta, sekurang-kurangnya ada empat Kasta, Jika agama Hindu mempunyai konsep ketuhanan Trimurti : Brahma (Pencipta) Wisnu (Pemelihara) dan Syiwa (Perusak), agama Budha justeru seperti tidak memiliki Tuhan, karena adanya ajaran yang tidak begitu jelas jaraknya antara Tuhan dan makhluk.

Adapun pengaruh dua agama India pada politik dan budaya , tercermin pada Budhisme yang menjadi falsafah kerajaan luar Jawa (Sriwijaya) yang bersemangat bahari, dan Hiduisme yang menjadi falsafah kerajaam Majapahit yang bertumpu pada kesuburan tanah pertanian Jawa.

Perkembangan selanjutnya, ketika ternyata kerajaan Majapahit berdiri di latar belakang dua kejayaan agama sekaligus; yakni kejayaan Budhisme (Borobudur) dan kejayaan Hinduisme (Roro Jongrang) , maka failasuf Majapahit (Empu Tantular) mengembangkan konsep rekonsiliasi dalam semangat kemajemukan; beraneka ragam tetapi hakikatnya satu, Bhineka Tunggal Ika atau Tan Hana Dharma Mangroa

Read More
posted by : Mubarok institute

Tuesday, September 19, 2006

Tikungan Sejarah
Sejarah bukan sekedar catatan peristiwa, tetapi juga bagaimana membuat peristiwa agar ia menjadi tonggak perubahan yang akhirnya akan banyak melahirkan peristiwa penting. Banyak partai atau organisasi dideklarasikan berdirinya, tetapi hanya sedikit yang tetap berdiri dan lebih sedikit lagi yang berhasil menorehkian catatan dalam lembaran sejarah. Hal ini berkaitan dengan kejelian, ketepatan, kerja keras dan nasib. Oleh karena itu dalam perjalanan sejarah, ada pelaku sejarah, ada yang terbawa oleh gerbong sejarah ada yang hanya dompleng dalam gerbong sejarah. Ada partai yang baru berdiri langsung bisa mengusung issue perubahan, termasuk berhasil mengusung capresnya, yaitu SBY tetapi pertanyaan berikutnya, dapatkah ia mengawal gagasannya hingga terwujud ? sejarahlah yang akan menjawab.

Rekaman 60 tahun Pertama Sejarah RI
Kita menyadari bahwa kita bangsa Indonesia telah mengalami masa penjajahan colonial dalam waktu yang sangat panjang (300 tahun). Belanda yang merupakan negeri sangat kecil di Eropah secara sadar ingin menjajah Indonesia untuk selamanya, oleh karena itu kebijakan pemerintah penjajah adalah menjadikan bangsa ini tetap bodoh dan tak boleh bersatu.. Kesadaran untuk merdeka yang dirintis generasi 1912, diperteguh generasi 1928 menjelma menjadi revolusi merebut kemerdekaan yang pucaknya adalah proklamasi 45. Luka penjajahan dan revolusi ternyata tidak cepat sembuh, hingga hari ini masih ada diantara kita yang tanpa disadari berperilaku seperti penjajah, dan dalam bersaing sesame warga bangsa , tanpa disadari melakukan bumi hangus seperti ketika revolusi melawan penjajah Belanda. Hanya dlam persaingan pilkada, orang main hancur-hancuran seperti melawan penjajah Belanda dulu.

Belajar kepada kesalahan masa lalu
61 tahun kemerdekaan RI telah memberikan pelajaran kepada bangsa bahwa problem bangsa ini berakar dari kesalahan pemimpin karena mereka tidak konsisten atau lupa kepada cita-cita kemerdekaan. Peluang-peluang emas sering diabaikan, sementara yang dikedepankan justeru kepentingan jangka pendek. Falsafah berbangsa yang terumuskan dalam Panca Sila dan UUD 45 yang semestinya dikembangkan secara kreatip tetapi konsisten, secara telanjang atau terselubung dikebiri, hanya untuk kepentingan sempit, yakni mempertahankan kekuasaan. Contohnya;

1. Bung Karno misalnya, beliau seorang pemimpin besar, proklamator kemerdekaan, tapi dalam perjalanan sejarah tergoda melakukan penyimpangan demokrasi; mengubah periodesasi kepemimpinan nasional menjadi Presiden Seumur Hidup. Bung Karno juga merasa belum cukup menyandang jabatan sebagai kepala Negara, sehingga mengubahnya menjadi Pemimpin Besar Revolusi. Meski Bung Karno berhasil mengggelorakan nasionalisme, tetapi penyimpangan konstitusi yang dilakukan menyebabkan bangsa ini terjerumus dalam krisis G.30 S PKI pada tahun 1965

2. Pak Harto yang hadir tepat waktu dan secara cerdas menghela bangsa ini keluar dari krisis, pada akhirnya mengulangi kesalahan pendahulunya, meski dengan format yang berbeda. Pemilu selalu digelar, tetapi demi mempertahankan kekuasaan, pemilu selalu direkayasa untuk memperkokoh kekuasaan, bukan untuk mendinamisir bangsa. Dengan Pemilu yang direkayasa, Pak Harto bisa menduduki kursi kepresidenan sebanyak tujuh kali masa jabatan. Sistem ekonomi UUD 45 yang berpihak kepada rakyat diubah menjadi konglomerasi yang lebih berpihak kepada pengusaha. Ideologi Pancasila diubah menjadi P4 dan disosialisasi secara nasional dengan system resmi yang justeru menyebarluaskan pandangan hidup munafik, karena nilai-nilai luhur yang ditatarkan sangat berbeda dengan realitas yang berjalan.Bhinneka Tunggal Ika diubah menjadi penyeragaman nasional.
Penyimpangan ini mengantar pak Harto mengalami nasib yang sama dengan pendahulunya.

Tikungan Sejarah
Korban yang terparah dari kelalaian pemimpin adalah rakyat dan bangsa. Masyarakat kehilangan tokoh panutan, Terlalu lamanya pengaruh Pak Harto menyebabkan sulitnya dijumpai kandidat pemimpin yang negarawan, karena semua kader pemimpin berbakat besar yang bisa menyaingi pak Harto telah dibungkam. Pada masa kebuntuan itu terjadilah reformasi. Secara akal sehat, mestinya reformasi ekonomi dulu baru reformasi politik, karena tidak ada contohnya dalam sejarah, reformasi politik dan ekonomi yang dilakukan bersama yang herhasil.Uni Sovyet hancur karena Glassnot dan Perestoika, Yugoslavia menyusul kemudian. RRT pun hanya melakukan reformasi ekonomi.

Tetapi karena syahwat politik sudah ke ubun-ubun, maka kumatlah semangat revolusi ketika sedang melakukan reformasi. Akibatnya reformasi berjalan tanpa panduan pemimpin besar (karena memang sedang tidak ada pemimpin besar), amandemen konstitusi berjalan “anarkis” dan eforia reformasi menjadikan anarki berlangsung dari jalanan hingga Senayan. Bagaikan dalam tikungan sejarah, hanya dalam kurun satu periode lima tahunan telah berganti empat Presiden; Habibi, Gus Dur, Megawati dan SBY.

Mestinya, tikungan sejarah tidak terlalu lama, sekarang periode SBY harus sudah berada pada rel sejarah baru era ke tiga; Sukarno, Suharto dan SBY. Kita tunggu sejarahnya.

Read More
posted by : Mubarok institute

Thursday, September 14, 2006

Kiat Menjamu Tamu
Sebagai makhluk sosial kita biasa saling mengunjungi, baik karena hubungan famili, hubungan persahabatan ataupn berkunjung karena semata-mata suatu urusan. Diantara tradisi masyarakat dalam kunjung mengunjungi adalah memberikan jamuan atau menjamu tamu. Agama Islam mem­berikan tuntunan bagaimana adabnya menjamu tamu, sebagai berikut :

1.Tuan rumah (yang menjamu) hendaknya me­nunjukkan wajah kegembiraan. Jika ketika itu tuan rumah sedang mempunyai masalah yang merisaukan hendaknya kerisauan itu tidak di­nampakkan kepada tamu. Jika kekesalan itu tertuju kepada orang yang datang bertamu, hendaknya usahakan tetap bisa bersikap ramah, karena berlaku tidak ramah kepada tamu, misalnya menampilkan wajah cemberut atau secara se­ngaja tidak berbicara atau berbicara sangat singkat, berlawanan dengan muru`ah (prestise) tuan rumah yang justru harus dijaga.

2.Diantara tatakrama yang simpatik dalam menjamu tamu ialah menyambut tamu dengan wajah ceria di awal kehadirannya, dan me­ngajak ngob­rol di saat makan. Imam Al Auza`i mengatakan bahwa memuliakan tamu itu adalah (sekurang-kurangnya) menunjukkan wajah ceria dan baik tutur kata. Tradisi masya­rakat beradab sejak dahulu dalam menjamu tamu selalu ada unsur obrolan, luwes, sim­patik dan ramah tamah.

3.Di antara adab menerima tamu adalah mem­per­silahkan tamu seperti di rumah sendiri, sehingga tidak layak tuan rumah menyuruh tamu melayani dirinya, menyuruh itu dan melarang ini, apalagi memaksanya untuk bekerja

4.Segera menyuguhkan minuman agar tamu segera merasakan sikap ramah dari tuan rumah.

5.Tidak terburu-buru mengangkat hidangan dari meja tamu sebelum tamu benar-benar me­nyelesaikan makanannya dan membersihkan tangannya.

6.Tidak memaksa tamu memakan hidangan yang mungkin tidak disukainya, baik karena selera, atau karena terlalu banyak.

7.Jika anda sebagai tamu, hendaknya jangan berlama-lama, kecuali jika tuan rumah me­minta anda dengan sungguh-sungguh untuk tinggal lebih lama. Selanjutnya jangan lupa berpamitan kepada tuan rumah jika akan me­ninggalkan rumah.

8.Jika tamu berpamitan hendaknya tuan rumah mengantar sampai ke luar rumah.

9.Seorang tamu hendaknya jangan terlalu banyak bertanya kepada tuan rumah kecuali yang penting-penting saja, misalnya bertanya arah kiblat, kamar mandi dan sebagainya.

Read More
posted by : Mubarok institute

Tuesday, September 12, 2006

Kekuatan Moral
Manusia adalah makhluk yang memiliki tabiat bersaing disamping tabiat kerjasama (koperatip). Orang mau bekerjasama karena adanya tujuan yang sama, dan mereka menyadari bahwa tak mungkin mencapai tujuan itu sendirian. Di sisi lain orang bersaing karena adanya keinginan memiliki kelebihan dibanding yang lain. Persaingan adakalanya sehat dan fair, terkadang penuh dengan intrik dan tipu daya. Tak jarang persaingan berujung pada adu kekuatan. Banyak hal diandalkan dalam adu kekuatan, ada yang mengandalkan otot, ada yang mengandalkan uang, ada yang mengandalkan senjata, dan ada juga yang lebih suka mengandalkan moral. Apakah kekuatan moral dapat diandalkan ?

Berikut ini kisah nyata dan bukan dongeng, terjadi di negeri kita, pada zaman dimana moral bangsa sedang ambur adul.

Syahdan I, seorang anggauta DPRD kabupaten Agam Sumatera Barat bernama Yandril. Ia sendirian mewakili partai kecil, tetapi ia terpilih menjadi ketua komisi A. Pakai money politik barangkali ? Sama sekali tidak, karena ia bukan saja tidak memiliki uang untuk itu, tetapi moralitasnyalah yang tidak mau memakai cara-cara kotor seperti itu.

Pada saat penyusunan anggaran tahun 2000, muncul rencana anggaran untuk pembelian kendaraan bagi pimpinan DPRD dan ketua-ketua komisi, termasuk untuk sdr. Yandril, karena ia adalah ketua komisi A. Sudah barang tentu calon penerima kendaraan itu berbunga-bunga membahas rencana anggaran itu. Tetapi Si Yandril, seorang diri, punya pendapat lain. Ia usul agar anggaran untuk kendaraan itu dialihkan saja untuk pembelian mobil pemadam kebakaran, hitung-hitung sebagai hadiah DPRD kepada rakyat. Mengapa ia usul begitu ? karena ia tahu bahwa pemda tak memiliki kendaraan pemadam kebakaran satu bijipun. Moralitas dirinya sebagai wakil rakyat tidak sanggup untuk menerima mobil dinas, sementara pemadam kebakaran , satupun tidak punya. Sudah dapat diduga, ketika di voting, 45 orang wakil rakyat setuju beli mobil, dan hanya dua orang yang setuju beli pemadam kebakaran. Artinya kekuatan moral sdr. Yandril hanya sanggup menaklukkan satu orang anggauta. Untungnya, zaman reformasi segala sesuatu diberitakan secara terbuka oleh koran, terutama koran daerah. Usulan sdr. Yandril yang “aneh” justeru menjadi wacana publik. Banyak orang memuji moralitas wakil partai kecil itu. Tapi yah apa boleh buat, dalam demokrasi suara mayoritaslah yang menang. Berbagai argumen dikemukakan tentang pentingnya kendaraan dinas itu bagi tugas-tugas wakil rakyat, sementara pikiran moralis dua anggauta tertelan bumi.

Syahdan II. Beberapa hari setelah penetapan DPRD itu, terjadilah kebakaran yang menghanguskan tujuh rumah masyarakat di daerah Negeri Pasir IV. Kebakaran itu nyaris tanpa ada pertolongan karena tidak punya mobil pemadam kebakaran. Rupanya peristiwa kebakaran itu menjadi picu kepedulian rakyat yang diwakili oleh 47 orang anggauta DPRD. Koran mengutip pernyataan masyarakat yang sangat menyesalkan ketidak pedulian 45 anggauta Dewan terhadap usulan konstruktip sdr. Yandril. Hampir-hampir saja rakyat demo di DPRD untuk memprotes keputusan demokratis suara mayoritas.

Syahdan III. Mendengar suara moral yang sangat kuat yang tercermin pada suara masyarakat yang diwakili itu, DPRD mengagendakan kembali rencana pembelian mobil itu. Atas kompromi dengan Bupati, DPRD Agam akhirnya menyetujui pembelian mobil pemadam kebakaran, dan membatalkan pembelian mobil dinas. Sungguh sangat dahsyat kekuatan moral itu. Allohu Akbar.

Read More
posted by : Mubarok institute
Model Solidaritas Yang Ideal
Hampir tidak ada orang Islam yang belum pernah mendengar nama Ansor dan Muhajirin. Kedua nama tersebut terabadikan dalam al Qur’an dan tersebut dalam teks-teks doa. Muhajirin artinya orang-orang yang hijrah. Yang dimaksud orang-orang Muhajirin dalam al Qur’an adalah penganut Islam generasi awal yang demi memelihara imannya dan menghindar dari gangguan musuh meninggalkan kampung halamannya di Makkah berhijrah ke Madinah. Sedangkan Ansor yang artinya penolong digunakan untuk menyebut penduduk Madinah generasi Islam pertama yang bersedia menerima hijrahnya Nabi dan pengikutnya (Muhajirin Makkah).

Kedua kelompok itu akhirnya menjadi pilar masyarakat Madinah yang mengantar sejarah Islam sampai menjadi kekuatan adidaya pada masanya. Baik Muhajirin maupun Ansor, keduanya memiliki tokoh-tokoh besar yang kemudian berperan dalam sejarah. Sebenarnya tabiat penduduk Makkah berbeda dengan penduduk Madinah. Orang Makkah yang pada umumnya pedagang bertabiat keras, lugas dan agak kasar. Sedangkan orang Madinah yang agraris pada umumnya lembut dan ramah. Kaum Muhajirin datang dalam jumlah besar ke Madinah sebagai pengungsi tanpa sempat membawa harta, satu hal yang potensil menimbulkan masalah sosial. Tetapi format persaudaraan antara pendatang (Muhajirin) dan pribumi (Ansor) dibentuk sedemikian rupa oleh Rasulullah sehingga menyatu dalam satu komunitas muslim.

Dalam sebuah dokumen tertulis (Sahifah) seperti yang disebut Ibn Hisyam dan Sirah Nabawiyyah, Nabi menetapkan batasan hubungan berikut hak dan kewajiban yang secara tradisionil telah melekat antara Muhajirin Quraisy dan Ansor Madinah di satu pihak dengan orang-orang Yahudi di pihak lain. Dokumen itu mengatur tata pergaulan semua pen-duduk menyangkut pidana, perdata dan politik. Yang sangat menarik ialah bagaimana hubungan Muhajirin dan Ansor diatur dalam format persaudaraan (mu’a khah) laiknya saudara seketurunan. Abu bakar Siddik misalnya dipersaudarakan dengan Kharijah bin Zuhair. Umar bin Khattab dipersaudarakan dengan ‘Itban bin Malik, Abu ‘Ubaidah Abdulla al Jarrah dipersaudarakan dengan Asmah ‘Amir bin Abdullah, begitu seterusnya sehingga tak seorang Muhajirinpun yang tidak memiliki saudara di Madinah. Persaudaraan yang diikat dengan nama Allah ini telah mewujudkan hubungan solidaritas yang sangat tinggi, misalnya orang Ansor membagi hartanya menjadi dua, separoh untuk dirinya dan separoh lain untuk saudara barunya dari Muhajirin.

Hubungan persaudaraan seiman itu menjelma bagaikan persaudaraan seketurunan (ikhwah) bukan hanya sekedar merasa bersaudara (ikhwan). Psikologi hubungan persaudaraan seketurunan itu jika sedang mood terjalin perasaan kangen, mesra, tulus yang lebih bernuansa afektip, alami sedikit atau bahkan hamper tidak ada nuansa kognitip.

Barangkali model hubungan ukhuwwah Ansor-Muhajirin ini merupa-kan model ideal yang tak pernah terulang dalam masyarakat sesudahnya hingga sekarang, meski Al Qur’an menganjurkan untuk diteruskan. Itulah mengapa al Qur’an menggunakan kata ikhwah yang artinya saudara seketurunan dan bukan kata ikhwan, dalam ayat innamal mu’minuna ikhwah, yang artinya; bahwasanya antara orang-orang mu’min itu ada hubungan persaudaraan’ dengan harapan bahwa meskipun mereka bukan saudara seketurunan tetapi hendaknya hubungan seiman itu menyerupai hubungan seketrununan. Al Qur’an memuji kaum Ansor, yang meski dalam keadaan sulit tetapi tetap solider, terhadap kesulitan orang lain. Wayu’ tsiruna ‘ala anfusihim walau kana bihim khashashash. (QS/59:9)
(Wallohu a‘lam).

Read More
posted by : Mubarok institute

Sunday, September 10, 2006

Pesantren: Dulu dan Sekarang
Sebelum sistem pendidikan sekolah masuk ke Nusantara, bangsa Indonesia telah mengenal sistem pendidikan yang disebut Pesantren. Pesantren pada mulanya bersifat elit, santrinya terdiri dari anak-anak orang kaya, dan keluarga kerajaan. Calon raja dari kerajaan Jawa Islam pada umumnya terlebih dahulu disekolahkan di Pesantren. Sistem pendidikan Pesantren zaman dahulu berpusat kepada figur seorang ulama; biasanya disebut Kyai. Sosok seorang kyai pengasuh pesantren pada masa awal mencerminkan ketinggian ilmu agama, luasnya pengalaman, darah biru, kaya dan “sakti”. Oleh karena itulah maka kedudukan kyai sebagai sentral sistem menjadi sangat efektif. Santri ada yang bermotif mencari ilmu (thabul `ilmi), ada yang lebih didorong untuk mencari “ngelmu” olah kanuragan dan ada juga yang lebih bermotif “ngalap berkah” atau tabarrukan. Karena elit, maka santri merupakan simbol sosial, dihormati dan diperebutkan calon mertua. Pusat perhatian sistem pendidikan pesantren kuno lebih pada mendidik santri agar menjadi “insan kamil”dan sama sekali belum menghubungkan dengan konsep pasar tenaga kerja. Sosok kyai pengasuh pesantren juga sekaligus sebagai “kurikulum” dari pesantrennya. Artinya seluruh program akademik sebuah pesantren yang pada umumnya berupa pengkajian kitab klassik, ditentukan oleh klassifikasi keilmuan dari kyainya. Jika kyainya ahli ilmu fiqh, maka kitab-kitab yang dikaji kebanyakan kitab fiqh, jika kyainya ahli ilmu tasauf maka kitab-kitab yang dikaji juga kitab-kitab tasauf, begitu seterusnya. Prinsip ini sebenarnya sangat modern, seperti yang berlaku di universitas-universitas terkenal di Barat, yakni bahwa pembukaan suatu program studi tergantung ada tidaknya guru besar dari cabang keilmuan tersebut.

Lokasi Pesantren pada mulanya berada di dekat pusat kekuasaan. Seandainya tidak terjadi sejarah kolonialisme yang berkepanjangan di Indonesia, maka Pesantren itulah yang menjelma menjadi Universitas, seperti universitas-universitas di Barat yang pada mulanya merupakan “pesantren” gereja. Penjajahan Barat yang terlalu lama, mengubah peta dimana pesantren justru berada di kampung-kampung, jauh dari pusat kekuasaan (penjajah), karena para kyai secara konsisten melakukan konfrontasi budaya dengan penjajah kafir.

Ketika Indonesia merdeka, masyarakat pesantren belum sepenuhnya terbebas dari semangat konfontasi dengan budaya Barat. Penyelenggaraan hidup berbangsa oleh pemerintahan RI yang belum bisa mengganti sistem Belanda yang telah mapan (termasuk sistem pendidikan), memperpanjang masa konfrontasi budaya tersebut, sehingga pesantren tidak berusaha masuk ke dalam sistem pendidikan nasional, tidak tercantum dalam GBHN dan tidak nampak dalam APBN. Sistem madrasah, apalagi madrasah diniyyah juga hanya diakui setengah hati oleh sistem nasional, yang implikasinya nampak pada perbedaan anggaran negara yang sangat “jomplang”. Tersisihnya pesantren dan madrasah dari sistem pendidikan nasional nampaknya bersumber dari dua pihak sekaligus. Pertama ; sebagian “kaum muslimin” secara budaya masih memandang sekolah umum sebagai sekolah kafir warisan penjajah dan tidak mendatangkan pahala. Kedua; ada oknum dalam elit pemerintahan kita yang secara sadar berusaha menghambat kemajuan masyarakat pesantren dan madrasah.

Pesantren Zaman Orba
Bersamaan dengan dinamika politik dimana Golkar membutuhkan dukungan masyarakat Pesantren, mulailah terjadi interaksi sosial dimana Pemerintah sedikit menaruh perhatian kepada dunia pesantren, dan dari kalangan pesantren sendiri muncul kaum intelektual santri yang secara sadar berusaha meningkatkan kualitas pesantren sekaligus berusaha memperoleh hak pembiayaan dari anggaran belanja negara. Bermula datang gagasan untuk mengajarkan ketrampilan di pesantren, misalnya peternakan ayam, kemudian datang lagi SKB tiga Menteri (Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Menteri Dalam Negeri, yang menyetarakan Madrasah dengan SLP/SLA. Dinamika ini juga nampak pada sikap IAIN terhadap pesantren. Sekitar tahun 60-70, pesantren memiliki kontribusi yang cukup besar dalam memasok calon mahasiswa IAIN. Tetapi, sesuai dengan dinamika politik dan dinamika sistem pendidikan nasional, IAIN menolak alumni pesantren Gontor misalnya, hanya karena ijazah Gontor tidak diakui Pemerintah, padahal untuk menjadi mahasiswa IAIN, kualitas allumnus Pesantren Gontor diakui lebih baik dibanding lulusan Madrasah Aliyah versi SKB 3 Mentri.

Pesantren Sekarang
Sekarang tipologi pesantren dapat dibagi menjadi empat kelompok. Pertama pesantren yang tetap konsisten seperti pesantren zaman dulu, disebut salafi. Kedua Pesantren yang memadukan sistem lama dengan sistem pendidikan sekolah, disebut pesantren “modern”. Ketiga Pesantren yang sebenarnya hanya sekolah biasa tetapi siswanya diasramakan 24 jam. Keempat pesantren yang tidak mengajarkan ilmu agama, karena semangat keagamaan sudah dimasukkan dalam kurikulum sekolah dan kehidupan sehari-hari di asrama.

Bagaimanapun bentuknya, meski pesantren masih ditengok sebagai nostalgia, kelemahan kebanyakan pesantren dewasa ini justeru terletak pada lemahnya figur kyai, baik kelemahan keilmuan, “keanggunan kepribadian” maupun distorsi lingkungan.
Era reformasi dimana kegagalan sistem pendidikan nasional terungkap secara transparan mengusik kembali keunggulan pesantren sebagai sistem pendidikan. Sejalan dengan meningkatnya jumlah SDM santri, yakni allumnus pesantren yang dewasa ini telah bergelar master , Doktor, dan Profesor, semangat mencari format baru sistem pendidikan pesantren sebagai pendidikan alternatif cukup tinggi. Optimisme terhadap pesantren justru sangat menonjol pada kelompok intelektual yang bukan alumnus pesantren. Terlepas dari subyektifitas pendapat, pada hemat kami, menengok sistem pesantren sebagai alternatif dari kegagalan sistem pendidikan nasional sebenarnya sangat wajar, dan relevan. Insya Allah.

Read More
posted by : Mubarok institute

Thursday, September 07, 2006

Tiga Teori Hubungan Antar Manusia
Manusia adalah makhluk social, artinya manusia hanya akan menjadi
apa dan siapa bergantung ia bergaul dengan siapa. Manusia tidak bisa
hidup sendirian, sebab jika hanya sendirian ia tidak "menjadi"
manusia. Dalam pergaulan hidup, manusia menduduki fungsi yang
bermacam-macam. Di satu sisi ia menjadi anak buah, tetapi di sisi
lain ia adalah pemimpin. Di satu sisi ia adalah ayah atau ibu,
tetapi di sisi lain ia adalah anak. Di satu sisi ia adalah kakak,
tetapi di sisi lain ia adalah adik. Demikian juga dalam posisi guru
dan murid, kawan dan lawan, buruh dan majikan, besar dan kecil,
mantu dan mertua dan seterusnya. . Dalam hubungan antar manusia
(interpersonal), ada pemimpin yang sangat dipatuhi dan dihormati
rakyatnya, ada juga yang hanya ditakuti bukan dihormati, begitupun
guru atau orang tua, ada yang dipatuhi dan dihormati , ada juga
orang tua dan guru yang tidak dipatuhi dan tidak pula dihormati.
Mengapa terjadi demikian ?

Ada tiga teori yang dapat membantu menerangkan model dan kualitas
hubungan antar manusia itu.
[1]Teori Transaksional (model Pertukaran Sosial)
Menurut teori ini, hubungan antar manusia (interpersonal) itu
berlangsung mengikuti kaidah transaksional, yaitu apakah masing-
masing merasa memperoleh keuntungan dalam transaksinya atau malah
merugi. Jika merasa memperoleh keuntungan maka hubungan itu pasti
mulus, tetapi jika merasa rugi maka hubungan itu akan terganggu ,
putus, atau bahkan berubah menjadi permusuhan.

Demikian juga rakyat dan pemimpin, suami- isteri, mantu - mertua,
direktur-anak buah, guru-murid, mereka berfikir; kontribusi mereka
sebanding dengan keuntungan yang diperoleh atau malah rugi. Demikian
juga hubungan antara daerah dengan pusat, antara satu entitas dengan
entitas lain.

[2]Teori Peran
Menurut teori ini, sebenarnya dalam pergaulan sosial itu sudah ada
skenario yang disusun oleh masyarakat, yang mengatur apa dan
bagaimana peran setiap orang dalam pergaulannya. Dalam skenario itu
sudah `tertulis" seorang Presiden harus bagaimana, seorang gubernur
harus bagaimana, seorang guru harus bagaimana, murid harus
bagaimana. Demikian juga sudah tertulis peran apa yang harus
dilakukan oleh suami, isteri, ayah, ibu, anak, mantu, mertua dan
seterusnya. Menurut teori ini, jika seseorang mematuhi skenario,
maka hidupnya akan harmoni, tetapi jika menyalahi skenario, maka ia
akan dicemooh oleh penonton dan ditegur sutradara. Dalam era
reformasi sekarang ini nampak sekali pemimpin yang menyalahi
scenario sehingga sering didemo public.

[3]Teori Permainan
Menurut teori ini, klassifikasi manusia itu hanya terbagi tiga,
yaitu anak-anak, orang dewasa dan orang tua. Anak-anak itu manja,
tidak ngerti tanggungjawab, dan jika permintaanya tidak segera
dipenuhi ia akan nangis terguling-guling atau ngambek. Sedangkan
orang dewasa, ia lugas dan sadar akan tanggungjawab, sadar akibat
dan sadar resiko. Adapun orang tua, ia selalu memaklumi kesalahan
orang lain dan menyayangi mereka. Tidak ada orang yang merasa aneh
melihat anak kecil menangis terguling-guling ketika minta eskrim
tidak dipenuhi, tetapi orang akan heran jika ada orang tua yang
masih kekanak-kanakan. Suasana rumah tangga juga ditentukan oleh
bagaimana kesesuaian orang dewasa dan orang tua dengan sikap dan
perilaku yang semestinya ditunjukkan. Jika tidak maka suasana pasti
runyam. Demikian juga hubungan antara pusat dan daerah, antara
atasan dan bawahan. Aparat Pemerintah mestilah bersikap dewasa,
Presiden dan Ketua MPR mestilah jadi orang tua.

Memang menjadi tua itu pasti, tetapi menjadi dewasa adalah pilihan.
Dewasa ini kita banyak menjumpai orang-orang yang telah berhasil
menduduki "kursi kedewasaan" tetapi perilaku mereka masih belum
beranjak dari kanak-kanak. DPR yang mestinya sudah dewasa, eh...
perilakunya terkadang justru seperti Taman Kanak-kanak , kata
Presiden Gus Dur waktu itu.

Read More
posted by : Mubarok institute
Model Sekolah Pemimpin
Dikatakan bahwa pemimpin itu lahir dari garba sejarah, bukan
dilahirkan. Dalam perspektif tertentu ungkapan itu ada benarnya, dan
kemunculan Gus Dur sebagai presiden, juga Megawati, memperkuat
anggapan tersebut. Tetapi sebenarnya proses kelahiran seorang
pemimpin, memiliki sistem yang spesifik sehingga kelahiran seorang
pemimpin juga tidak terlepas dari sistem tersebut, yang bisa
dianalisis dan bagi orang tertentu bahkan bisa diprogram. Pada
masyarakat modern, sistem kepemimpinan tidak bisa menghindar dari
kolektifitas yang berstruktur, berapapun kadarnya, maka kehadiran
pemimpin bisa diprogram secara transparan melalui sistem pendidikan.
Bagi bangsa besar seperti negeri kita adanya institusi pendidikan
yang spesifik memprogram calon-calon pemimpin adalah satu
keniscayaan. Krisis kepemimpinan dewasa ini antara lain disebabkan
oleh kelalaian bangsa ini memprogram secara sistemik calon-calon
pemimpin bangsa. Di Parlemen misalnya banyak sekali pemimpin "dadakan"
sebagai produk dari sistem pemilu yang juga "instan". Sementara itu di
lingkungan birokrat, perjalanan karir kepemimpinan lebih ditentukan
oleh proses "politik" dibanding basis pendidikan dan profesionalitas.
Mungkin kita terlambat, tetapi tidak ada kata terlambat untuk
memperbaiki diri. Indonesia membutuhkan institusi pendidikan yang
secara sadar mendidik calon pemimpin; baik pemimpin nasional dan
pemimpin daerah, pemimpin dalam arti manager maupun pemimpin di tengah
masyarakat, community leader. Sekarang banyak sekolah unggulan
berdiri, tetapi masih merupakan konsep sektoral, belum menjadi konsep
kebangsaan.

Belajar kepada bangsa lain, Inggris punya institusi pendidikan untuk
mencetak pemimpin Inggris. India secara sadar mengutamakan pendidikan
hanya bagi 10 persen (dari satu miliar) penduduknya. Walaupun banyak
orang India yang miskin dan bodoh, tetapi dari 10 % penduduk yang
terdidik secara baik, India mampu memasok produk teknologi tinggi ke
Eropa, dan mampu swasembada pangan bagi satu miliar mulut.Tenaga
kerja skill India sekarang menguasai pasar tenaga kerja Negara-negara
maju. Iran dibawah pengaruh Imam Khumaini dan konsep wilayat al
faqih-nya memiliki lembaga pendidikan di Qum yang secara sadar
memprogram lahirnya mullah-mullah sebagai SDM pemimpin bangsa Iran,
dan bahkan jika perlu di ekpor keluar Iran. Buah revolusi Iran
sekarang, Iran mampu mandiri dan tetap tegak kepala menghadapi tekanan
Barat. Tetangga kita, Singapura bahkan sejak 1965 memiliki institut
National Youth Leadership Training Institute (NYLTI) yang kemudian
pada tahun 1989 diubah menjadi National Community Training Institute
(NACTI), kemudian menjadi National Community Leadership Institute
(NACLI) pada tahun 1995. Apa yang dilakukan oleh Singapura dalam
memprogram kelahiran pemimpin bangsa dalam berbagai strata mungkin
paling relevan untuk dicontoh. NACLI secara sistemik melakukan
peningkatan pelatihan dan memperluas peluang belajar secara kreatif
guna mengembangkan potensi kepemimpinan siswa untuk selanjutnya
dipergunakan dalam mengefektifkan kerja organisasi dalam berbagai
bidang, sekaligus membangun jiwa masyarakat Singapura. NACLI bahkan
sudah membuka Grassroots Leadership Programmes yang mempunyai cakupan
kerja yang lebih luas.

Read More
posted by : Mubarok institute

Tuesday, September 05, 2006

Psikologi Agama
Manusia adalah makhluk yang berfikir dan merasa serta berkehendak dimana perilakunya mencerminkan apa yang difikir, yang dirasa dan yang dikehendakinya. Manusia juga makhluk yang bisa menjadi subyek dan obyek sekaligus, disamping ia dapat menghayati perasaan keagamaan dirinya, ia juga dapat meneliti keberagamaan orang lain. Tetapi apa makna agama secara psikologis pasti berbeda-beda, karena agama menimbulkan makna yang berbeda-beda pada setiap orang. Bagi sebagian orang, agama adalah ritual ibadah, seperti salat dan puasa, bagi yang lain agama adalah pengabdian kepada sesama manusia bahkan sesama makhluk, bagi yang lain lagi agama adalah akhlak atau perilaku baik, bagi yang lain lagi agama adalah pengorbanan untuk suatu keyakinan, berlatih mati sebelum mati, atau mencari mati (istisyhad) demi keyakinan.

Di sini kita berhadapan dengan persoalan yang pelik dan rumit, yaitu bagaimana menerangkan agama dengan pendekatan ilmu pengetahuan, karena wilayah ilmu berbeda dengan wilayah agama. Jangankan ilmu, akal saja tidak sanggup mengadili agama. Para ulama sekalipun, meski mereka meyakini kebenaran yang dianut tetapi tetap tidak berani mengklaim kebenaran yang dianutnya, oleh karena tu mereka selalu menutup pendapatnya dengan kalimat wallohu a`lamu bissawab, bahwa hanya Allahlah yang lebih tahu mana yang benar. Agama berhubungan dengan Tuhan, ilmu berhubungan dengan alam, agama membersihkan hati, ilmu mencerdaskan otak, agama diterima dengan iman, ilmu diterima dengan logika.

Meski demikian, dalam sejarah manusia, ilmu dan agama selalu tarik menarik dan berinteraksi satu sama lain. Terkadang antara keduanya akur, bekerjasama atau sama-sama kerja, terkadang saling menyerang dan menghakimi sebagai sesat, agama memandang ilmu sebagai sesat, sebaliknya ilmu memandang perilaku keagamaan sebagai kedunguan. Belakangan fenomena menunjukkan bahwa kepongahan ilmu tumbang di depan keagungan spiritualitas, sehinga bukan saja tidak bertengkar tetapi antara keduanya terjadi perkawinan, seperti yang disebut oleh seorang tokoh psikologi tranpersonal, Ken Wilber; Pernikahan antara Tubuh dan Roh, The Marriage of Sence and Soul.(Ken Wilber, The Marriage of Sence and Soul, Boston, Shambala,2000).

Bagi orang beragama, agama menyentuh bagian yang terdalam dari dirinya, dan psikologi membantu dalam penghayatan agamanya dan membantu memahami penghayatan orang lain atas agama yang dianutnya. Secara lahir agama menampakkan diri dalam bermacam-macam realitas; dari sekedar moralitas atau ajaran akhlak hingga ideologi gerakan, dari ekpressi spiritual yang sangat individu hingga tindakan kekerasan massal, dari ritus-ritus ibadah dan kata-kata hikmah yang menyejukkan hati hingga agitasi dan teriakan jargon-jargon agama (misalnya takbir) yang membakar massa. Inilah kesulitan memahami agama secara ilmah, oleh karena itu hampir tidak ada definisi agama yang mencakup semua realitas agama. Sebagian besar definisi agama tidak komprehensip dan hanya memuaskan pembuatnya.

Sangat menarik bahwa Nabi Muhammad sendiri mengatakan bahwa, kemulian seorang mukmin itu diukur dari agamanya, kehormatannya diukur dari akalnya dan martabatnya diukur dari akhlaknya (karamul mu’mini dinuhu, wa muru’atuhu `aqluhu wa hasabuhu khuluquhu)(HR. Ibn Hibban). Ketika nabi ditanya tentang amal yang paling utama, hingga lima kali nabi tetap menjawab husn al khuluq, yakni akhlak yang baik, dan nabi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan akhlak yang baik adalah sekuat mungkin jangan marah, ( an la taghdlaba in istatha`ta). ( at Tarhib jilid III, h. 405-406).

Jadi pengertian agama itu sangat kompleks. Psikologi agama mencoba menguak bagaimana agama mempengaruhi perilaku manusia, tetapi keberagamaan seseorang juga memiliki keragaman corak yang diwarnai oleh berbagai cara berfikir dan cara merasanya. Seberapa besar Psikologi mampu menguak keberagamaan seseorang sangat bergantung kepada paradigma psikologi itu sendiri. Bagi Freud (mazhab Psikoanalisa) keberagamaan merupakan bentuk ganguan kejiwaan, bagi mazhab Behaviorisme, perilaku keberagamaan tak lebih sekedar perilaku karena manusia tidak memiliki jiwa. Mazhab Kognitip sudah mulai menghargai kemanusiaan, dan mazhab Humanisme sudah memandang manusia sebagai makhluk yang mengerti akan makna hidup yang dengan itu menjadi dekat dengan pandangan agama. Dibutuhkan paradigma baru atau mazhab baru Psikologi untuk bisa memahami keberagamaan manusia.

Psikologi Barat yang diassumsikan mempelajari perilaku berdasar hukum-hukum dan pengalaman kejiwaan universal ternyata memiliki bias culture, oleh karena itu teori psikologi Barat lebih tepat untuk menguak keberagamaan orang yang hidup dalam kultur Barat. Psikologi Barat begitu sulit menganalisis fenomena Revolusi Iran yang dipimpin Khumaini karena keberagamaan yang khas Syi’ah tidak tercover oleh Psikologi Barat, sebagaimana juga sekarang tidak bisa membedah apa makna senyum Amrozi ketika di vonis hukuman mati. Keberagamaan seseorang harus diteliti dengan the Indigenous Psychology, yakni psikologi yang berbasis kultur masyarakat yang diteliti. Untuk meneliti keberagamaan orang Islam juga hanya mungkin jika menggunakan paradigma The Islamic Indigenous Psychology.

Psikologi sebagai ilmu baru lahir pada abad 18 Masehi meski akarnya menhunjam jauh ke zaman purba. Dalam sejarah keilmuan Islam, kajian tentang jiwa tidak seperti psikologi yang menekankan pada perilaku, tetapi jiwa dibahas dalam kontek hubungan manusia dengan Tuhan, oleh karena itu yang muncul bukan Ilmu Jiwa (`ilm an nafs), tetapi ilmu Akhlak dan Tasauf. Meneliti keberagamaan seorang muslim dengan pendekatan psikosufistik akan lebih mendekati realitas keberagamaan kaum muslimin dibanding dengan paradigma Psikologi Barat. Term-term Qalb, `aql, bashirah (nurani), syahwat dan hawa (hawa nafsu)yang ada dalam al Qur’an akan lebih memudahkan menangkap realitas keberagamaan seorang muslim.

Kesulitan memahami realitas agama itu direspond The Encyclopedia of Philosophy yang mendaftar komponen-komponen agama. Menurut Encyclopedia itu, agama mempunyai ciri-ciri khas (characteristic features of religion) sebagai berikut :

1. Kepercayaan kepada wujud supranatural (Tuhan)
2. Pembedaan antara yang sakral dan yang profan.
3. Tindakan ritual yang berpusat pada obyek sakral
4. Tuntunan moral yang diyakini ditetapkan oleh Tuhan
5. Perasaan yang khas agama (takjub, misteri, harap, cemas, merasa berdosa, memuja) yang cenderung muncul di tempat sakral atau diwaktu menjalankan ritual, dan kesemuanya itu dihubungkan dengan gagasan Ketuhanan.
6. Sembahyang atau doa dan bentuk-bentuk komunikasi lainnya dengan Tuhan
7. Konsep hidup di dunia dan apa yang harus dilakukan dihubungkan dengan Tuhan
8. Kelompok sosial seagama, seiman atau seaspirasi.

Urgensi pendekatan Indigenous Psychology bukan saja karena agama itu sangat beragam, bahkan satu agamapun, Islam misalnya memiliki keragaman keberagamaan yang sangat kompleks. Orang beragama ada yang sangat rational, ada yang tradisional, ada yang “fundamentalis” dan ada yang irational. Keberagamaan orang beragama juga ada yang konsisten antara keberagamaan individual dengan keberagamaan sosialnya, tetapi ada yang secara individu ia sangat saleh, ahli ibadah, tetapi secara sosial ia tidak saleh. Sebaliknya ada orang yang kebeagamaanya mewujud dalam perilaku sosial yang sangat saleh, sementara secara individu ia tidak menjalankan ritual ibadah secara memadai.

Read More
posted by : Mubarok institute
Psikopolitik Zikir
Dari segi bahasa, zikir mempunyai dua arti; menyebut dan mengingat. Ada orang yang mulutnya menyebut nama Tuhan tetapi hatinya justeru tidak mengingat Nya,malah mengingat syaitan dan maksiat, sebaliknya ada orang yang selalu ingat Tuhan meski tak terdengan sebutan nama Tuhan dari mulutnya.

Pada tradisi tarekat tasauf dikenal ada zikir jahr dan ada zikir sirr. Zikir Jahr adalah menyebut nama Tuhan atau kalimah thayyibah (takbir, tahmid, tasbih dan salawat Nabi) dengan mengeraskan suara. Biasanya zikir jahr dilakukan bersama=sama, di masjid atau di tempat khusus (zawiyah) dipimpin seorang mursyid. Sekarang acara zikir jahr marak dilakukan oleh masyarakat, dipimpin antara lain oleh Arifin Ilham, Ustad haryono dan lain-lainnya. Ada lagi yang disebut istighotsah, artinya mohon pertolongan, isinya membaca doa mohon sesuatu secara ramai-ramai (demontrasi doa) di tempat terbuka. Jika pada acara tahlilan, zikir lebih merupakan tradisi, pada kelompok tarekat, zikir merupakan suluk atau metode mendekatkan diri kepada Tuhan. Bagi pengamal tarekat, membaca zikir dalam majlis zikir merupakan hiburan dan kenikmatan spirituil, baik ketika sedang membaca maupun sepulang dari berzikir. Pembacaan zikir yang dilakukan secara reguler yang disiplin dan tertib (disebut wirid) akan mengembangkan “rasa” tertentu yang dapat disebut sebagai religiusitas. Ekpressi ahli zikir itu pada umumnya tenang dalam menghadapi berbagai persoalan, wajahnya berseri-seri meski kepada musuh sekalipun dan fleksibel dalam mencari problem solving. Zikirnya penganut tarekat pada umumnya lebih afektip disbanding kognitip, oleh karena itu mereka pada umumnya enggan menerangkan bagaimana anatomi kenikmatan zikir, bahkan ketika zikir dikatakan sebagai bid`ah atau sesat. Mereka cukup mengatakan cobalah ikut, nanti anda akan dapat merasakan sendiri.

Adapun zikir sirr adlah zikir yang tidak diucapkan dengan mulut tetapi lebih di dalam hati. Bagi yang sudah mencapai tingkat ini, setiap kali melihat fenomena alam yang terbayang adalah sang pencipta(Tuhan) bukan bendanya, seperti orang yang melihat lukisan indah, ia tidak terpaku pada lukisannya tetapi terkagum-kagum kepada sang pelukis, dan yang dibayangkan adalah jiwa besar kesenimanan sang pelukis. Jika pengamal zikir jahr mudah dikenali orang karena agenda kegiatannya, juga penampilannya, orang yang sudah mencapai zikir sirr pada umumnya tidak mudah dikenali, karena memang tidak pernah menunjukkan jati dirinya. Secara lahir ia seperti orang biasa lainnya, tetapi dibalik kebiasaan penampilan sesungguhnya ada kekuatan religiusitas yang sangat dalam atau tinggi. Di tengah keramaian hiruk pikuk manusia, ia selalu berduaan dengan Sang Pencipta, di tengah kesepian alam dia justeru merasa ramai karena bercanda dengan Tuhannya, ia selalu tersenyum dalam kesendirian, selalu ramai dalam kesepian.

Zikir Perspektip Politik

Sesungguhnya logika zikir jahr sama dengan logika politik, yaitu berlindung kepada pihak yang kuat, karena takut hambatan. Sebagai contoh, jika pada musim kampanye dimana di jalan raya dipenuhi oleh massa kontestan PDIP sementara anda akan melewati jalan itu dengan mobil anda, maka anda harus berzikir dengan terus menerus berteriak; Hidup PDIP, Hidup Megawati, ditambah lagi mobil anda ditempeli gambar bu Mega dan lambing banteng, insya Alloh anda dapat melewati kerumunan massa itu dengan selamat. Dalam perjalanan selanjutnya anda ketemu massa kampanye PKB, maka anda harus ganti teks zikirnya, Hidup Gus Dur, Hidup Muhaimin, hidup PKB, dan tambahilah baca selawat Badar, Insya Alloh anda juga dapat lewat dengan aman. Selanjutnya anda ketemu massa kampanye Partai Demokrat, ganti zikirnya ; hidup Demokrat, hidup SBY,….lancar daah perjalanan anda. Sekali-kali jangan salah sebut dan jangan salah nempel gambar, bisa runyam.

Nah, dalam perjalanan hidup dari kecil hingga mati, dipelosok manapun kita berada, penguasa yang sesungguhnya adalah Alloh swt. Jika anda selalu menyebut Penguasa Yang sebenarnya (Alloh swt) insya Allah anda dalam perlindungan Nya.

Bagi penganut zikir, jika ia harus pergi padahal ia harus melewati tempat yang penuh dengan bahaya –binatang buas misalnya- maka ia tetap pergi dengan berlindung membawa nama besar sang Penguasa, dengan percaya diri ia berjalan sambil membaca zikir Bismillahi la yadlurru ma`a ismihi syaiun fi al ardli wala fi as sama`i wahuwassami`u al `alim. Artinya ; Dengan nama Alloh dimana dengan menyebut nama Nya, maka tidak ada sesuatupun di muka bumi maupun di langit yang dapat membahayakan, dan Dia Maha Mendengar lagi maha mengetahui. Binatang buas yang dijumpai akan menyingkir dengan sendirinya karena ia dilengkapi dengan rekomendasi sang Pencipta.

Takbir Anarkis

Kalimat takbir Allohu Akbar (Alloh Maha Besar) adalah kalimat sacral, biasanya diucapkna ketika secara psikologi orang sangat senang karena merasa ditolong Tuhan, atau dalam keadaan takut dimana tidak ada yang dapat dimintai tolong kecuali Tuhan. Orang yang teraniaya begitu lama, tiba-tiba dimenangkan oleh pengadilan, maka ia langsung takbir dan bahkan sujud. Begitupun orang yang berada didepan regu tembak seperti Amrozi nanti, dia tidak lagi bisa berkata apa-apa selain takbir.

Banyak orang ketika demontrasi untuk urusan yang tidak jelas, pilkada, atau protes BBM atau protes APP, ketika berhadapan dengan polisi sedikit-sedikit takbir. Nah takbir seperti itu sebenarnya takbir anarkis, karena menempatkan takbir pada hal yang hanya bernilai syahwat politik. Wallohu a`lam bissawab.

Read More
posted by : Mubarok institute
My Photo
Name:

Prof. Dr. Achmad Mubarok MA achmad.mubarok@yahoo.com

Only Articles In
Photos of Activities
Best Seller Books by Prof. DR Achmad Mubarok MA
Join Mubarok Institute’s Mailing List
Blog Development By
Consultation


Shoutbox


Mubarok Institute Weblog System
Designed by Kriswantoro
Powered by Blogger